Share

The Moment Of Us
The Moment Of Us
Author: Veedrya

One - Overlook

Aku terbangun kala mendengar nyanyian burung di luar jendela kamarku. Musim semi sudah menampakkan ujungnya. Rona musim panas kini sudah mulai terlihat. Silau dan panas.

Setelah menunaikan ibadah pagi tadi, aku kembali tertidur, karena aku tak punya kelas hingga nanti pukul sepuluh pagi. Aku menggunakan waktu luangku untuk mengisi kembali energiku, yang mana pada hal ini berarti adalah, tidur. Aku agak kelelahan setelah marathon mengerjakan proyek thesisku hingga tadi jam tiga subuh. Aku memang bekerja amat keras mengerjakannya agar aku bisa kembali ke negaraku tercinta, Indonesia. Tiga tahun adalah waktu yang amat cukup bagiku untuk menjelajah Paris, yang kata orang adalah kota yang paling romantis di dunia

Hanya saja, ironisnya, aku menjelajahinya sendirian. Tapi sebenarnya, memangnya apa sih, salahnya menjadi single?

Aku membereskan tempat tidurku dan kemudian mengambil handuk untuk mandi. Harus cepat. Teman Prancisku bilang padaku untuk mandi hanya sekali di musim dingin dan musim gugur, bahkan kadang musim semi sekalipun. Tapi... Tidak! Indonesian's proud. Kami di sana biasa mandi dua kali sehari. Minimal. I could deal with hunger, thirst, and poverty but i gotta say no to odor! Harap dicatat.

Sudah pukul sembilan lebih tiga puluh lima menit saat aku menyelesaikan mandiku. Aku menyambar apa saja yang bisa kupakai hari ini dan kemudian bergegas untuk berangkat ke kampus.

Sarapan? Sarapan itu apa? Kebanyakan pelajar, mahasiswa dan pekerja muda di Indonesia tidak mengenal apa itu sarapan. Mereka yang sudah tinggal di luar negeri pun kebanyakan masih begitu.

"Bonjour Madame Fatima!" Aku menyapa pemilik kamar yang kutempati saat ini. Seorang janda dari timur tengah yang tinggal di sini karena suaka politik. Wanita baik hati yang membiarkanku tinggal di rumahnya untuk menemaninya saat hampir semua asrama di sini menolakku karena alasan entah yang keberapa adalah, aku seorang muslim, dan alasan utamanya adalah, aku juga telat datang ke Prancis karena pesawat yang delay, sehingga aku juga terlambat untuk mengambil kunci kamarku. Kenangan yang tidak terlalu menyenangkan untuk diingat sekarang - sekarang ini. Aku amat beruntung bisa bertemu dengannya. "Maaf, aku ketiduran, jadi tidak bisa membantu anda menyiram tanaman hari ini!"

"C'est pas problem Cherie. Tak masalah, Sayang." Dia melambaikan tangannya, berkata bahwa itu bukanlah suatu masalah. "Hati - hati berangkat ke kampus." Lanjutnya masih dengan bahasa prancis dengan logat selatan yang di seret dan agak kurang jelas bagi telinga non native, apalagi yang masih belajar.

Aku melambai padanya selagi mengayuh sepedaku menjauh.

Aduh, aku harus amat bergegas jika tidak ingin terlambat. Professor yang mengajar kelas pertama hari ini agak sedikit... Galak? Dia tidak membiarkan siapapun yang terlambat di kelasnya memasuki ruangan kelas, walaupun hanya terlambat satu menit saja. terlambat baginya adalah terlambat.

***

"Kai! Kamu dari mana saja?!"

Yang barusan itu adalah Aliya. Teman baikku yang berasal dari Turki. Dulu saat pertama kali datang ke Prancis, dia adalah seorang hijabi, tapi karena teror islam phobia di Prancis semakin marak beberapa tahun belakang, untuk beberapa alasan, termasuk keamanan, dia akhirnya memutuskan untuk melepas hijabnya. Oh tidak, aku tidak akan menghakiminya, berhijab atau tidak, itu tetaplah haknya. Dan berhijab atau tidak, dia tetap Aliya, teman baikku.

Teman baik yang saling peduli satu sama lain.

"Aku tadi nyaris terlambat. Dan kelasnya sudah amat penuh, jadi aku duduk di depan." Jawabku.

