Share

Part 2. Mencari tahu

Langkah kakinya begitu teratur saat menaiki titian anak tangga menuju ke lantai dua apartemen sederhana bersusun lima lantai. Jena bersama seorang pengelola menuju ke unit nomor 2D. Kunci terputar hingga terdengar bunyi bahwa pintu siap terbuka. Pengelola mempersilahkan Jena memutar kenop bulat seperti apel berwarna emas dan membukanya dengan mendorong pelan ke arah dalam. Suasana yang terang karena wallpaper berwarna kuning masih menempel rapih di dinding. 

"Penyewa lamanya seorang mahasiswi disain, jadi ia yang membuat hiasan dinding ini sendiri. Kami memang membebaskan. Bagian dapur, ia juga yang melukis dengan cet, masih tampak rapih, bukan?" Ujar wanita paruh baya itu menatap Jena, ia mengangguk. Harga yang di tawarkan juga pas untuknya. 

"Kapan kita bisa tanda tangan kontrak sewa? Sekarang, bisa?" Jena tersenyum. Penyewa mengangguk. 

Setelah menandatangai kontrak, Jena memberi tahu Reese melalui sambungan telfon. Dimana saat itu, sahabatnya sedang berada di kantor. Ia terkejut, Reese pun tak masakah jika ia harus pisah tempat tinggal dengan Jena, semua dilakukan demi memperbaiki kondisi perekonomian Jena yang sedant tak baik-baik saja. 

"Aku akan kirim pesan ke ponselmu dimana alamatku ya, dan sekarang aku sedang menuju ke apartemen lama, mengambil beberapa barang yang bisa ku bawa, sisanya, ku serahkan kepada mu Reese, mau kau jual atau sumbangkan, aku tak perduli," ucar Jena sambil menyebrang jalan bersama beberapa orang lainnya. 

Tatapan Jena terpaku pada satu sosok pria yang sedang menyebrang dari arah berlawanan. Wajah pria itu tak asing bagi dirinya. Lirikannya dibalas okeh tatapan dingi pria itu, Jena membuang pandangan dan terus berbicara dengan Reese melalui ponselnya. 

Ia menyewa jasa pindahan, dengan cepat dan sebelum petang, ia pindah ke unit apartemen barunya dengam model studio itu. Ia beruntung, karena jasa pindahan sudah termasuk biaya angkut dan penataan, jadi, ia tak perlu repot menata barang-barangnya lagi. 

Malam menjelang, Jena sudah menempati apartemen itu, perutnya lapar, lemari es masih kosong, peralatan masak baru ia cuci kembali supaya lebih bersih. Ia beranjak dan menyanbar tas kecil yang ia silahkan di depan dadanya.

Supermarket berjarak seratus meter menjadi tujuannya kala itu. Ia melihat rekening tabungan dulu, kepalanya mengangguk saat ia berdiri di mesin ATM di pinggir jalan itu, mengambil beberapa dollar untuk biaya hidup satu minggu kedepan. 

Lampu supermarket masih menyala terang, masih dua jam lagi sebelum toko tutup. Ia masuk dan mengambil keranjang berlanja kecil warna hitam yang ia pegang. Rak bumbu tujuan pertamanya, ia memasukan beberapa bahan rempah kering, garam, lada bubuk, juga santan siap pakai, ia baru melihat siaran televisi yang memasak menu asia, ia penasaran dengan rasanya. 

Beralih ke lorong daging. Ia membeli iga sapi, daging khas dalam, daging cincang, dan dada ayam, ia melirik ke keranjanh belanjaannya, ia harus menghitung supaya bahan makannya cukup untuk tiga hari kedepan dahulu. 

Terakhir, ia menuju ke lorong sayuran, ia memasukan beberapa jenis ssyuran yang ia butuhkan,tak banyak, karena ia suka jika membeli sayur mendadak, lebih segar. 

