Share

The Mafia: Last Mission
The Mafia: Last Mission
Author: Ahza Rumaisha

Bab 1. Tidurlah Denganku

"Rose!" 

Rosene mendongak mendengar namanya disebut. Ia menatap wanita berambut pirang di seberang. Itu tidak asli. Tidak seperti dirinya yang lebih menyukai warna rambut aslinya yang berwarna hitam. 

"Tolong selamatkan aku!" ucap gadis itu lagi.

Rosene menatap pria yang berdiri di samping Melanie. Moncong senjata mengarah pada kepala adiknya membuat Rosene seketika mengepal. 

Posisinya sangat tidak menguntungkan. Ia bisa saja menghabisi semua orang yang ada di ruangan ini. Tapi kenyataannya tidak begitu. 

Rosene malah berlutut di bawah todongan senjata beberapa pria yang tentu saja ia tahu satu persatu nama mereka karena pernah menjadi bawahannya. 

"Rosene," panggil seorang pria. Rosene menatap pria yang duduk di single sofa dengan posisi satu kaki bertumpu pada satu lainnya. 

Dia adalah Markus Alessandro, ketua klan Mafia Rossmoss, junjungannya. Pria yang ia hormati, ia segani sesuai dengan posisi dan jabatannya sebagai pemimpin tertinggi. Setidaknya, itu sampai kemarin. 

Sebelum akhirnya ia memutuskan untuk berhenti. Rosene Marino ingin pensiun dan hidup normal layaknya wanita biasa. Menikah dan memiliki anak. Tetapi tidak semudah itu. Sesuai kesepakatan, nyawa akan menjadi taruhannya jika ingin keluar dari klan. 

Rosene Marino salah satu anggota inti dari klan Rossmoss, otak dibalik kemenangan Rossmoss saat berhadapan dengan musuh. Berkat otak cemerlang Rosene Marino, Rossmoss dapat menguasai beberapa wilayah Klan lain.

Tentus saja Markus tidak akan melepaskan Rosene begitu saja. "Rosene, apa kau sudah memikirkannya matang-matang?" Markus bertanya pada mantan bawahannya. 

"Saya tidak akan pernah menarik ucapan yang telah keluar dari mulut saya." Rosene bersuara tegas. 

"Kalau begitu sayang sekali." 

Markus menatap gadis yang berlutut tak jauh darinya. Otak liarnya begitu menginginkan tubuh seksi dan menawan itu berada di ranjangnya. Tapi Rosene bukan gadis biasa. Wanita itu memiliki bola mata berwarna merah terang dan tatapan yang begitu mematikan. 

Wanita dengan seribu akal yang cerdik dan penuh perhitungan. Tentu tidak mudah membuat tubuh seksi itu berada di bawah kungkungannya. Atau nyawa bisa melayang. 

"Kau tahu, Rose. Aku paling tidak suka dikhianati." 

"Saya tidak pernah mengkhianati Anda, Tuan. Saya setia." Rosene masih saja berlutut. 

"Andai aku bisa memindahkan otakmu pada kepala orang lain, pasti aku sudah melakukannya," ucap Markus. Mendengar itu, Rosene terdiam. "Terlalu banyak yang kau ketahui tentang Rossmoss."

"Saya bersumpah tidak akan memberitahu siapapun," kata Rosene. 

"Siapa yang bisa menjamin?" 

"Anda bisa mengintai saya. Saya bersumpah saya hanya ingin kembali hidup normal." 

Markus mendengkus kasar. Negosiasi yang sangat membosankan. "Rosene," panggilnya lagi. 

"Ya, Tuan." 

"Kembalilah pada Rossmoss. Aku akan memberikan apapun yang kau inginkan. Kau bisa menjadi tangan kananku."

Ruangan jadi sepi tanpa suara. Rosene menatap Jack. Pria dengan senjata api di tangannya itu juga tengah menatapnya. Posisi orang kepercayaan diduduki oleh Jack, bagaimana bisa Markus memberikan pada dirinya. 

Dari semua posisi yang ada di klan, Jack adalah yang paling menjadi idaman bagi semua anggota Rossmoss. Beberapa keistimewaan didapat meski telah melakukan kesalahan. Tapi tidak dengan, Rosene. Itu semua tidak ada artinya bagi Rosene. 

"Maaf, Tuan. Saya tidak tertarik," ucap Rosene lantang. Markus mengepalkan tangan. 

"Kalau begitu kau harus terima akibatnya."

Markus melihat Jack. Pria itu segera mengongkang senjata dan mengacungkan ke arah Melanie.

Dorrr!

"Melanie!" 

Rosene hendak berlari, tapi tubuhnya ditahan oleh anak buah Markus. Rosene kembali bersimpuh. Markus tertawa. Rosene memandang Melanie. Rasa sakit yang tak terperikan. Melanie tertembak di paha. 

