Share

Five - Spill It!

Tatapan mata Ai seperti jenderal perang yang siap menghadapi bahkan seribu pasukan pun, sendirian. Aku melirik Ali yang ada di belakangnya. Dia hanya mengedikkan bahu. Aku yakin, Kami yang dimaksud Ai tadi hanya mengacu pada dirinya. Bukan pada mereka berdua, karena Ali hanya mengangkat bahunya pasrah.

"Bisakah kita membicarakan hal ini besok? Aku amat lelah." Bujukku

.

"Tidak! Kau harus..."

"Ai, jangan memaksa." Ali mengingatkan pelan

"Tapi..." Gadis itu seperti cacing kepanasan sekarang. Dia tahu Ali benar di satu sisi, tapi di sisi Ai , rasa penasarannya butuh pelampiasan. Dan sekarang dia terbelah di antaranya.

"Aku yakin saat Kay siap, dia akan menceritakan padamu, oke, pada kita, sedetail mungkin. Tunggu saja, okay? Apa kau tak kasihan melihat wajahnya yang memelas itu? Give her a break. Let's call it a day. Ayo kita semua pulang" Aku memberikan tatapan penuh rasa terimakasih pada Ali. Sungguh. Hari ini, aku merasa amat beruntung karena dia ada di pihakku.

"Baiklah...."

Dan itu adalah alarm untukku mengakhiri hari ini. Aku butuh istirahat! Segera!

"See you tomorrow, then. Bye, guys."

***

Keesokan harinya seperti yang sudah aku duga, Ai muncul dengan wajah kusut di depanku.

"Aku tak bisa tidur semalaman. Maukah kau menceritakannya sekarang? Please?" Pintanya.

Seharusnya aku tidak ingin tertawa, tapi terlambat. Aku sudah tertawa melihatnya seperti itu. Wajahnya sungguh lebih kacau dari wajahku kemarin. Ai hanya merengut saja melihatku dengan tawa yang berderai - derai.

"Bisakah kita menunggu Ali?" Bujukku.

Dia mencebik, menampilkan puppy eyes dengan mata besarnya yang cantik itu. Biasanya selalu ampuh pada orang lain. Ali sekalipun. Tapi bagiku... hmm... You may try harder, girl.

"Aku malas menceritakan berulang - ulang Ai. Ya?"

"Baiklah." Dia mengalah akhirnya. Tau bahwa dia tak bisa memaksakan keberuntungannya lagi lebih jauh.

Kami menunggu Ali di kursi taman yang biasa kami duduki untuk janjian satu sama lain. Aku sibuk dengan bacaan jurnalku dan Ai yang hanya bertopang dagu tak sabar menunggu Ali datang. Kenapa aku tenang sekali hari ini? Karena aku merasa amat capek memikirkan hal yang belum pasti seperti kemarin. Kepalaku terlalu memikirkan banyak hal hingga akhirnya aku sendiri yang kelelahan di akhir hari. Padahal aku tidak melakukan apapun. Thesisku pun mangkrak. Belum disentuh lagi sejak dua hari kemarin. Tepatnya sejak hari Papa menelponku dan mengabarkan berita pernikahan tersebut.

Jadi sekarang aku akan berusaha untuk tidak memikirkannya. Memangnya aku bisa apa juga? Keputusan itu sudah final, tak mungkin ditangguhkan. Jadi, mari berdoa saja semoga suamiku... adalah orang yang menyenangkan, tidak terlalu menyakitkan mata untuk dipandang dan cukup tau kewajibannya sebagai seorang suami. Serta bukan orang yang suka cari ribut. Aku malas ribut. Aku itu cinta damai.

"Ali mana, sih." Dia menghentakkan kakinya beberapa kali ke tanah. Jelas terlihat tak sabar.

"Sabar sedikit. Kelas kita mulai mash satu jam lebih."

"Akan ku telpon dia. Bisa mati berdiri aku kalau harus menunggu satu jam lebih, lalu terpotong kelas." Aku hanya mengedikkan bahuku. Tersehmu saja, Sayang.