"Permisi," ucap Jena sambil berdiri di dekat seseorang dan ia sedikit berjinjit untuk mengambil sereal rasa buah, jagung dan coklat di rak nomor tiga yang cukup tinggi. 

"Perlu ku bantu?" Suara itu terdengar begitu dalam. 

"Tidak. Terima kasih, tuan, permisi," ucap Jena seraya membawa keranjangnya yang tampak penuh dan berat. 

Antrian tak begitu panjang, Jena maju perlahan. Di belakangnya pria tadi yang menawarkan diri menolongnya. Tubuhnya tinggi tegap, tinggi tubuh Jena bahkan hanya sebatas dada bidangnya. Bidang? Ya, jelas tercetak sempurna di kaos hitam pres body yang dikenakan pria tersebut. 

Ponsel berbunyi, bukan milik Jena, tapi milik pria di belakangnya. Terdengar percakapan ringan, hingga satu kalimat membuat Jena terbelelalak. 

"Ya, aku sudah bicara dengan pekerja bagian kasir, memintanya mengingat ciri-ciri wanita yang berani mengkritik masakan dan tampilan makanan yabg ku buat. Membuatku tak bisa tidur sejak kemarin. Sial." Geram pria yang berdiri di belakang Jena. 

Kedua mata Jena terpejam sejenak. 'Pria ini, jangan-jangan, koku restoran itu. Ya Tuhan ...,'

Jena berucap dalam hati, ia memberikan keranjang belanjaannya ke petugas kasir, setelah di hitung dan di masukan ke paper bag coklat, Jena memberikan uang, dan bergegas memeluk dua kantung itu dan segera berjalan cepat menuju ke apartemennya. Ia melirik sejenak, pria itu tak sadar jika Jena meliriknya. Ia berjalan terburu-buru karena takut pria tersebut menyadari dirinya. 

Lemari es sudah rapih, saatnya Jena memasak. Perutnya sudah memberontak, sambil memakan sereal tanpa susu, Jena asik membuat creamy chiken curry with fetucini, ia mencoba resep itu setelah melihat saluran televisi masakan asia. 

Ia mencicipi, wajahnya sumringah. Dengan perlahan, ia menata makanannya dan diberi hiasan sederhana berupa cacahan daun kemangi segar dan bubuk cabai, tak lupa, ia mengabadikan dahulu sajian yang ia buat diatas piring itu dengan ponselnya. Ia melangkah menuju ke sofa kecil dan duduk di depan televisi. 

Ia mengganti siaran berita entertainmet dengan garpu yang mulai menusuk ke pasta yang menjadi makan malamnya. 

Tampak wajah pria tadi muncul di layar tivi, diberitakan bahwa pria tersebut merupakan bakal calon koki berprestasi dan HOT yang menjadi incaran kaum hawa. 

Jena menganga. Ia baru sadar, jika ia sudah membuat pria tersebut mencari dirinya karena berani mengacak-ngacak masakannya dan mengkritik dengan pedas. 

Ia makan dengan cepat, setelahnya, ia menuju ke laptop yang ia letakkan di atas ranjangnya, ia mulai mencari tau profile pria tersebut. Setelah cukup lama mencari, munculah nama koki tersebut beserta profilenya. 

"Drew Sebastian, pria keturunan Amerika dan Spanyol, pemilik restoran Grey Dishes NewYork, usia tiga puluh tahun, merupakan salah satu koki terpercaya kerajaan inggris selama tiga tahun, melayani presiden selama dua tahun dan di nobatkan sebagai 20 The Hottest Chef 2020, di gilai banyak wanita tetapi Drew bersikap acuh dan dingin" Jena tercekat, ia lalu menutup wajahnya dengan kedua tangan seraya mengusap kasar.

 "Ya Tuhan ... aku sepertinya membangunkan singa tidur. Ampuni aku Tuhan .... " 

Bersambung, 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status