Share

TK 10

Drrt!

Drrt!

Drrt!

Mikaila tiba-tiba menghentikan gerakan makannya, di ikuti sang isteri dan anaknya. Sesaat tadi dia mendengar suara, dibarengi dengan tanah yang mereka pijak terasa bergetar.

"Apa suara batu jatuh lagi?" tanya Evan.

Mikaila dan Austin saling pandang, tak lama kemudian mereka mengangguk. Mungkin benar batu di gunung kembali jatuh. Dan pasti benda itu cukup besar sampai getarannya sampai ke rumah.

Mereka bertiga pun kembali melanjutkan makannya, Evan kembali diam. Tapi justru perasaannya tiba-tiba tak karuan, entah karena apa. Padahal saat ini lelaki itu sedang bersama kedua orangtuanya.

Kebingungan itu membantu Evan menyelesaikan makannya dengan cepat, lantas seperti biasa, lelaki itu menunggu di ruang tamu sampai kedua orangtuanya selesai.

Tap!

Tap!

Tap!

Sret!

Evan mendudukkan bokongnya di kursi, tapi perasaannya kembali tak enak. Bahkan sekarang rasanya lebih gelisah. Evan memegangi dadanya, terdengar jantungnya berdetak lebih kencang.

"Apa aku sakit" gumam Evan.

Lelaki bangkit dari duduknya dan berjalan mondar-mandir. Kebingungan sendiri, menerka kenapa gerangan dirinya seperti ini sekarang.

Tap!

Tap!

Tap!

Evan sampai tak menyadari kehadiran Mikaila dan Austin, lelaki itu masih berjalan mondar-mandir, membuat dua orangtua itu merasa bersalah karena menyangka Evan pasti gelisah akibat mereka.

"Evan, jangan khawatir seperti itu sayang" tegur Austin.

Evan merasa terpanggil, dan ternyata ketika ia menoleh kedua orangtuanya sudah ada. Lantas dia pun langsung duduk, diikuti Mikaila dan Austin.

"Mau langsung diceritakan?" tanya Austin.

"Tentu" jawab Evan singkat.

"Baiklah, ayah dan ibu harap kamu percaya dengan cerita ini. Karena kami benar-benar jujur, tidak menambah atau menguranginya" ujar Mikaila.

Evan hanya mengangguk sekilas. Jika dulu dia sangat percaya kepada kedua orangtuanya, tapi sekarang setelah mereka berbohong sekali, tak menutup kemungkinan mereka bisa berbohong lagi kan?.

"Jadi, dulu.." Mikaila mulai menceritakan kejadian itu. Dimana pertama kali Evan ditemukan.

Flashback

Mikaila baru selesai mencari kayu di hutan, hari itu dia berniat menyetok bahan bakar untuk melebur besi yang mana akan dibuat senjata.

Karena hutan baru selesai diguyur hujan, kayu yang dia temukan sebagian berlumpur dan basah. Mikaila pun berinisiatif untuk mencucinya terlebih dahulu di sungai, biar basah, esok hari jika panas dia bisa menjemurnya dekat rumah.

Mikaila pun menaiki widewolfnya menuju salah satu sumber air itu. Tak membutuhkan waktu lama, karena sungai berada dekat dengan bibir hutan.

Sret!

Mikaila turun dari tunggangannya dan membawa serta kayu-kayu kotor tadi, dengan telaten dan tenang dia mencucinya dipinggir sungai. Air yang tenang membuat suasana terasa damai.

Beberapa saat mencuci, tak ada hal aneh terjadi. Namun tiba-tiba Mikaila merasa air yang dia pakai berubah warna, jika harusnya coklat karena lumpur, ini sedikit berwarna gelap. Dan bau.

Mikaila melihat sekeliling, dan dirinya terkejut melihat air sungai dari hulu mengalir dengan campuran warna merah, tak ingin panik lebih dulu, lelaki itu mencium air sungai lebih dulu untuk memastikan. Namun sepertinya dia harus terkejut karena warna itu memang berasal dari darah.

Tidak melihat ada sesuatu, Mikaila pun berjalan kearah hulu sungai karena penasaran. Batu-batu yang lumayan besar menghalangi pemandangannya.

"Apa ada orang disini?" teriak Mikaila.

Tap!

Tap!

Tap!

Lekaki itu terus berjalan, sampai menaiki sebuah batu yang ukurannya lebih besar daripada yang lain.

Sret!

Mikaila melihat sekeliling, tapi tidak ada apa-apa. Namun saat matanya turun kebawah, lelaki itu langsung terjengkang terkejut.

