“Apa katamu!” engah Xavion menatap tak percaya pada teman satu timnya. “Dia ... aku akan menjadi bosnya?”
Fanty mengangguk, “Iya, dia akan menjadi anak buahmu. Dia sedang magang selama tiga bulan di sini dan ditugaskan di tempat kita.” Wanita cantik yang terlihat berpendidikan tersebut melirik malas pada Hanae. Ia terkekeh sambil mengejek, “Aku juga tidak tahu kenapa kita sungguh sial sampai diberi pekerja magang seperti dia!” “Lihat saja! Penampilannya bagai orang yang baru saja keluar dari mesin waktu 500 tahun lalu!” gelaknya mencibir gaya pakaian Hanae yang memang tidak up to date. Yang sedang diejek hanya menunduk sambil meremat jemari sendiri. Selain panas dan melepuh tipis, hatinya pun ikut panas karena ditertawakan oleh Fanty. Akan tetapi, apa yang bisa dia perbuat? Xavion menggeleng, “Aku tidak ada waktu untuk ini! Aku ada sidang pagi ini dan ... fuck! Dan sekarang aku harus berganti pakaian dengan yang baru!” Ia menatap tajam pada Hanae, “Kalau sampai aku kalah di sidang pagi ini, kamu harus bertanggung jawab! Sialan!” desisnya teramat kesal. Lalu, sang lelaki cepat pergi meninggalkan lokasi panas tempatnya tersiram kopi. Ketika ia melangkah, aroma tubuhnya tertinggal di penciuman Hanae. Sebuah nuansa marine segar membawanya seakan sedang berlari di tepi pantai. “Heh! Malah melamun!” bentak Fanty mendorong kasar kening Hanae dengan telunjuknya. “Ma-maaf!” engah Hanae segera menghentikan lamunannya. Fanty terkikik dan suaranya semakin terdengar merendahkan, “Kamu jangan bermimpi bisa mendapat perhatian dari Xavion!” “Wanita jelek sepertimua tidak akan dia toleh meski sedetik! Melihatmu saja dia sudah mual, tahu tidak? Kalau kamu sampai berharap bisa mendapatkan perhatiannya meski sedikit, berarti kamu sungguh delusional!” Hanae tertunduk lesu. Ya, dia tahu memang di mata siapa pun dia tidak cantik. Orang malas melihatnya dan Fanty bukan orang pertama yang berkomentar mengenai gaya berpakaiannya. Akan tetapi, apa yang mau dia lakukan? Kuliah saja full menggunakan beasiswa pemerintah. Baju yang sekarang dia pakai adalah hasil sumbangan yang diberikan kepala panti asuhan untuknya. Panti asuhan? Iya, Hanae Liason Tan adalah seorang gadis miskin dari pinggir kota yang keberadaannya terlupakan oleh dunia. Lahir dari sebuah hubungan gelap kaum kelas atas membuat dia terbuang di panti asuhan tanpa pernah tahu siapa sebenarnya kedua orang tua. Biaa mendapat kuliah dan sekolah hukum secara gratis saja sudah sebuah keajaiban baginya. Dia sangat tidak ingin mencari masalah. Hanya saja, sepertinya masalah yang gemar mencarinya. Terbukti dengan menumpahkan kopi di jas mahal sang Prosecutor menawan. “Bersihkan kotoran ini sekarang juga! Jangan sampai ada kotoran tersisa atau akan mengatakan pada bagian karyawan kalau kamu kerjanya jelek!” ancam Fanty dengan seringai sinis dan tatap muak pada gadis malang tersebut. Mengangguk, Hanae segera menunduk dan mengambil dua buat cup cofee yang sudah terguling di atas lantai. Meski tangannya terasa perih, tetapi ia tahan semua dan segera mencari cleaning service agar lantai kembali bersih. Selama ia mencari cleaning service, tatap melihat ke sekitar pada orang berlalu lalang di gedung kehakiman. Para pengacara, itu cita-citanya. Saat melihat pengacara lelaki atau perempuan ia selalu tersenyum. Berharap suatu hari nanti namanya akan bersinar di gedung ini. *** “Aku tadi melihat kamu memarahi anak magang yang baru masuk hari ini? Dia kelihatan ketakutan saat kamu marahi!” kekeh Daisy, sahabat Fanty saat mereka duduk berdampingan di depan meja kerja. Fanty tergelak dan mengangguk. “Hanae adalah wanita terbodoh yang pernah kutemui! Membawa dua gelas kopi saja gagal! Aku heran bagaimana dia bisa mendapat beasiswa pemerintah? Padahal, dia tolol sekali!” “Mungkin dia jual diri pada petugas yang menentukan beasiswa?” canda Daisy dengan kalimat yang sangat tidak patut. Keduanya terbahak mendengar gurauan itu. Mereka justru semakin intens menambahi