Claudia mencermati secara saksama setiap ruangan hingga sudut koridor yang ia lewati. Setelah menjelajah singkat ke setiap kamar di lantai dua, ia pun menuruni tangga. Mata dengan iris hijau indahnya sempat melirik sepintas ke arah bengkel sebelum akhirnya pergi menuju dapur di bagian paling belakang. Sesuai ucapan Vice, penginapan ini benar-benar kosong tanpa satu orang pun tak terkecuali karyawan!“Sudah berapa lama tempat ini tidak mendapat tamu?” Claudia bertanya-tanya dalam hati. Telunjuknya mengusap kuat permukaan meja kayu untuk mengukur ketebalan debu.“Kenapa dia tidak pergi saja dari tempat ini dan mencari kehidupan yang lebih menjanjikan?” Anak perempuan itu terus menerka-nerka sambil mulai mencari sosok Vice Kyle yang sedari tadi tidak terlihat.Aneh dan juga sulit dijelaska
Alvi Veenessa Endley mengamati sekeliling dengan rasa penasaran yang berhasil disamarkan oleh mimik kaku di wajah. “Ishlindisz, inikah yang mau kau tunjukkan setelah membawaku berputar jauh ke arah barat daya kontinen tenggara?” tanyanya pada Vania En Laluna Ishlindisz.Tidak ada hal menarik yang bisa diceritakan selain bangunan-bangunan kosong dengan seluruh kaca jendela pecah total di mana serpihannya tampak berserakan di jalanan. Debu tebal juga menyamarkan warna aspal jalan menjadi coklat pasir. Lalu ada banyak sampah kertas yang entah sudah berapa tahun tergeletak di sana sampai-sampai tulisannya telah memudar.Kota mati Osteria dan Gharian merupakan dua kota bertetangga yang menjadi perbatasan langsung antara wilayah barat daya kontinen tenggara dengan kontinen barat. Sayangnya, akses keluar-masuk perbatasan dan kota telah disegel rapat-
Kerangka makhluk raksasa yang dahulu kala sempat dipuja-puja akan keagungan dan napas api seakan terbangun dari tidur abadinya. Makhluk yang hanya terdiri atas susunan tulang belulang itu meraung ganas seraya mengayun kasar tungkai kanan depan ke sisi kiri. Mengempas subjek-subjek gagal buangan Eins Stewart yang lebih dulu maju menyerang. Dengan segala keunggulan yang dimiliki, sang makhluk raksasa mengembuskan napas berat, sementara mata dengan iris semerah bara magma mengawasi makhluk-makhluk kerdil lainnya yang mulai merapat.Subjek-subjek buangan yang terempas berakhir dengan menubruk dinding bangunan dan memekik sakit. Meski demikian, mereka tetap berusaha bangkit walau struktur anatomi tubuh tampak semakin tak karuan. Dislokasi parah terlihat jelas pada sendi dan tulang mereka. Misalnya ada yang membungkuk permanen akibat tonjolan-tonjolan tak wajar pada tulang punggung seperti hendak mencuatkan sesu
Entah kenapa suasana di kota mati Gharian menjadi sedikit lebih hangat sejak pertemuan kembali dua tuan putri yang menjadi pewaris sah atas takhta Kerajaan Ishlindisz. Para subjek gagal menjadi lebih jinak dan berdiam di sudut-sudut tergelap kota. Sisa-sisa jiwa manusia yang masih tertinggal di dalam diri mereka seakan mengenali sang Tuan Putri.Vania dan Kim Hana akhirnya berhasil menemukan satu rumah bertingkat dua yang masih utuh baik luar maupun bagian dalam. Ada dua kamar tidur yang lengkap dengan kasur, penghangat ruangan, kotak obat serta beberapa pakaian yang mungkin bisa mereka pakai. Setidaknya malam ini mereka bisa terlindung dari serbuan angin malam yang semakin beku.“Endley, kau bisa masuk angin kalau terus di luar sini.” Vania berusaha memanjat ke atap rumah melalui balkon lantai dua.