Oh, mari kita berkenalan! Namaku adalah Kayra. teman - temanku di sini memanggilku Kay, tapi sebenarnya nama panggilanku adalah Rara. Nevermind! Dua - duanya tetap namaku, jadi bukan masalah besar. umurku dua puluh lima tahun. Dan aku adalah mahasiswa magister hukum di universitas Srobonnes Paris. Sekarang aku sedang mengerjakan Thesisku. Aku harus lulus tahun ini, atau aku harus membayar sendiri pendidikanku jika lebih dari batas waktu yang telah di tentukan oleh pemberi beasiswa, yaitu tiga tahun. Benar, aku kuliah di sini karena mendapatkan beasiswa.

"Aku kira kamu tidak masuk! Padahal aku sudah siapkan satu tempat buatmu di sebelahku tadi. Tapi sampai kelas mulai, kamu tidak telihat di manapun!" Dia berseru padaku.

"Calm down ma belle amie," Aku menenangkan. Dia memang begini, agak terlalu hobi panik. "Itu nggak akan terjadi. Absensiku selalu sempurna dan aku tidak ingin memulai debutnya absen bolong sekarang. Aku harus lulus tahun ini, Kau tau, kan."

"Aamiin." Dia mendoakan.

Kelas kami sudah berakhir. Kami akan kosong hingga nanti jam tiga sore untuk kuliah selanjutnya. Kami berdua masih terkikik saat berjalan ke luar kelas. Ai masih terus bercerita padaku tentang apapun. Ai, begitu aku memanggil temanku ini. Ajaibnya, aku dan Ai selalu saja memiliki jadwal dan kelas yang bersamaan, sejak semester satu dulu! Bikin merinding, deh. sebenarnya ada satu orang lain, namanya Ali, tapi sekarang kami tak tahu dia ada di mana.

Selain itu, aku juga tidak punya banyak teman di sini. Culture mereka yang individualist membuat aku yang pemalu ini selalu saja tambah malu untuk memulai berteman terlebih dulu.

Karena kami masih punya cukup waktu luang, aku dan Ai memutuskan untuk pergi ke restoran arab yang berada tak jauh dari kampus yang memang merupakan langganan kami selama berkuliah di sini. Alasannya, tentu saja karena pilihan makan kami amat terbatas. Memang ada kantin kampus, dan akan lebih nyaman sebenarnya jika kami makan siang di kampus, tapi masalahnya, terkadang mereka menyajikan babi, yang mana kami tidak bisa makan, jadi kami menilih untuk ke restaurant tersebut saja.

"Itu Ali!" Ai berseru saat melihat sosok teman dekat kami yang lain sedang duduk di beranda restoran kecil yang sedang kami tuju. "Kupikir dia tidur entah di mana. Ali! Ali!"

Laki - laki itu terlonjak di kursinya saat kamu mengagetkannya sambil tertawa - tawa. Hari ini dia terlihat amat serius menatap laptopnya. Dan Ali yang serius itu... hampir tidak pernah terjadi. Jadi, ada apakah ini?

"Kamu kenapa?" Tanyaku sembari duduk di kursi yang ada di depannya.

Bukannya menjawab, dia hanya berdehem. Aku melirik Ai, tapi gadis itu pun hanya mengedikkan bahunya tak tahu.

Dia kenapa, sih?

"Kalian menggangguku saja. Aku sedang mengerjakan essay, nih." Jawabnya tetap dengan mode serius.

Aku dan Ai mengerutkan kening kami. Essay? Tugas apa? Kenapa aku tidak ingat ada tugas apapun yang berhubungan dengan essay hari ini?

"Essay untuk tugas apa?" Ai bertanya sambil menyomot keripik kentang yang dibeli oleh Ali sebelumnya.

"Non, bukan tugas kita." Jawabnya pelan, seperti bergumam.

"Tapi kamu bilang tadi itu tugasmu! Dan kita punya jadwal dan kelas yang sama." Ai memprotes tidak terima.

"Punyanya dia, kok." Katanya pelan menunjuk seseorang dengan dagunya. Petunjuknya sampai pada kerumunan gadis - gadis yang mungkin dalam pendidikan strata satunya di meja yang lain. Wajahnya sedikit memerah, membuatku menyadari sesuatu.

Tapi aku tidak sempat bilang apapun karena teleponku berdering, menandakan panggilan masuk.

Papa?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status