bumbu di cerita karangan mereka sendiri. “Kita jadi acara weekend camp minggu depan?” tanya Fanty saat telah selesai menertawakan Hanae. Daisy mengangguk, “Iya, seluruh lantai dua diwajibkan ikut acara keakraban itu. Semua harus ikut, tanpa kecuali!” Mata Fanty berbinar, “Kalau semua harus ikut, berarti Xavion juga harus ikut, benar?” “Hmm, dia dan dua sahabat gilanya itu harus ikut. Aku tahu kamu pasti ingin berteriak, karena aku pun demikian!” kikik Daisy mengguncang gemas tubuh Fanty. “Xavion Young, Ezra Wu, dan Chaiden Black! Ulala! Aku tidak sabar duduk di pinggir api unggun bersama mereka, menatap wajah tampan mereka yang diterpa sinar hangat dari api unggun!” khayal Fanty. Yang dia sebut adalah tiga pemuda lajang paling terkenal di gedung kehakiman. Di mana kebetulan tiga lelaki itu merupakan sahabat baik yang selalu ke mana-mana bertiga. Kita baru saja bertemu satu orang, yaitu Xavion Young. Kita belum bertemu dua lainnya. Daisy mendadak ingin melakukan sesuatu, “Hey, Fanty. Apa anak magang itu juga akan ikut?” “Seharusnya iya karena dia sudah tergabung di karyawan lantai dua. Kenapa?” “Aku ada ide untuk membuat malam inagurasi baginya! Kita harus membuat acara keakraban itu menjadi acara yang tidak terlupakan baginya!” kikik Daisy dengan wajah pem-bully yang kental. Sekadar informasi, ibunya Daisy adalah salah satu hakim senior di gedung tersebut. Ia memiliki back up yang cukup kuat hingga menjadikan dia pihak yang suka menekan orang baru. Sementara Fanty, dia adalah putri dari asisten gubernur. Bukan kuat lagi, tetapi back up-nya sempurna. Persahabatan dua wanita dengan keluarga berpengaruh menjadikan mereka duo maut bagi setiap karyawan baru. “Kita harus plonco Hanae sama seperti kita selalu melakukannya pada semua karyawan magang sebelum dia!” gelak Fanty sambil berbisik. Deasy tersenyum culas, “Aku sangat setuju!” *** Sementara itu, di sudut gelap Kota Los Angeles ada seorang lelaki dengan wajah menyeramkan sedang duduk di kursi kerajaan bisnisnya. “Apa maksudmu kita tidak bisa membeli Xavion Young? Semua jaksa penuntut umum bisa kita beli!” Suara berat bertanya sambil mengepulkan asap cerutu dari bibir. Ia menyeringai, “Everybody has a price! Semua orang punya harga mereka masing-masing!” “Aku yakin Xavion Young bisa kita beli! Aku tidak mau dia melanjutkan penuntutan terhadap Maurice!” Seorang pria dengan bekas lula di pipi mendekat, kemudian suara seraknya terdengar. “Don Francesco, utusan sudah mencoba mendatangi Xavion Young dan menawarkan harga yang tinggi, tapi gagal. Dia bahkan mengancam akan memenjarakan kita dengan tuntutan percobaan penyuapan!” Seseorang lelaki lain menambahi, “Xavion Young memang terkenal tidak dapat dibeli oleh mafia. Dia tidak butuh uang karena keluarganya sendiri sudah kaya raya.” Lelaki yang dipanggil Don Francesco terkekeh bengis. “Kalau dia tidak bisa dibeli dengan uang, berarti kita harus cari kelemahannya!” “Setiap orang bisa dibeli. Dan kelemahannya yang akan kita jadikan mata uang terbaru untuk membelinya! Hahaha!”Hanae menggeleng, lalu membalas ciuman mesra di bibirnya. “Aku akan selalu bersamamu selama kamu masih menginginkan aku.”Pelukan Xavion menjadi semakin erat, “Aku selalu meginginkanmu, Little Rabbit. I love you.”Keduanya kini larut dalam pagutan mesra, mencurahkan asa rindu setelah tadi sempat terpisahkan dalam kemarahan dan kehancuran batin selama beberapa menit. Di mana perpisahan tersebut terasa seperti sekian tahun lamanya. “Tidurlah, kamu harus istirahat agar segera membaik,” bisik Xavion sambil membelai-belai pipi Hanae. “Aku akan tetap ada di sini saat kamu bangun, aku berjanji.”Mengangguk, wanita yatim piatu tersenyum lirih. “I love you ....”“Love you too, Little Rabbit.”***Keduanya terus bersama di kamar hotel selama weekend. Akan tetapi, saat hari Senin tiba maka waktunya Xavion kembali ke kantor karena pagi ini dia kembali harus menghadiri sidang melawan Maurice Zambrota, tangan kanan Don Francesco.
