"Istri anda terkena penyakit demensia, Pak Janu." Jelas Dokter Adrian
"Maksudnya bagaimana, Dok?" Tanya Janu bingung saat mendengar pernyataan dokter Adrian yang berada di hadapannya itu.
Adrian menjelaskan penyakit demensia yang tiba-tiba menyerang Kalila, istri Janu, yang sudah berumur enam puluh lima tahun itu.
Ya, penyakit demensia, penyakit yang memang tidak bisa di pungkiri selalu menyerang lansia. Demensia merupakan penurunan kognitif otak dalam mengingat, penurunan kemampuan untuk bertingkah laku, dan penurunan kemampuan berbicara. Tanda-tanda penyakit ini pun antara lainnya adalah kehilangan ingatan, kesulitan berkomunikasi, sulit melakukan kegiatan sehari-hari, bingung atau lupa akan waktu dan tempat.
Bukan itu saja, demensia pun menunjukkan tanda-tanda Psikologis yang terlihat dari perubahan perilaku, suasana hati, kehilangan inisiatif pada hal yang sebelumnya selalu di kerjakan, mengalami halusinasi, paranoia, depresi, dan gelisah.
Sebelum terbaring di rumah sakit, Kalila di temukan di salah satu pusat perbelanjaan dengan dirinya yang tiba-tiba tidak familiar dengan tempat perbelanjaan itu, mengapa dia tiba-tiba ada disana, dan juga seketika Kalila berteriak sampai petugas pusat perbelanjaan menghubungi Janu yang tengah susah payah mencari Kalila.
Saat Janu berada di pusat perbelanjaan, dia menemukan Kalila sudah terbaring tidak sadarkan diri di ruangan staff yang bekerja di pusat perbelanjaan yang tiba-tiba dikunjungi Kalila itu.
Kedua asisten Janu menggendong Kalila ke dalam mobil dan bergegas menuju ke rumah sakit untuk segera di tangani.
"Sepertinya ada trauma di masa lalu Ibu Kalila yang memang masih belum sembuh sepenuhnya. Lalu di gabungkan dengan penyakit demensia ini memang wajar terjadi." Ucap Adrian yang menangani Kalila, melanjutkan penjelasannya.
Ya, pengalaman trauma memang dapat memengaruhi kesehatan otak, salah satunya resiko penurunan fungsi kognitif yang akan memungkinkan seseorang yang mengalami trauma mengidap penyakit demensia di masa tua.
“Sepertinya istri saya tidak pernah mengalami trauma, Dok. Istri saya baik-baik aja selama ini. Pasti ada yang salah.” Komentar Janu seakan tidak terima Kalila mengalami demensia karena trauma.
“Berarti sudah jelas sekali Ibu Kalila memang tidak memiliki trauma apa pun ya, Pak?” Tanya Adrian memastikan.
Janu tampak berpikir saat Adrian terlihat tengah menghela napas, mencoba menjelaskan lagi kepada Janu “Memang, penyakit demensia ini secara umum disebabkan oleh adanya kerusakan sel-sel neuron di beberapa bagian otak. Efeknya, pesan yang seharusnya dikirim oleh otak pun akan terputus dan mengalami permasalahan pada fungsi otak yang seharusnya. Namun disini, mengapa saya bisa memberikan hipotesis adanya trauma yang menjadi penyebab awal, karena saya melihat adanya hiperaktivitas pada bagian amygdala Ibu Kalila. Dimana bagian amygdala tersebut merupakan bagian penyimpanan memori, baik itu memori baik maupun buruk. Memori buruk tersebut pada akhirnya bisa menyebabkan trauma.” Jelas Adrian kepada Janu.
Janu terdiam sejenak saat mendengar pernyataan dari dokter Adrian. Selama ini Kalila tidak pernah menunjukkan gejala trauma dan istrinya itu selalu berperilaku normal.
“Pak Janu?”
“Oh iya bagaimana, Dok?” Tanya Janu kepada Adrian dan membuyarkan lamunannya.
"Saya menyarankan Bu Kalila untuk menjalani perawatan intensif di rumah sakit.” Jelas Adrian
"Saya gak mau, dok. Saya ingin bersama istri saya, saya ingin menghabiskan sisa waktu saya bersama Kalila." Komentar Janu
“Iya saya paham, Pak. Tapi saya juga khawatir dengan keadaan Bapak. Bapak juga harus menjaga diri bapak sendiri. Usia Pak Janu dan Bu Kalila sudah rentan terhadap penyakit. Apalagi dengan penyakit Bu Kalila seperti ini, Bu Kalila bisa saja tiba-tiba pergi ke suatu tempat jika tidak dikontrol. Atau, Bu Kalila bisa saja tiba-tiba marah sampai menyakiti diri sendiri.”
