Share

Ambang Perceraian.

Farah masih memeluk Micko dengan erat bahkan Micko membalas pelukannya. Masih teringat bagaimana ia jatuh cinta dengan Micko, begitu pula sebaliknya ia tak tahan lagi untuk mencium nya namun keadaannya tak memungkin untuk mereka bisa berciuman.

“Apa rencana’mu?.”tanya Farah.

“Akan lakukan yang terbaik.”

“Aku akan terus menunggu’mu.”katanya yang masih berharap untuk bisa berduaan kembali dengan Micko. Micko yang tahu bahwa Farah mengandung anaknya, mengelus perut Farah, “Hai, sayang. Tunggu papa yaa.”katanya yang sembari berbicara kepada anak yang di kandung Farah, sedangkan Farah yang mendengar Micko mengatakan hal itu merasa senang bahwa dirinya masih di perhatikan oleh Micko.

“Aku tidak akan pernah menggugurkan kandungan’ku. Karena kamu mau tanggung jawab atas perbuatan kamu.”

“Jaga kandungan’mu.”

“Sebelum kamu pergi, aku minta aktifin kembali nomor aku, aku sama sekali nggak bisa hubungi kamu.”

“Aku nggak pernah block nomor kamu?.”katanya yang curiga dengan istrinya.  

“Kamu yakin?.”

“Aku yakin. Aku tidak pernah block atau hapus nomor kamu. Bentar aku lihat.”Micko mengeluarkan handphone’nya dan ia melihat nomor Farah bukan hanya di block tapi juga di hapus oleh Nafa.

“Siapa? Istri kamu’kan?.”

“Aku nggak tahu, sayang.”katanya yang sembari membelai pipi Farah. Farah yang melihat tatapan mata Micko, ia tahu bahwa Micko jujur kepada dirinya, “Berapa nomor kamu? Masih sama?.”

“Masih sama. Aku nggak pernah ganti nomor.”

“Oke, nanti aku yang hubungin kamu.”katanya yang mau dengan segera menemui Nafa.

“Hati-hati.”

Micko mengecup kening Farah, ia pergi meninggalkan Farah dan menuju rumah anak dan istrinya. Mobilnya menderu ia tak tahan lagi dengan sikap Nafa yang akhir-akhir ini memperparah hubungan dirinya. Ia bahkan tak ingin lagi hidup bersama. Ia tahu bahwa ia akan menimbulkan luka yang sama dengan kedua orang tuanya.

Micko tiba di rumahnya, beberapa petugas yang melihat menghindar takut-takut dirinya akan di lindas oleh bosnya sendiri. Jam rumah menunjukkan pukul 23:00. Nafa yang tahu suaminya pulang , ia pura-pura tidur dengan pulas. Micko yang emosi masuk ke dalam kamar dan menarik selimut yang di kenakan Nafa,

“Apa-apaan kamu?.”kata Micko dengan kasar.

“Bukannya nyapa atau apa sama istri main kasar saja yaa kamu.”

“’kan sudah jelas waktu itu peraturan kita, nggak ada yang boleh megang handphone terus kenapa kamu megang handphone aku?.”

“’Kan aku istri kamu yaa berhak lah.”katanya ngotot.

“Memang kamu berhak tapi bukan menghapus nomor orang!!.”katanya marah. Nafa mulai ketakutan ia berlagak tak tahu padahal ia tahu.

== Lima Bulan Yang Lalu==

Micko yang pada saat itu sedang mengajak anak ketiganya, Villareal, yang masih kecil bermain tak sengaja meninggalkan handphonenya. Ia menaruh di atas meja makan. Nafa yang saat itu sedang baru bangun tidur dan mau menuju ke dapur ia tak sengaja melihat handphone Micko. Ia melihat bahwa handphone di berikan kode, awalnya ia ingat akan peraturan yang diberikan oleh suaminya itu jangan pernah menyentuh namun karena rasa curiga ia ingin membukanya, tepat pada saat yang bersamaan Nicko anak keduanya hendak mengambil air minum di dapur melihat handphone ayahnya,

“Kenapa, ma?.”tanya Nicko.

“Ini HP papa?.”

“Iya.”

“Papa, dimana?.”

“Lagi ajakin Villa.”

“Oohh yaa sudah.”

“Nicko, mau lanjut belajar dulu yaa.”

“Iya.”

Nafa akhirnya mencoba membuka ia gagal namun ketika ia melihat Micko menuju ke arah dapur ia pura-pura tak melihat dan menjauh dari suaminya itu. Ia berusaha mencari tahu sandi apa yang di gunakan oleh suaminya. Ternyata sebuah angka yang bukan tanggal lahir dirinya atau ketiga anaknya, ia melihat dan berusaha mengingat sandi itu.

