Hari yang panas di kota Los Angeles. Sebuah mobil Bentley mewah berhenti di lapangan parkir depan gedung kehakiman kota ramai penduduk tersebut. Sekian pasang mata sontak menoleh pada kendaraan roda empat berwarna hitam legam. Semua tahu siapa pemiliknya.
Mereka yang berjenis kelamin wanita sontak tersenyum sambil berbisik-bisik pada teman di sebelah, sementara mereka yang berjenis kelamin laki-laki sontak memancarkan aura iri pada pemilik Bentley yang kini mulai menapakkan kaki turun dari mobil. Jasnya berwarna abu-abu tua. Hem lengan panjang di dalam berwarna hitam dengan dasi perak gelap. Tingginya sekitar 185 sentimeter ke atas dengan rambut hitam barusan disugar menggunakan beberapa jari. Lelaki berkelas itu melirik namanya yang terletak di depan bumper mobil. Menandakan space parkir ini adalah khusus untuknya. Xavion Young – Prosecutor Senior. Nama serta jabatan tertera sangat rapi di plang tersebut. Usianya baru 35 tahun, tetapi sudah menggapai jabatan Jaksa Penuntut Umum Senior. Apa karena dia memang sedemikian piawai menguasai ruang sidang, atau karena ayah, kakek, dan seluruh keluarganya merupakan bagian dari sistem hukum dan politik negara Paman Sam? “Morning, Xavion,” sapa wanita silih berganti seiring kaki sang lelaki memasuki gedung kehakiman menuju ruang kerjanya di lantai dua. Xavion mengangguk, hanya tersenyum karena dia tidak ingat nama wanita yang menyapanya. Entah tidak ingat, entah tidak tahu. Yang penting, tetap membalas dengan sebuah senyuman. Karena saat dia tersenyum seperti itu saja hati para wanita sudah seperti bunga yang kembali bersemi setelah layu dan nyaris mati. Memang ada sesuatu dalam aura Xavion yang membuat kaum hawa seakan rela bertekuk lutut tanpa alasan yang jelas di depannya. Atau mungkin ... bertekuk lutut di ranjang. Sudah terbiasa menjadi pusat perhatian di kantornya, Xavion terus melangkah. Bukan salahnya jika dia memiliki paras terlalu tampan hingga diimpikan oleh banyak orang mulai dari yang masih berusia 20 tahun hingga hakim wanita senior nyaris pensiun di usia 55 tahun. Tubuh gagah berototnya selalu terbalut jas secara sempurna saat di kantor. Nanti, setelah pulang dan dia bersenang-senang di pub bersama dua sahabat, barulah jas itu dibuka dan kita bisa melihat betapa bidang dada lelaki tersebut. Pagi ini pikirannya sedikit berat karena ada kasus sulit yang sedang ditangani. Sudah tiga bulan terakhir ia mempersiapkan dakwaan terhadap seorang tangan kanan bos mafia terkejam di Los Angeles yang berhasil ditangkap oleh kepolisian. ‘Aku harus segera menyusun dakwaan yang baru karena yang lama rentan terhadap cacat hukum. Kalau saja pihak pembela tahu bahwa laboratorium polisi melakukan kesalahan berupa sample yang terba—‘ “WHAT THE HELL!” “HOT! FUCKING HOT!” Mendadak Xavion berteriak kencang ketika ia bertubrukan dengan seorang wanita muda dan bagian perut serta pahanya terasa panas. Tentu saja panas! Ada kopi berasap mengepul yang tersiram ke tubuhnya. “Ya, Tuhan! Maafkan saya! Maafkan saya!” pekik perempuan itu sungguh panik. Rambut hitam kecokelatan tergerai setengah punggung. Make up sederhana di wajah sama sekali tidak menarik. Pemilihan baju kuno bahkan melelahkan untuk dilihat. Terakhir, tangan ceroboh yangg menumpahkan kopi panas pada Jaksa Penuntut Umum paling terkenal di kota tersebut. “Apa kamu buta, hah! Di mana matamu!” bentak Xavion. “Fucking janitor!” Bahkan, perempuan itu dikira seorang pembersih oleh Tuan Muda Young saking lusuh penampilannya. Wanita itu menahan isak. Sebisa mungkin mengatasi kepanikannya. Ia berusaha membersihkan bekas tumpahan kopi di setelan jas mahal dengan menggunakan telapak tangan. Xavion bisa melihat punggung tangan wanita itu merah melepuh terkena kopi panas yang baru saja tumpah. Akan tetapi, sepertinya segala rasa sakit ditahan saking merasa bersalah padanya. “Sudah, cukup! Jangan sentuh aku lagi!” bentak Xavion mendorong wanita itu hingga mundur dua atau tiga langkah ke belakang. Bernapas terengah, wajah kuyu sang perempuan menunduk lesu. Sama sekali tak berani menatap lelaki tinggi besar di hadapannya. “Maafkan saya. Tolong, saya mohon, maafkan saya.” “The fuck is wrong with you! Tidakkah kamu mempunyai mata, hah!” desis Tuan Muda Young mengusap-usap jas serta celananya yang sudah kotor tidak karuan. “Shit! Ini adalah jas baru! Kamu bodoh sekali!” Mendongakkan wajah sedikit, mata bundar nampak berkaca-kaca. “Saya akan membawanya ke laundry untuk dibersihkan. Kalau nodanya tidak bisa hilang, saya akan menggantinya.” Xavion tertawa mengejek, “Kamu? Mau mengganti jas Armani-ku?” Melihat dari penampilan ketinggalan jaman sang wanita serta berbagai barang murahan yang menempel di tubuh berkulit putih tersebut, yah ... memang