Share

[4]

Felix Anthony, pria yang sedang bekerja sebagai bartender itu tersenyum pada Giselle. Sudah lama dirinya tidak berjumpa dengan sosok cantik dan sombong, Giselle Barclay. Walaupun, sering berkomunikasi lewat telepon, mereka sangat jarang bisa bertemu secara langsung, karena tugas Felix selalu mengawasi Giselle dibalik komputernya.

"Surprise, senang bertemu denganmu lagi," ucap Felix penuh semangat.

Wajah yang tadinya datar tanpa ekspresi berganti dengan wajah keterkejutan. Lebih tepatnya, terkejut karena Giselle tidak menyangka akan bertemu sahabatnya ini di tempat seperti ini.

"Akhirnya, kau keluar, Felix. Senang bertemu denganmu." Giselle menyunggingkan senyumannya. Mencoba menetralkan mimik wajahnya, supaya tidak menarik perhatian orang lain.

"Segelas vodka kesukaanmu." Felix menyodorkan segelas kecil minuman kesukaan Giselle.

Giselle mengambilnya dan meneguk cepat minuman itu. Ia memejamkan matanya saat minuman keras itu membasahi kerongkongannya.

"Aku mendengar pembicaraanmu dengan perempuan tadi," ucap Felix, membuka pembicaraan mereka.

"Lupakan. Kau tidak perlu tahu." Giselle membuang muka. Dia terlalu malas membicarakan hal seperti itu pada Felix. Pria itu pasti akan menceramahinya panjang lebar dan dirinya terlalu malas mendengarkan ocehan pria itu.

"Tapi aku tahu, Gigi," balas Felix dengan menekankan nama panggilan Giselle di tempat ini. Pria itu seolah mengejeknya.

"Lantas, kenapa kau berada disini? Ayahku memintamu untuk mengawasiku?" tukas Giselle.

Tentu menjadi pertanyaan besar di kepalanya, saat Felix tiba-tiba muncul di depannya. Padahal pria itu sangat jarang keluar dan sibuk dengan pekerjaannya sendiri.

"Kenapa kau selalu berpikiran buruk tentang ayahmu? Bukankah dia begitu baik, dia bahkan membayar banyak orang untuk mengawasimu ... Kemarilah, aku tunjukkan padamu beberapa orang yang sedang mengawasimu disini." Felix mengeluarkan ponsel miliknya dari saku celana. Ponsel itu menampilkan beberapa CCTV yang berhasil dia akses.

Kamera satu memperlihatkan lelaki bertubuh gemuk yang bekerja sebagai juru parkir di tempat ini. Felix berucap, "Kau lihat, dia sangat sering mondar-mandir di sekitar mobilmu. Dia hanya memastikan kau tetap berada disini."

Giselle mengernyit tidak percaya dengan ucapan Felix. Mengapa dia tidak pernah menyadari hal itu. Padahal, hampir setiap hari dia berkunjung ke tempat ini.

Felix menggeser layar ponselnya menunjukkan kamera lain yang ada di cafe ini. Saat ini, ponsel Felix memperlihatkan seorang pria yang hanya diam di meja tamu, Giselle bisa memastikan bahwa pria itu tengah mengintainya.

"Dia orang lama disini, dia juga bekerja untuk ayahmu." Felix menutup ponselnya dan kembali memasukkan ke dalam saku celananya.

"Hanya dua?" tanya Giselle penasaran.

Felix menggelengkan kepalanya pelan. Matanya berkeliling memastikan tidak ada yang curiga dengan tindakannya saat ini. Dia harap para suruhan Harry tidak mengenalnya.

"Ada beberapa lagi. Mengenai temanmu, Diana. Berhati-hatilah dengannya. Aku tidak tahu pasti siapa dia. Dia juga seperti orang kiriman," bisik Felix pada Giselle.

"Kau gila? Dia temanku, aku mempercayainya. Kau tidak bisa menuduhnya sembarangan seperti itu." Raut wajah Giselle kesal saat Diana pun juga dibawa-bawa dalam pembicaraannya kali ini. Pria pucat di depannya ini berucap seolah dia tahu segalanya.

Felix menghela napasnya, akan sangat sulit meyakinkan Giselle jika perempuan itu sudah mempercayai sesuatu. Perlu penjelasan panjang lebar untuk meyakinkan dia.

"Hei, bukankah aku sudah memperingatimu. Jangan membicarakan hal pribadi pada orang baru yang kau kenal. Kau itu Giselle Barclay, kau incaran banyak orang. Kau bisa dimanfaatkan orang lain jika mereka tahu kelemahanmu."

Jantung Giselle berdetak mendengar peringatan itu dari Felix.  Ucapan Felix memang benar dan Giselle mengakui kebodohannya. Namun, di sisi lain hatinya, dia sangat ingin punya teman yang selalu bisa bersamanya.

"Aku ingin satu botol vodka. Terlalu ramai disini, aku akan pergi."

Felix mengambilkan sebotol vodka untuk Giselle. Setelah kepergian Giselle, dia juga pergi dari tempat ini. Tidak ada hal yang menarik jika tidak ada Giselle disini.

Giselle menerimanya dan segera pergi dari tempat itu. Cafe semakin ramai dan Giselle tidak terlalu suka akan keramaian. Dia melajukan mobilnya lebih jauh dari pusat kota.

Mobil sport hitam itu berhenti di pinggir jalan. Alunan ombak di malam hari begitu menenangkan. Hanya ada beberapa pengunjung disini dan Giselle suka akan hal itu. Setidaknya, disini lebih tenang dibandingkan di Cafe.

Giselle mengecek ponselnya sembari meminum minuman yang diberikan oleh Felix. Besok dirinya harus bekerja, dia harus membujuk seorang investor untuk memberikan uangnya untuk perusahaan.

Semakin banyak dia meneguk minuman itu, semakin pusing dia dibuatnya. Giselle mulai tidak sadarkan diri.

Jose Smith anak dari Jordan Smith. Dia pewaris Smith Architeam. Perusahaan itu pernah berkonflik dengan perusahaan ayahmu. Aku hanya takut, ayahmu kecolongan.

Ucapan Felix beberapa waktu lalu masih terngiang di pendengarannya. Ucapan itu menghantui dirinya. Bagaiman tidak, Giselle yang berambisi mendapatkan Barclay Group dan Jose berambisi menghancurkan Barclay Group. 

Notifikasi pesan dari layar ponselnya membuyarkan lamunannya GIselle, mendapatkan pesan dari Felix

"Sial! Apa dia engikutiku sampai kesini?"

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status