Seperginya Micko dari dapur ia berusaha membuka HP suaminya itu. Dia membaca beberapa pesan yang baru saja ia balas, ia tahu bahwa suaminya main belakang ia bahkan ingin melabrak wanita simpanannya itu. Benar saja ketika ia mendengar dari beberapa pihak kantor bahwa suaminya main belakang dengan seorang gadis yang masih cantik dan muda. Ia yang sudah tak curiga lagi, memblock nomor Farah dan menghapusnya dari contact nomor suaminya. Ia tahu bahwa ia pasti akan ketahuan.

==  Lima Bulan Setelah Kejadian ==

“Jangan bohong kamu!.”seru Micko.

“Aku nggak bohong.”

Micko yang tertawa kecil berusaha untuk tenang, “Masih mau bohong? Eh, inget nggak tiga minggu yang lalu???.”katanya dengan marah.

“Aku ‘kan cuman ambil air minum.”

“Halah, brengsek yaa kamu!! Mau ngaku atau aku seret anak kamu, Nicko?.”

Nafa yang mendengar bahwa ia di ancam mau tak mau mengaku, “Iya, aku yang ngelakuin.”katanya yang harus mengakui perbuatannya.

“Bagus!!.”

“Lalu, apa mau kamu?.”

“Cerai. Aku sudah tidak tahan dengan kamu.”katanya yang mengakui.

Nafa yang mendengarnya bagaikan di sambar petir. Ia tak tahu bahwa perbuatannya malah membuat dirinya celaka lagi dan lagi, entah bagaimana wanita ini bisa bertahan dengan kehidupannya yang sangat-sangat berantakan dari sekolah saja ia sudah di cap sebagai pembuat onar hingga sekarang, “Pantas saja tidak ada satu orang pun yang mau sama kamu ternyata kamu juga begitu nggak bisa ikutin aturan main kamu ya.”jengah Micko.

“Micko, tolong!.”katanya yang berusaha mempertahan rumah tangganya.

“Tolong apa?.”

“Jangan tinggalin aku sama anak-anak.”

“Enak banged kamu ngomong gitu sama aku. Aku yang kerja tapi dompet aku aja sama kamu baru sekarang ini aja aku berani ambil, sisanya kamu hura-hura pakai uang aku.”jengah Micko sekali lagi.

Aahh…aku ketahuan kata Nafa dalam hatinya. Bibirnya kelu tak bisa membalas pernyataan Micko. Hidupnya hanya menjadi serpihan hati yang patah, ia berfikir mungkin’kah bahwa benar yang selalu dikatakan oleh ayah’nya bahwa ia seorang pembawa masalah saja.

Ia tak pernah merasakan sehina ini rumah tangganya diambang perceraian lalu dia bisa apalagi jika Micko benar-benar melakukan itu. Ia tak mampu menahan malu yang di torehkan kembali oleh keluarganya sendiri. Ia bahkan ingin sekali berlindung di belakang punggung ibu atasannya itu, Danita.  

“Micko, tolong!.”

“Nggak akan. Kamu sendiri sudah berapa kali ngelakuin ini sama aku. Giliran ketahuan ngumpet di belakang punggung Ibu Bos. Gimana nggak seperti anak kecil.”katanya yang garang.

“Micko, tolong jangan ceraikan aku.”

“Belang kamu sudah ketahuan semuanya sama aku. Sudah lah berhenti bersandiwara.”

“Micko, aku bakalan lakuin apa saja asal kamu jangan ceraikan aku.”katanya yang mulai menitik’kan air matanya.

“Masa bodoh.”kata Micko.

Micko yang sudah terlanjur emosi mengambil kopernya dan mengeluarkan bajunya. Ia berusaha untuk kabur lagi dari rumah itu dengan membawa pakaiannya, Nafa berusaha mencegahnya namun Micko tahu bahwa ia mencegahnya hanya demi alasan anak, bahkan ia tak mau mengakui bahwa dirinya memegang kartu as Nafa.

“Kamu selingkuh’kan di belakang aku?.”tanya Micko. Nafa yang mendengarnya kaget setengah mati tadi dia bilang mau cerai berarti Micko tahu bahwa Nafa juga ikutan selingkuh, “Mau ngomong apa kamu? Nggak bisa ngomong’kan?.”

“Tahu darimana kamu?.”

“Halah sudah aku capek. Aku bakalan urus surat-surat perceraian kita.”katanya yang sembari meninggalkan Nafa seorang diri di kamar.

Nafa berusaha mengejar namun langkahnya lebih cepat Micko. Micko sudah keluar lagi dari rumahnya entah untuk berapa hari ia tahu bahwa ia tidak akan melihat Micko lagi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status