sangat meragukan kalau dia bisa memberikan ganti rugi. “Tidak usah mengganti jas Armani-ku, membayar biaya laundry-nya saja kamu tidak akan sanggup!” lanjut putra dari politisi senior paling terkenal di Los Angeles mendengkus kesal. Tak menjawab, wanita itu kembali menunduk dan hanya meremas-remas jemarinya sendiri karena gugup serta takut. Mata sang jaksa tampan kembali melihat punggung tangan yang merah dan melepuh. Kasihan? Entah ... dia masih terlalu marah untuk bisa merasakan apa pun pada wanita tersebut. Suara hak tinggi menghentak lantai terdengar, disusul seorang wanita memekik kencang. “Ya, ampun, Xavion! Apa yang terjadi padamu! Kenapa bajumu kotor semua!” Menoleh ke kanan, tampak seorang perempuan cantik, seksi, serta terlihat sangat terpelajar menghampiri. Kalau yang satu ini Xavion sangat tahu siapa, tidak seperti wanita yang barusan menodai jas barunya. Begitu melihat dua buah cup cofee ukuran medium dan large terkapar di atas lantai dengan posisi tutup terbuka di mana isinya berceceran, wanita itu menjerit lagi. “Hanae Tan! Kamu memang tolol tidak tanggung-tanggung! Kebodohan dan kecerobohanmu itu natural sekali, ya! Stupid!” bentaknya, bahkan dengan tega mengejek seperti itu. Kening Xavion mengernyit sesaat, ‘Oh, jadi nama perempuan itu Hanae Tan? Fanty benar, sepertinya wanita itu memang bodoh dan tolol?’ kesalnya ikut memaki dalam hati. “Maafkan saya, Miss Fanty. Saya sungguh tidak sengaja. Saya berjalan biasa, tetapi Tuan ini mendadak menubruk saya. Beliau berjalan menunduk, tidak melihat saya yang melintas di de—“ “Tutup mulutmu, anak magang sialan!” Wanita bernama Fanty memotong kalimat dengan pedas. “Jadi, kamu mau menyalahkan Xavion atas apa yang baru saja terjadi, hah! Kurang ajar!” “Apa kamu tidak tahu kalau Xavion adalah bosmu selama magang di gedung kehakiman! Dasar, tolol!” “Hah?” Baik Xavion maupun Hanae sama-sama memekik dengan ketidakpercayaan.Tepat saat dia berkata begitu, munculah dua orang polisi masuk ke dalam ruangan. “Selamat siang, saya adalah Letnan Jackman, dan ini Letnan Cruz. Kami yang menyelidiki pembunuhan Lilac Cheng.”“Atas dasar apa kepolisian menahan klien saya?” senyum Corry menghadapi polisi dengan tenang.Salah satu detektif berkata, “Kami berhasil menangkap pembunuh bayaran yan disewa oleh Gladys Young untuk membunuh Lilac Cheng. Dia sudah mengakui semuanya dan memberikan bukti-bukti berupa uang yang diserahkan oleh Nyonya Young di sini.”“Jadi, sepertinya Anda memilih pembunuh bayaran yang salah, Nyonya Young. Karena dia adalah pembunuh bayaran yang menyimpan semua bukti-bukti pembunuhan yang dia lakukan, serta siapa yang menyuruhnya.”Detektis satunya tertawa pelan, “Ya, dia sudah sedia payung sebelum hujan.”Xavion saling pandang dengan Corry sang pengacara. Di mana pembela tersebut merasa kasus ini akan menjadi kasus yang sulit.“Mom? Please, M
Mendengar ibunya ditangkap polisi atas kasus pembunuhan Lilac Cheng, betapa terkejut hati Xavion. Ia memang sudah menduga ibunya yang melakukan hal tersebut, hanya saja tidak menyangka akan sampai terungkap oleh polisi. Meninggalkan klinik tempatnya mengetes DNA dengan Hanae, mobil Bentley mewahnya segera meluncur ke kantor polisi tempat ibunya ditahan. Sempat berselisih paham dengan beberapa orang petugas polisi yang melarangnya menemui Gladys, tetapi akhirnya ia diijinkan. Mengingat yang datang adalah jaksa terbaik di Los Angeles, orang yang berjasa memenjarakan banyak tangkapan polisi, maka ia mendapatkan perlakukan khusus. “Jangan lama-lama. Maksimal 10 menit saja dan kamu sudah harus keluar. Dari apa yang aku dengar, ibumu sudah memanggil pengacara terbaik.” Mengangguk, Xavion kemudian bergegas menuju ruang interogasi di mana ibunya sedang disekap di sana. “Mommy!” engahnya saat melihat sang ibu duduk d
Ezra memandangi dengan gamang. Meski ada keraguan, tetapi dia juga tahu Xavion tidak segila itu merancang semua kebohongan ini hanya untuk bisa bersama Hanae. Tahu kalau sahabatnya tidak segila itu untuk meniduri adiknya sendiri.“Kita tes DNA siang ini saja. Aku ada sidang sebentar lagi, jadi sebaiknya kita bergegas,” ucap Ezra menghela pasrah. Baginya, kebahagiaan Hanae adalah yang terpenting. Kalau memang ternyata Xavion dan adik angkatnya tidak memiliki hubungan darah, apa haknya untuk melarang mereka bersatu?Bergandengan tangan, Hanae bergelayut mesra di lengan kekar mantan kekasih yang sebentar lagi akan kembali menjadi kekasih. “Xavion,” panggilnya manja.“Apa?” jawab jaksa tampan dengan gemas.“Selama tidak bersamaku, kamu tidak bersama wanita lain, ‘kan?” kikik Hanae berbisik.Tawa Xavion berderai. Tawa lepas pertama yang ia keluarkan dari bibir setelah hampir satu bulan terakhir didera berbagai rasa pilu menyayat.