Sakit ... sungguh sakit terasa. Setelah sekian juta memori tercipta dalam waktu singkat, setelah cinta tumbuh menghunjam dalam waktu singkat, tetapi semua harus berakhir.Xavion tak menginginkan Hanae lagi setelah tahu kalau wanita itu adalah putri dari Violet Cheng, orang yang telah membunuh ayahnya. Menginginkan perpisahan, kini karyawan magangnya tersebut berjalan keluar menyeret koper ....Seperti ia sedang menyeret separuh jiwa untuk pergi dari kamar hotel. Cintanya pada Xavion tak pernah tak tulus, tetapi sepertinya sulit untuk dipercaya.Maka, Hanae berjalan tertatih dengan lemas. Hari ini sungguh hari terburuk dalam hidupnya. Setelah pagi disiksa hingga tangan mengalami luka bakar parah, malam masih mengalami siksaan lagi pada jiwanya.Tiap langkah yang ia ayun menjauh dari kamar Xavion menjadi langkah yang terayun dalam gelombang pasang, melawan arus cinta ... berat.Namun, semakin ia menjauh, tiba-tiba terdengar suara kaki berja
Mendengar pertanyaan putranya, mata Gladys melotot tajam. “Apa kamu sudah hilang akal sehat, hah! Atas dasar apa kamu menuduh Mommy sudah membunuh ayahmu!”Dada wanita beranak satu itu kembang kempis hebat. Wajah merah padam seiring jemari nampak gemetar menahan kemarahan. “Kamu keterlaluan, Xavion!”Akan tetapi, sang pemuda yang sudah frustasi itu hanya tertawa dan menggeleng jengah. “Kalau semua penjahat mengaku, maka aku akan jadi pengangguran. Tentu saja Mommy tidak akan mengakuinya.”“Tapi, aku tahu semua. Aku tahu kalau ternyata Daddy dan Violet Cheng saling mencintai! Dan aku tahu kalau dia sudah beberapa hari pergi dari rumah saat Daddy terbunuh!” desis Xavion.Mata sembab dan bengkaknya menatap Gladys dengan sorot kekecewaan, juga kebencian. Parau suaranya terdengar, “Kesalahan Violet hanyalah meninggalkan baju pelayannya untuk Mommy tetesi darah Daddy.”Gladys kian terengah. Saking marahnya ia berdiri sambil menggebrak meja. “Jaga mulutmu! Aku adalah ibumu! Bisa-bisanya kamu
Xavion menggeleng, berucap dengan seribu keraguan di wajahnya. “Bisa saja kamu hanya ingin menghancurkanku! Entah bagaimana caranya! Bisa saja kamu sengaja menjebakku di atas ranjang! Bisa saja kamu sengaja ingin supaya hamil anakku! Lalu, kamu menyebarkan semua itu ke khalayak ramai!”“Atau ... atau ... atau bisa saja kamu sengaja menjebakku ke atas ranjang, lalu menuntutku untuk pelecehan! Aku tidak tahu! Aku tidak tahu apa niatanmu padaku! Yang aku tahu kamu adalah anak dari pembunuh ayahku dan aku tidak bisa membiarkanmu berada di dekatku!” teriaknya kembali menggelegar. Hanae mengangguk, berucap dengan bibir kian gemetar. “Kalau aku ingin hamil anakmu, lalu kenapa aku terus menerus meneguk pil pengatur kehamilan, bahkan di depanmu aku meneguknya.”“Kenapa aku minum pil Plan B yang cepat-cepat kamu beli setelah kita bercinta untuk pertama kali!”“Kalau aku ingin menuntutmu atas pelecehan, kenapa tidak sejak pertama kamu ambil keperawananku?