"Aku tidak apa-apa, Rose!" Melanie berkata lirih. Meski begitu, Rosene tahu, bahwa saudari perempuannya itu menahan kesakitan. 

Tersisa tiga amunisi. Sementara ada puluhan anggota Rossmoss di dalam ruangan. Tentu tidak cukup untuk menembaki mereka semua. 

"Menyerahlah! Kau tidak akan bisa melawan kami." Seolah tahu isi kepala Rosene saat ini, Markus berteriak kencang diiringi sisa-sisa tawa yang menyertainya. 

Rosene dapat membaca situasinya. Apa yang dilakukan Jack, hanya sebuah gertakan saja. Bisa jadi, Markus akan menyuruh melakukan hal yang lebih dari itu. Kalau sudah begitu. Apa yang harus ia lakukan. 

Rosene berusaha untuk membuat perhitungan. Tapi jalan satu-satunya adalah menyerah. Logikanya berkata bahwa ia haruslah hidup. Ia punya mimpi, dan masa depannya masih panjang. Ia tidak mau hidup sebagai anggota kelompok dunia hitam.

"Kau aku izinkan keluar dari klan, tapi...." Markus memandang Rose dengan senyum menyeringai. Rosene menengadah. Sudah ia duga. Sejak awal Rose sudah menduga ini akan terjadi. 

"Apa yang kalian inginkan?" Rosene lebih dulu menyela. 

"Pergi ke Dare Devil jadilah mata-mata. Laporkan semua pergerakan mereka padaku." 

Rosene terdiam, memandang Markus dengan tatapan membulat. Ia jelas kaget. Sedangkan yang dipandang malah menyeringai. Dare Devil? Itu artinya, ia harus berhadapan dengan Aaron, sang pemimpin tertinggi Klan. 

Rumor yang terdengar, bahwa Aaron adalah sosok yang kejam. Dan ia harus terlibat dengan pria semacam itu. Ah, bukankah dirinya juga termasuk dalam kelompok orang-orang seperti itu. 

Dare Devil adalah Klan terkuat, yang memiliki banyak anggota dan wilayah kekuasaan. Sekaligus musuh bebuyutan Klan Rossmoss. 

Hampir seluruh klan kecil hingga besar tunduk pada mereka. Tentu saja Rossmoss tidak termasuk. Bagi Markus, tidak ada kata tunduk pada lawan. 

"Setelah aku berhasil menaklukkan mereka, kau ku bebaskan." Markus mencuri lirik ke arah Melanie. "Ah adikmu juga akan bebas tentunya." 

Tangan Rosene mengepal. Ini jebakan. Pergi ke Dare Devil sama saja mengantar nyawa. Tidak ada kesempatan hidup bagi mata-mata yang masuk ke wilayah mereka. 

"Bagaimana, Rose?" 

Rosene terdiam.  Untuk saat ini, membelot atau jadi mata-mata. Sama saja hasil akhirnya, yaitu hilang nyawa. 

"Jangan mau Rose, kau bisa mati oleh mereka!" Melanie berteriak. Rosene mengumpat. Ia tahu itu. Markus melihat Jack. Pria itu segera mengongkang senjata dan mengacungkan ke arah Melanie.

Tetapi, Rosene juga tidak ingin mati sia-sia. Karena melawan Rossmoss, itu sama sekali tidak mungkin. Sedangkan pergi ke Daredevil, bukan juga pilihan yang baik. Tapi setidaknya dia harus mencoba, demi Melanie. 

"Kau terlalu lama membuang waktuku!" 

Markus menoleh. "Jack!" panggilnya. Pria itu mengangguk. Kepala Melanie menjadi sasaran moncong senjata Jack. 

"Aku bersedia!" Rosene segera berteriak. Seruan itu menarik perhatian semuanya termasuk Jack. Melanie membulatkan mata. Sementara Markus tertawa. 

"Turunkan senjatamu, Jack." Markus memberi perintah. Pria itu mengangguk. Sapu tangan di saku jas ditarik, lalu dibebatkan ke paha Melanie. 

"Bebaskan adikku. Dia tidak tahu apapun." 

"Hahahaha!" Tawa Markus memenuhi ruangan. "Kau akan mendapatkan apa yang kau inginkan, Sayang." Markus berdiri lalu berjalan menuju Rosene. 

Rosene menatap Markus dengan berani, saat pria itu menarik dagunya. "Kau memang keras kepala!" Sepersekian detik, Markus menyentakkan dagu itu. 

"Sesungguhnya aku punya pilihan ketiga, tapi aku ragu untuk mengatakannya," bisik Markus tepat di telinga Rosene. 

Rosene terdiam mendengarnya. Ini seperti bukan Markus yang selalu mengutarakan keinginannya tak peduli di segala situasi. 

"Kau ingin mendengarnya, Rosene?" 

"Ya, Tuan." Markus menarik sebelah sudut bibirnya. Lalu berkata.

"Tidurlah denganku." 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status