Share

TK 5

Author: KakaResa
last update Last Updated: 2021-01-07 07:20:09

"Anggota kerajaan tidak boleh bersikap seperti ini" ujar Evan.

"Kamu pikir ini cukup?" tanya Damon meremehkan.

"Hm?" 

Wush!

Evan terkejut melihat Damon melepaskan diri dari serangannya menggunakan kekuatan angin. 

"Dan kamu pikir, hanya kamu yang bisa mengendalikan tanah?" tanya Damon. 

"Salah besar, seorang rakyat tidak boleh memberontak apalagi menyerang anggota kerajaan. Atau itu bisa disebut pengancaman dan kekerasan" imbuhnya.

Sret!

Wush!

Evan menghindar dengan mudah ketika Damon menyerang dengan serangan tanah, kekuatannya cukup besar juga.

Tanah yang tadinya landai, berubah tekstur dan pecah-pecah. Meskipun itu tak seberapa, Evan yakin dirinya bisa melakukan hal lebih besar.

"Kita bicara baik-baik, dan bukannya seorang anggota kerajaan wajib melayani keluhan rakyat ya?" ujar Evan tenang.

"Bagaimana sekarang? Aku mengeluh soal keamanan yang buruk. Kamu sendiri bahkan tidak berani menampakkan diri kepada masyarakat" imbuhnya heran.

Damon terdiam, memang darimanapun dilihat pihak kerajaan salah, tapi tidak mungkin dia yang menjadi salah satu bagiannya, menunjukkan betapa buruknya kerajaan sekarang.

"Aku akan menemui raja di kerajaan, dan mengatakan jika pekerjanya bersikap buruk" ujar Evan.

"Jangan pernah datang ke kerajaan" timpal Damon.

"Hah? Ada apa lagi? Aku semakin yakin jika kerajaan sedang dalam keadaan buruk" ujar Evan.

"Diam!" bentak Damon.

"Kamu tidak tahu apa-apa, jangan asal berbicara" imbuhnya.

"Lihatlah, hanya dengan satu pernyataan aku membuat mu marah. Hal itu membantu menjelaskan semuanya" ujar Evan tersenyum miris.

"Maaf Evan, ku pikir kamu orang yang bisa diajak berkerjasama" ujar Damon.

"Tapi ternyata tidak" imbuhnya seraya mengeluarkan serangan angin ditangannya.

Evan melihat perlawanan itu hanya tersenyum. Jika ingin, mengalahkan Damon adalah hal yang mudah.

"Oke-oke baiklah, aku tidak seharusnya berbicara seperti itu" ujar Evan mengalah.

"Lagipula orang desa dan terpencil seperti aku tak bisa langsung berspekulasi, hanya karena ini waktu pertamanya datang ke kota" imbuhnya.

Perlahan Damon menurunkan serangannya, Evan juga terlihat terbang membentang sayap.

"Terimakasih mu aku terima, lain kali tetap datangkan prajurit meskipun masalah telah selesai" ujar Evan memberikan sarannya.

"Aku pamit, ayah ku membutuhkan anaknya untuk membantu berdagang" imbuhnya pergi terbang.

Damon terdiam menatap kepergian Evan, tadinya dia tak bermaksud bersikap seperti ini. Tapi sesuatu seperti mendorongnya.

Evan sendiri tadinya hendak menyerang Damon, tapi ungkapan 'jangan datang ke kerajaan' membuatnya banyak berpikir. Mungkin kastil itu sedang kacau, dan mungkin juga yang Damon lakukan berkaitan dengan itu.

Tapi sudahlah, enggan terlalu memikirkannya. Evan pergi melesat cepat kembali ke kota. Damon sendiri langsung pulang ke kerajaan dengan jalur memutar.

Singkatnya Evan sudah kembali, Mikaila tampak sudah membereskan semua dagangannya, padahal Evan tahu, jika masih banyak senjata yang belum dia jual.

"Kenapa kita membereskannya ayah?" tanya Evan.

"Jangan banyak bicara, bantu ayah dulu. Akan ayah ceritakan semuanya di rumah" ujar Mikaila rusuh.