"Tu es ou?!" Tanyanya langsung tanpa basa basi menanyakan di mana keberadaan Ali sekarang. "Aku dan Kayra menunggumu di tempat biasa sedari tadi." Aku menoleh dengan tatapan menegur. Tolong, jangan bawa - bawa aku. Aku hanya diam di sini sedari tadi dengan Jurnalku, tidak menunggu siapa - siapa. Tapi tentu saja Ai pura - pura tidak melihatnya. "Cepatlah! Lima menit.!" Dan dia menutup telponnya, dilanjutkan dengan gerutuan lagi. "Dia sedang bersama anak undergraduate yang kita lihat di cafe tempo hari itu. Looks like he has a crush on her."

"Biarkan saja. Kan dia juga berusaha sendiri. Atau, kau keberatan sebenarnya kalau dia punya pacar?" Godaku.

"Iyewww, Apa - apaan! Nah itu dia, akhirnya datang juga. Ali!"

Aku menutup kedua telingaku saat Ai berseru memanggil Ali. Sungguh titsan Bilal yang luar biasa. Hanya saja salah gender. Ali yang baru saja datang, berjalan mendekat menuntun sepedanya.

"Aku tidak ingat kalau kita ada janjian di sini." Katanya.

"Memang tidak. Tapi Kay hanya mau bercerita kalau kita sudah komplit bertiga begini. So i need you here, okay." Jelas Ai sudah kembali pada mode princessnya.

"Fine." Ali menurut, menyandarkan sepedanya dan duduk di kursi yang masih kosong.

"Nah, jadi?"

Aku menyerah, Menutup jurnalku dan memperbaiki dudukku menghadap mereka. "Yah, jadi, i'm getting married." Kataku.

Reaksi yang kuterima berbeda - beda. Ai bengong, sedangkan Ali bersiul panjang.

"Jadi kau akan pulang ke Indonesia? Lalu Thesismu? Kapan?!"

Ali menegur Ai dengan lirikan matanya karena bertanya dengan tak sabar. Mereka tahu bahwa aku tak bisa pulang tanpa thesis itu. laporan sakti itu adalah tiketku pulang. Aku sudah bertahan disini selama tioga tahun, jadi mereka pasti bingung kalau aku menyerah sekarang. Saat sebentar lagi cita - citaku terwujud.

"Tidak. Mereka menikahkanku tanpa aku."

"What!! Memangnya ini jaman Siti Nurbaya atau bagaimana?!"

"Ai, Kamu bilang tadi kamu penasaran. Jadi diamlah dan dengarkan penjelasannya." Ali terlihat sudah amat pasrah dengan kelaluan Ai.

Mereka memang begitu. Tapi aku yang paling tau kalau mereka amat peduli satu sama lain. Aku tak akan kaget kalau suatu saat mereka akan berakhir bersama. Yah, itu kalau Ali berhenti jadi petualang cinta dan Ai berhenti menjadi feminist sejati. Baiklah, setidaknya, turunkan sedikit standardnya. Karena baginya tak ada pria yang cukup 'layak' untuk bersanding dengannya.

" Yah, itu saja. Kemarin lusa Papaku menelponku, untuk mengabarkan hal itu padaku.

Suasananya mendadak sunyi. Kutatapsatu persatu mereka yang masih memandang i ha g terdiam melihatnya dengan penuh pemahaman dan kepribadian. Kalian tentu saja tahu siapa yang memandangnya penuh keprihatinan.

Ali menegakkan tubuhnya dan menatapku tajam.

"Selamat Kay. Siapa yang menyangka kalau kamu adalah yang pertama yang akan melepaskan masa lajangnya di antara kita bertiga. You're going to be a wife." Ali tersenyum lucu. "Meskipun aku masih agak kaget, tapi aku teta p ingin menyampaikan selamat dengan tulus. Kapan akad nikahnya?"

"Akhir bulan ini. Dan setelahnya dia akan terbang menyusulku di sini. Aku sudah memberitahu Madam Fatima mengenai hal ini.

"APA?! AKHIR BULAN INI??

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status