Saat ini Janu berusia tujuh puluh tahun. Usia yang memang sudah rentan terhadap penyakit. Hal itu pun terlihat dari kondisi fisik Janu yang sudah melemah dan harus memakai tongkat ketika berjalan. Melihat kondisi Janu seperti itu, Adrian yang merawat Kalila pun ragu untuk melepaskan Kalila dengan membiarkan Janu untuk merawatnya.
“Dokter gak perlu khawatir. Saya memiliki beberapa asisten yang akan merawat Kalila. Saya juga akan mempekerjakan perawat untuk merawat Kalila di rumah saya. Dan, saya mau dokter menjadi dokter pribadi istri saya. Saya akan bayar berapa pun itu.” Jelas Janu
Janu yang memang pengusaha sukses dan berasal dari keluarga konglomerat itu tidak akan pernah keberatan dengan uang yang harus dia keluarkan untuk apapun, khususnya Kalila.
Adrian menghela napas. Dia menjelaskan kepada Janu bahwa penyakit demensia ini sangat sulit untuk bisa pulih dan kembali normal. Karena seiring berjalannya waktu, kerusakan otak itu pun akan terus berkembang. Hal itulah yang membuat Adrian meminta Janu untuk merelakan Kalila menjalani perawatan di rumah sakit.
Janu tidak peduli dengan penjelasan Adrian dan Janu pun tampak memohon agar dokter Adrian bisa menjadi dokter pribadi Kalila.
“Baiklah kalau begitu, Pak. Saya akan membantu Bapak dan Ibu Kalila.” Jawab Adrian menyetujui Janu.
Kehilangan pasangan hidup untuk selamanya bukanlah hal yang mudah. Hal itu pula yang saat ini di rasakan oleh Janu. Saat ini, kehilangan Kalila adalah suatu hal yang paling tidak mungkin untuk di cari.Sudah beberapa hari dari kepergian Kalila, Janu tidak pernah melahap makanannya. Hanya satu sampai dua sendok saja untuk menahan lapar.Setiap harinya, Janu selalu menghabiskan waktu di kamar dengan memandangi foto Kalila dan juga album kenangan yang mereka ciptakan bersama.“Pa, makan dulu. Nanti Papa sakit.”“Papa cuma butuh Kalila.”“Pa, jangan kaya gini. Ikhlasin Mama. Mama udah nulis di surat itu kalo Papa harus ikhlasin Mama.” Tegas Radit kepada Janu.“Mama kalian cantik banget, ya. Selain itu dia wanita yang kuat, tulus, sabar. Papa beruntung punya Kalila di hidup Papa.” Ucap Janu tanpa merespon pernyataan Radit sembari mengusap foto Kalila.“Iya, Pa. Kita paham. Papa makan du
“Lila… Makan dulu, yuk. Aku coba buatin kamu sup ayam.”“Kalila… kamu kecapean ya? Mau makan nanti aja?” Tanya Janu sembari mengusap kepala Kalila. Namun Kalila belum juga bangun dari tidurnya.“Lila…” Ucap Janu lembut. Janu merasa aneh dengan tubuh Kalila yang sedari tadi tidak merespon apa pun, wajahnya pucat serta tubuhnya terasa sangat dingin.“Kalila….”“Dokter Adrian, Kalila kenapa???” Teriak Janu dan sontak dokter Adrian dan suster pun bergegas menuju ke kamar Kalila diikuti dengan Radit dan Dila“Sebentar, Pak.” Ucap Adrian dan langsung memeriksa Kalila.Dokter Adrian menghela napas, dia menatap Janu dengan tatapan iba, seakan tidak tega untuk memberitahu kebenaran kepada pria yang berumur tujuh puluh tahun itu. “Pak Janu…” Ucap Dokter Adrian dengan bersusah payah menelan ludahnya “Ibu Kalila sudah pergi mening