Setiap kali Claudia membuka mata, ia selalu menemukan dirinya berada di tempat berbeda dengan orang berbeda pula. Tapi kali ini ia seperti terbangun dari mimpi di dalam mimpi. Tidak mungkin pemandangan di depan matanya adalah nyata. Tidak mungkin kakak yang selama ini berusaha ia cari muncul begitu saja di sampingnya. “Kak Vania...” Bibir Claudia bergumam tanpa mengeluarkan sedikit pun suara. Matanya masih terpaku tak percaya pada sosok wanita yang sedang tidur tengkurap dengan wajah menghadap ke arahnya. Claudia hendak bangkit dari baringan untuk memastikan ini semua bukanlah mimpi. Namun keraguan itu terjawab sudah oleh rasa sakit yang seketika menjalar ke seluruh tubuh terutama di bagian punggung. Rasa menyiksa itu bukanlah sesuatu yang bisa diproduksi oleh mimpi atau pun ilusi. Tapi kenapa kakaknya bisa ada di sini? Lagi pula, ini di mana?
Siang itu, api hitam kematian tampak membumbung tinggi membakar habis seluruh kota mati Gharian dan Osteria tanpa sedikit pun sisa. Kemunculan api yang menjadi momok menakutkan bagi Beta Urora itu sekaligus menjadi bukti nyata akan kehadiran sang Putri Kematian di kontinen tenggara. Wanita itu datang untuk memberi penghakiman atas tanah yang sudah tak memiliki harapan atau pun masa depan.“Alvi Veenessa Endley telah masuk ke wilayahmu. Kau tidak berencana menghentikannya?” tanya seorang pria dari balik bayang-bayang gelap teras taman istana Kerajaan Ishlindisz yang tak terjamah oleh cahaya matahari.Bangunan istana megah itu terletak di tengah-tengah kontinen tenggara dan selama berabad-abad telah menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Ishlindisz yang mencakup seluruh wilayah tenggara Beta Urora.Nuan
Pagar berkarat penginapan di jalur barat didorong kuat hingga menimbulkan bunyi berderit yang tak enak didengar telinga. 4 orang tampak melangkah masuk di mana Kim Hana berada di paling depan, lalu diikuti Claudia, Vania dan terakhir adalah Alvi.Mata mereka bergerak pelan meneliti cermat setiap sudut halaman. Suasana sepi membuat pendengaran menjadi lebih peka akan suara-suara kecil yang mungkin timbul. Namun sejauh ini tidak ada yang menarik perhatian selain suara jangkrik di musim panas serta debu tebal yang membuat hidung tak nyaman.Claudia berinisiatif pergi ke belakang penginapan. Berharap barangkali Vice Kyle ada di sana, tersenyum padanya dengan seruling di tangan. Sayangnya bayangan indah itu langsung buyar saat ia tidak menemukan siapa-siapa di antara hamparan padang rumput liar. Kekecewaan awal tidak membuat Claudia menyerah. Anak perempuan it
Sadar tidak sadar, sebuah nama ‘Vanishia’ tampak terukir di pergelangan tangan kiri Vania. Itu adalah nama baru yang ia terima saat perjanjian Kutukan-Pengikat-Jiwa selesai dibuat antara dirinya dengan Alvi Veenessa Endley sewaktu masih di kontinen timur. Nama itu sekaligus menjadi bukti atas penyerahan jiwanya sebagai seorang budak abadi pada sang Putri Kematian. Tentu saja setelah syarat perjanjian mereka diselesaikan Alvi.Pendaran cahaya kuning cerah yang keluar dari seluruh tubuh Vania merupakan reaksi pertama ketika nama pemberian itu dipanggil oleh sang Pemberi. Vania En Laluna Ishlindisz tidak punya kontrol apa-apa selain berubah menjadi senjata kematian Alvi. Namun, dikarenakan persyaratan perjanjian belum terpenuhi, maka Alvi sendiri belum bisa seutuhnya mengendalikan senjatanya ini. Bagaimana pun juga Vanishia masih merupakan wujud hidup yang memiliki akal dan pemikirannya sendiri.