Terpaksa Evan pun menuruti perintah sang ayah, meskipun dia sangat penasaran. Tapi sepertinya bukan sang ayah saja yang rusuh, beberapa pedagang juga terlihat membereskan gerainya.

Sedangkan Damon, lelaki itu juga pulang dengan perasaan heran, Sepanjang perjalanan dia melihat masyarakat gelisah. Ada apa? Padahal sedang tidak terjadi sesuatu.

Hal itu membuat Damon ikut gelisah, jalan keluarnya adalah dengan menemui sang ayah dan bertanya apa yang sedang terjadi.

Evan dan Mikaila juga bergegas, mereka pergi terbang dan meninggalkan direwolfnya berlari sendiri. 

Ada hal baru yang tersebar tadi di kota, dan itu membuat Mikaila takut. Beberapa orang yang juga sama seperti dirinya pun merasakan hal yang sama. 

Wush!

Wush!

Wush!

"Ayah apa semuanya baik-baik saja" ujar Evan.

"Tidak. Kita harus segera sampai di rumah" timpal Mikaila.

"Tapi kenapa?" tanya Evan.

"Agar kita bisa pergi" jawab Mikaila membuat Evan semakin bingung.

Ditempat lain, Damon sampai di kerajaan dengan selamat. Lelaki itu langsung melesat mencari sosok ayahnya. Namun tak ia temukan, malah sosok Kanagara yang menyambutnya.

"Dari mana saja kamu?" tanya Kanagara.

"Bukan urusan mu, yang jelas aku melakukan sesuatu yang seharusnya kerajaan ini lakukan" ujar Damon sarkas.

"Dan, ya. Dimana ayah ku?" imbuhnya bertanya.

"Melakukan pekerjaan kerajaan kata mu? Kalau begitu bagaimana bisa bangsa iblis sudah menguasai Vaneheim?!" ujar Kanagara membuat Damon terkejut.

Apa benar yang dikatakan pangeran itu?.

"Jangan bercanda Kanagara" ujar Damon.

"Untuk apa aku bergurau hal seperti ini? Kamu tahu, aku sangat pusing sekarang?! Bagaimana jika bangsa kotor itu sudah menyiapkan rencana besar dan immortal akan hancur" timpal Kanagara sedikit panik.

"Kamu memang tidak cocok menjadi seorang raja, bahkan aku ragu dengan gelar pangeran mu" sinis Damon.

"Masih sempat mulut mu itu menghina ku? Apa bedanya sekarang?" ujar Kanagara.

Damon memilih tak memperdulikan Kanagara, lelaki itu melengos meninggalkannya. Kanagara sendiri, kembali larut dengan pikirannya. Yang harus dia lakukan sekarang adalah menenangkan rakyat karena berita penyerangan ini sudah menyebar.

Sret!

Meninggalkan sang pangeran, Damon meringsek masuk kedalam ruang kerja ayahnya. Dan benar saja, lelaki itu sedang berbicara dengan para jendral.

"Ayah bagaimana semua ini terjadi?" tanya Damon to the point. Persetan dengan para jendral yang harusnya dia hormati.

"Bangsa iblis berhasil merasuki seorang dewa sihir, mereka lalu menanamkan kekuatannya pada semua orang. Alhasil satu kawasan Vaneheim berubah jadi pasukan iblis baru" jawab sang ayah.

"Ini akibatnya jika bagian keamanan longgar!" desis Damon menyulut beberapa jenderal.

"Apa maksudnya tuan Damon berkata demikian?" tanya salah seorang dari mereka dingin.

"Kami sudah melakukan tugas semaksimal mungkin, menjaga keamanan bahkan berkelana atas kemauan sendiri" timpal yang lainnya tegas.

Namun Damon tak terintimidasi sama sekali, lelaki dan itu tersenyum kecut dengan tenang.

"Kalau begitu aku harus mengasihani kalian. Sebelumnya terimakasih atas jasanya. Tapi apa kalian tahu bagaimana keadaan bawahan kalian ketika tak terkontrol jendralnya?" tanya Damon.