Brak!

Di bawah sana ada seseorang, dan sepertinya terluka parah. Setelah mengintip sekali lagi, dan memastikan orang itu tak sadarkan diri, Mikaila turun dan menghampirinya.

Sret!

Betapa sedihnya dia melihat sosok anak kecil dengan luka di kepalanya, darah bersimbah mengotori tubuhnya yang tak berbalut pakaian sedikit pun.

Mikaila mencoba mengecek detak jantungnya, dan ternyata masih ada. Meski lemah. Kulit anak itu sangat pucat, sesaat setelah membersihkan luka dan noda darah, Mikaila membuka pakaiannya dan membelikannya di tubuh anak itu.

Ternyata setelah bersih, wajahnya sangat tampan dan damai, Mikaila sampai memeluknya erat. Air matanya juga turun begitu saja tanpa disadari.

Karena takut terjadi apa-apa, Mikaila langsung melesat kerumah. Ketika sampai di sana, Austin menyambutnya dengan khawatir, apalagi setelah melihat sosok anak kecil dipangkuan suaminya itu.

Hatinya juga terenyuh ketika pertama kali melihat sosok anak kecil itu, dia langsung merasakan naluri seorang ibu yang sampai saat ini belum dia rasakan.

Mereka berdua pun setuju untuk merawat anak itu sampai sembuh, cukup lama karena anak itu tak sadarkan diri seminggu lamanya.

Barulah di hari kedelapan dia terbangun, Evan dan Mikaila senang bukan main. Apalagi ketika netra biru indah itu menatap keduanya.

"S-Siapa kalian? Dimana aku?" suara anak itu terdengar lembut sekali. Evan dan Austin tak bisa menahan senyumnya.

"Kamu berada-"

"Siapa aku.." ucapan Mikaila terpotong ketika mendengar lirihan anak itu.

"Kamu tidak ingat siapa diri kamu nak? Di mana kamu tinggal?" tanya Mikaila lembut.

Anak kecil itu kebingungan, matanya terlihat gelisah dan dia hanya bisa menggelengkan kepalanya.

Sepertinya dia lupa ingatan, Mikaila dan Austin jadi iba. Entah dorongan dari mana yang jelas keduanya langsung mengaku sebagai kedua orangtua anak itu.

"Kamu anak kami, ini ibu Austin dan dia ayah Mikaila" ujar Austin.

"Benarkan?"

"Ya sayang, kamu terluka setelah bermain" ujar Mikaila.

"Kalau begitu siapa nama ku?"

"Itu.. Evan, ya nama kamu Evander" jawab Mikaila diangguki Austin.

Anak lelaki yang diberi nama Evan itu tersenyum senang.

"Aku tidak bisa mengingat apa-apa, tapi jika kalian kedua orangtua ku. Aku senang" ujar Evan.

Mikaila dan Austin sontak memeluknya.

Dan sekarang anak kecil bernama Evan itu sudah besar. Dia masih belum mengingat masa lalunya.

"Jadi aku ini lupa ingatan?" tanya Evan.

Mikaila dan Austin mengangguk.

"Yasudah, kalau begitu aku tidak perlu mengingatnya" ujar Evan.

"Kalian menemukan aku dalam keadaan sekarat juga kan, mungkin orangtua kandung ku sudah menganggap aku mati" imbuhnya acuh.

"Bukan begitu nak, kamu harus tetap mengingat siapa orangtua kamu? Darimana asal kamu? Semua itu tak bisa kamu buang" ujar Mikaila lembut.

"Sebagai orangtua, kami tahu rasanya kehilangan seorang keluarga. Dan sebagai ibu, ibu tahu rasanya ditinggalkan, apalagi oleh anak tercinta" imbuh Austin.

"Ayah dan ibu tahu, ketika aku kecil aku percaya melihat kalian. Karena kalian penuh dengan aura baik," ujar Evan.

"Jadi, aku tak perlu lagi semua itu. Cukup kalian, orangtua ku, kita bertiga. Aku bahagia" imbuhnya.

"Tapi bagaimana jika kamu adalah sosok yang penting bagi immortal?" tanya Mikaila.

Evan terdiam, dia tak mengerti arah pembicaraan ayahnya.

"Lihat kami, kami hanya orang biasa. Tapi kamu, berbeda. Kekuatan kamu besar, sayap kamu juga indah. Bagaimana jika kamu adalah anggota kerajaan" ujar Mikaila.

"Bagaimana jika kamu adalah pangeran immortal yang hilang" imbuhnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status