Ezra merasa heran dengan permintaan Xavion. Apalagi, sahabatnya itu memintanya untuk mengajak Hanae dalam pertemuan mereka. Namun, karena terdengar sangat penting dan mengingat situasi saat ini tidak setenang serta seaman sebelumnya, tidak ada salahnya jika dia memenuhi keinginan tersebut, bukan?Duduk berdampingan dengan adik angkatnya di sebuah meja restoran, Ezra melihat bagaimana wajah Hanae nampak tegang. Tahu kalau sang wanita pasti gugup akan bertemu dengan lelaki yang dicintai.“Itu dia datang,” gumam Ezra menunjuk ke arah pintu masuk.Mata Hanae mengikuti gerakan telunjuk sang kakak. Dari pintu masuk restoran nampak seorang lelaki tinggi besar dan gagah sedang berjalan menggunakan longcoat ke arah meja mereka.‘Tuhan, kenapa dia terlihat semakin tampan?’ engah Hanae menahan rasa pedih dalam hati. Ia remas jemarinya yang ada di bawah meja. Kegugupan melanda, bingung harus bersikap apa.Xavion segera duduk di kursi yang b
“Bagaimana caramu tes DNA? Ayahmu sudah meninggal dan dikubur selama 22 tahun. Hasil tes DNA ini pasti palsu. Siapa yang memberikannya padamu? Kamu tidak boleh percaya berita bohong seperti ini, Xavion!” engah Nyonya Besar Young masih mencoba keberuntungan di detik-detik terakhir.“What do you think I am, Mom? Stupid? Aku tidak bodoh, Mommy!” kekeh Xavion menatap kian tajam dan benci pada ibunya. “Aku menggali makam Daddy dan melakukan tes DNA sendiri. Hasilnya, sangat akurat dengan semua yang kuketahui akhir-akhir ini!”Gladys terengah. Jika ada pepatah mati kutu, itulah yang dia rasakan sekarang ini. Tidak bisa menjawab apa pun, tak mau mengakui apa pun.“Aku anak siapa, Mommy?” seringai Xavion, meski ia sudah tahu jawabannya. Sunyi, ibunya menunduk dan terdiam.Ejekan Xavion kembali terdengr, “Ironis sekali, bukan? Aku yang biasa disebut Tuan Muda Young ternyata bukanlah putra kandung Billy Young.”“Justru Hanae yang dari pan
“Hemofilia adalah kelainan yang terjadi akibat keturunan. Orang dengan hemofilia tidak memiliki zat tertentu secara cukup untuk bisa membuat darah beku dan berhenti menetes saat luka,” terang dokter pada Xavion. “Ayah atau ibumu tidak pernah mengatakan ini padamu? Apa sejak kecil kamu tidak pernah terluka?”Xavion terengah mendengar hal itu. Batin sontak mengorek kenangan, mencari apakah ia pernah terluka dan mengalami kondisi hemofilia seperti sekarang.“Aku ... uhm, tergores pisau atau pinggiran kaleng tajam sepertinya pernah. Hanya luka kecil? Aku tidak tahu, aku tidak ingat,” gelengnya bingung. Dokter kemudian menunjuk keningnya. “Bagaimana dengan luka di pojok dahi Anda? Itu seperti bekas jahitan. Mungkin dulu saat kecil Anda pernah mengalami kepala bocor?”Secara reflek, Xavion mengusap kepalanya. Ia rasakan di pojok dahi bahwa memang ada seperti bekas jahitan di mana kulit terasa bergelombang. “Kalau tidak salah, saat usiaku 11 tahun ... a