"Banyak kasus kejahatan di kota yang sudah tak ditangani lagi, prajurit tidak ada yang peduli. Dan kenapa bisa Vaneheim berubah jadi pasukan iblis? Bukan karena penjagaan kerajaan yang tak lagi maksimal bukan?" imbuhnya sarkas.

Para jendral terdiam. Mereka tidak tahu jika bawahannya selama ini bersikap demikian.

"Siapkan pasukan untuk perketat penjagaan, bangun aliansi untuk semua kemungkinan terburuk" ujar Damon.

"Tapi sebelum itu seleksi lagi mana prajurit yang pantas mengemban tanggungjawab ini" imbuhnya melengos pergi.

Ditempat lain Evan dan Mikaila sudah sampai, Austin sang isteri menyambutnya dengan gelisah.

"Ada masalah? Kenapa kalian terlihat buru-buru?" tanya Austin.

"Kita bicarakan didalam" ujar Mikaila.

Ketiga orang itu pun masuk, dan si kepala keluarga mulai menceritakan apa yang tadi terjadi.

"Vaneheim telah berubah jadi pasukan iblis, kerajaan akan melakukan pengetatan penjagaan" ujar Mikaila.

"Lalu?" tanya Austin.

"Kerajaan kekurangan anggota keamanan, mereka pasti akan menarik setiap pemuda utamanya dewa dan akan dijadikan tentara perang" ujar Mikaila.

Tatapan kedua orangtua itu langsung tertuju kepada Evan, sedangkan yang ditatap diam terpaku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • The King Immortal   TK 19

    Achilles tak menyangka akan mengatakan kalimat seperti itu, dan mirisnya lelaki yang ditolongnya mengatakan pernyataan setuju.Memang sepintas tak merugikan, Achilles menyediakan tempat sedangkan orang yang ditolongnya menyediakan tenaga."Jadi siapa nama mu?" tanya lelaki itu.Achilles mendongak, nafasnya sedikit memburu karena menggendong seekor kijang yang ternyata lumayan berat."Achilles" jawabnya.Lelaki itu mengangguk, dia tidak terlihat kesusahan sama sekali. Padahal dia membawa banyak hewan buruan dan keranjang buah. Achilles sampai ternganga jika kalian tahu."Lalu nama mu siapa?" benar sekali, Achilles sampai lupa menanyakan hal serupa itu padanya."Aku.." ujar lelaki itu menggantung."Kenapa? Apa jangan-jangan kamu lupa ingatan saat terjatuh itu!" pekik Achilles."Haha, benar sekali tapi tidak juga" ujar lelaki itu

  • The King Immortal   TK 18

    "Nggh.."Achilles tergugu ketika suara lenguhan menyapa telinganya.Matanya yang masih mengantuk dipaksakan terbuka dan melihat sekitar, ternyata lelaki yang diselamatkannya mulai sadarkan diri.Sontak Achilles langsung menghampirinya. Dengan pelan dan apatis dia menggoyangkan bahunya."Hey.. bangun.." ujar Achilles."Hm.. ahh" lelaki itu meringis memegangi kepalanya yang pusing."Dimana aku?" tanyanya."Kamu sudah sadar?" timpal Achilles bertanya."Aku ingin pingsan saja, dan tidak bangun lagi" ujar lelaki itu."Hah? Kalau begitu mati saja" timpal Achilles.Lelaki itu menggeleng, mati? Bukan, bukan itu kemauannya."Tidak. Aku hanya ingin tidur dengan waktu yang lama. Agar aku tak perlu mengetahui apa saja yang terjadi di dunia ini dan aku melupakan semua rasa sakit yang ada" ujar lelaki itu.