Tidak terasa sudah beberapa tahun Kalila dan Janu menjadi suami istri sah dan juga tinggal di rumah Janu yang megah itu. Hingga saat ini, anak mereka yang kedua, yaitu Dila. Harus pergi meninggalkan Indonesia untuk melanjutkan gelar sarjananya di London, mengikuti jejak Radit.“Ma, Pa… Dila pergi dulu, ya.” Ucap Dila sembari memeluk Janu dan juga Kalila.“Hati-hati, ya, sayang. Titip salam sama Mas kamu.” Jelas Kalila yang selalu saja mengingat Radit. Dila pun pergi ke bandara dengan sopir pribadinya yang sudah menunggu di halaman rumah.Janu menghela napas saat mobil yang mengantar Dila sudah tidak lagi terlihat dari halaman rumah mereka “Aku seneng banget bisa lihat perkembangan anak kita sama-sama yang bahkan udah merantau sekarang. Makasi ya sayang udah mau ngerawat dan ngejaga anak kita khususnya Radit.” Jelas Janu sembari merangkul Kalila dengan mata Kalila yang tampak sembab akibat melepas anak perempuannya untuk
“Aku benci kamu, Mas Janu. Pergi dari sini!!!” Teriak Kalila kepada Janu sementara Radit menahan tubuh Kalila yang sedari tadi ingin memukuli Ayahnya.“Lila, aku sayang kamu. Kita udah baikan, sayang. Aku gak pernah tinggalin kamu lagi.” Lagi-lagi, Janu tidak pernah menyerah menyebutkan kalimat itu.Dila mendekati Kalila dan Radit yang tengah susah payah menahan tubuh Kalila.“Kamu siapa?” Kalila melontarkan pertanyaan itu kepada Dila dan sontak hal itu membuat Dila terbelalak terkejut.“Aku Dila, Ma. Anak Mama.” Ucap Dila sembari mencoba menyentuh tangan Kalila.“Nggak!” Seru Kalila sembari menghempaskan tangan Dila kasar “Anak aku Cuma Radit. Kamu pasti orang suruhan Mas Janu buat ambil Radit dari aku, ‘kan?”Dila menatap Kalila dengan tatapan kecewa, bagaimana bisa Kalila hanya mengingat Radit? Apakah dari dulu Radit memang selalu jadi anak kesayangan Kalila? Di
Kalila akhirnya menikah dengan Janu, namun bukan pernikahan seperti ini yang di impikannya dulu. Dia memimpikan pernikahan dimana keluarganya masih ada di sampingnya. Satu-satunya keluarga yang dia punya saat ini hanyalah Rangga, Adiknya.Pernikahan Janu dan Kalila di adakan di rumah orangtua Janu, rumah Rostiana dan juga peninggalan Gunadhya. Pernikahan yang di gelar pun tampak sederhana dan hanya beberapa kerabat terdekat saja yang hadir dalam acara pernikahan itu, seperti permintaan Kalila. Bertolak belakang dengan Janu yang menginginkan pernikahan yang mewah. Namun, apa pun itu, dia menurunkan egonya, yang terpenting dia bisa hidup bersama Kalila.“Hei, kak. Kenalin ini pacar aku. Namanya Mentari.” Ucap Rangga yang sudah berada di hadapan Kalila dengan menggenggam tangan MentariKalila pun terbelalak terkejut melihat adiknya itu menggandeng tangan seorang wanita di hadapannya “Loh… Bukannya---” Seketika pembicaraan Kalila
Ruangan sidang pengadilan, sebuah ruangan dimana setiap orang selalu mengadu nasib atas permasalahan yang di hadapi dan juga nasib mereka yang berada pada keputusan hakim yang selalu memutuskan setiap perkara yang mereka miliki.Ya, Kalila sedari tadi tengah memperhatikan penjelasan Rangga yang sedang menyelesaikan kasus kliennya. Mereka berdua terlihat sangat professional tanpa memandang latar belakang sebagai keluarga.Setelah persidangan selesai, Kalila dan Rangga pun bertemu di salah satu restaurant untuk makan siang bersama seperti yang sudah mereka janjikan."Kakak yakin balikan sama Mas Janu?" Tanya Rangga saat dia tengah mengunyah nasi ayam."Iya. Aku balik demi Radit." Ucap Kalila namun tatapannya kosong.Rangga bukanlah anak kemarin sore yang bisa di bodoh-bodohi dan di bohongi seperti itu. Apalagi, tuntutan pekerjaan Rangga yang sudah menggeluti dunia hukum dan bertemu banyak kasus akan sangat mudah sekali melihat hati Kalila ba