  • The King Immortal   TK 17

    Seminggu berlalu.Tak terasa saja, hari sudah berganti minggu. Selama itu pula Evan terbang. Tanpa beristirahat sejenak pun. Kalian bayangkan, tanpa beristirahat sejenak pun!.Rasa sedih, kecewa, sakit dan perasaan-perasaan lainnya yang menumpuk di hati lelaki itu, membuatnya berlaku demikian.Tak kuasa dengan semu itu dan ingin melupakannya, namun Evan berlaku salah. Keinginannya itu justru menyakiti dirinya sendiri.Saat ini pun dia juga masih belum tahu dimana?. Setelah beberapa hari lalu di terbang diatas air atau padang pasir. Kini dibawah kakinya terdapat daratan. Ada tanah yang bisa dia pijak.Nging!Brak!Kepala Evan tiba-tiba berdengung. Pandangannya mengabur dan dewa itu kehilangan keseimbangannya. Tubuhnya melayang jatuh kebawah, siap menghantam apa saja yang ada dibawahnya."Aku lelah.." gumam Evan memejamkan matanya.Ditempat lain

  • The King Immortal   TK 16

    Brak!Evan yang sedang melamun langsung terkejut ketika beberapa barang, jatuh tepat disampingnya.Dan si pelaku tampak menahan tangisnya, siapa lagi jika bukan Mikaila. Melihat sang ayah dengan nafas memburu seperti itu, lantas Evan berdiri menyamakan tinggi badannya."Cepat pergi dari sini" ujar Mikaila tegas."Ayah mengusir ku?" tanya Evan tak kuasa.Namun Mikaila enggan menjawab, hanya tangannya yang menunjukan arah kemana lelaki itu harus pergi."Aku tidak mau pergi ayah, aku akan tetap disi-""Kamu ingin ayah mati hah?!" ujar Mikaila berteriak."Kalau kamu tetap disini ayah akan bunuh diri!" tegasnya.Evan menggelengkan kepalanya, air mata sudah berada diujung pelupuk mata indah lelaki itu.Sret!Tanpa diduga, Mikaia membawa sebuah pisau runcing yang ia sembunyikan dibalik bajunya. Dan dengan

  • The King Immortal   TK 15

    Saat ini para penasehat, dewi Chanda, Aristaeus dan kepala jendral sedang berkumpul melaksanakan rapat setelah membagikan bantuan kepada rakyat tadi.Permasalahannya tak jauh soal penyerangan bangsa iblis dan perang yang memungkinkan akan terjadi."Kita tarik semua dewa dewi muda dan jadikan mereka bala tentara perang" ujar dewi Chanda."Itu berarti kita mengobarkan masa depan immortal, aku tidak akan setuju" timpal Aristaues."Aku tidak membutuhkan persetujuan mu" ujar dewi Chanda."Tanpa kuantitas, immortal bisa kalah. Atau kamu memang ingin kerajaan ini hancur hah?" imbuhnya."Saat ini tak ada yang bisa kita lakukan selain bertahan, tapi selama itu juga bukan berarti kita hanya diam" ujar salah satu jendral."Kita harus memperkuat pertahanan dan menyiapkan pasukan sebanyak mungkin untuk kemungkinan terburuk" imbuhnya."Lantas jendral setuju

  • The King Immortal   TK 14

    Kanagara sudah sadarkan diri, pangeran itu langsung mengeluhkan keadaan yang tengah mengelilinginya sekarang.Serangan, kerusakan, bangsa iblis, kemarahan rakyat, pelarian, prajurit, perang dan masalah-masalah lainnya. Membuat ia ingin tak sadarkan diri saja, sama seperti sang ayah yang saat ini sedang ditatapnya.Ya, untuk yang ke dua kalinya lelaki itu datang melihat raja di kamarnya. Tak ada yang berubah, orangtua itu terlihat damai nan asik dengan tidurnya."Aku bahkan tidak tahu bagaimana rasanya tangan itu mengelus kepala ku" ujar Kanagara di samping sang ayah."Sejak lahir, kita tak pernah bermain. Jika ayah sadar jangan marah melihat sikap ku ini ya" imbuhnya tersenyum lucu.Berharap sekali saja, ada jawaban dari raja. Jujur Kanagara sangat lelah, dia ingin menyerah pada kehidupannya, yang menjadi kenyataan adalah, kehidupan rakyat biasa lebih enak daripada mengemban nama pangeran.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status