Todongan Xavion bagai mimpi buruk yang belum berakhir bagi Hanae. Kenapa bisa tiba-tiba ia ditodong seperti ini? “A-aku ... please, turunkan senjata itu!” gelengnya terisak perih, ketakutan. Tangan yang dibalut perban sampai gemetar karena ia sangat ketakutan. Namun, Xavion menggeleng dan kembali berteriak. “Jawab aku! Apa kamu sengaja mendekatiku untuk membalas dendam! Kamu ternyata anak Violet Cheng! Kamu anak dari wanita yang membunuh ayahku!”Dada lelaki itu tersengal hebat, air mata membanjiri pipi, sama seperti ketika dia kehilangan sang ayah 22 tahun lalu. Wajah hanya melukis duka tak terbantahkan.Hanae menangis, menggeleng bingung, lalu berucap gemetar. “Aku tidak pernah tahu siapa ibuku! Aku tidak punya kenangan apa pun selain besar di panti asuhan!”Ia mengambil koran usang, memegangnya sambil terus gemetaran dan berucap pilu, “Sama sekali tidak tahu menahu mengenai ini!” jelasnya menangis seolah dia dan sang kekasih tengah b
Xavion merasa dadanya sedang ditindih beban sekian juta ton beratnya. Kesulitan bernapas, kesulitan dalam mengatakan apa pun.Wajah Hanae melintas. Semua kepolosan itu, semua keceriaan tulus itu. Apakah semua adalah kebohongan? Pikirnya menjerit remuk redam di dalam batin.Gladys tertawa dingin, tetapi jelas sedih. “Kamu mau mengkasuskan Mommy karena menyiksa Hanae? Kamu membela anak Violet Cheng dan bukan ibumu sendiri? Apa cinta telah membuatmu sebuta itu?”“Silakan serang Mommy kalau memang bagimu Hanae sangat berharga. Jika anak pembunuh ayahmu lebih berharga daripada Mommy yang mencintaimu sejak lahir hingga detik ini, silakan kamu laporkan apa pun yang kamu mau ke polisi. Tuntut Mommy di pengadilan, silakan!” erangnya menggeleng bersama sekian tetes air mata.Mual rasa perut Xavion saat ini. Seluruh kalimat ibunya berputar di kepala dan Demi Tuhan dia tidak bisa lagi menerima lebih banyak dari yang sudah ada sekarang.Tak bisa dia m
Dengan tangan bergetar, Xavion mengambil koran serta beberapa foto. Kakinya mendadak kehilangan kekuatan untuk berdiri. Tubuh terhuyung hingga ia langsung terduduk di kursi berseberangan dengan ibunya.“Lord ... fuck ... ini ...,” engah Xavion menggeleng dan air mata kian berderai di pipinya. Menggeleng, meremas-remas jemari sendiri, lalu menggebrak meja. Semua begitu jelas sekarang! Begitu jelas dan begitu menghancurkan hatinya!Wajah Violet Cheng bak pinang dibelah dua dengan Hanae. Dan benar yang berdiri di samping pembunuh ayahnya adalah Ma’am Lilac.“Pantas saja Ma’am Lilac pingsan saat mendengar namaku. Dia tahu kalau Hanae adalah anak Violet! Dia tahu siapa aku dan dia tahu siapa Hanae!” isaknya meraung tak mau memercayai apa yang sudah terlihat jelas bahkan terucap dari bibirnya sendiri.Gladys mengangguk, “Mommy pun pingsan di restoran saat melihat foto dari Jessica. Semua tentang Violet Cheng adalah mimpi buruk yang menusuk sam
Sambaran petir melanda batin Xavion saat mendengar apa yang dikatakan ibunya. Detak jantung hilang dari rongga dada. Napas berentu mengembus di pucuk hidung.Ia hanya membeku sekian detik, menatap tak percaya, menolak apa yang dihantamkan ke depan wajahnya sedemikian kencang.Namun, Gladys mengulang kembali kalimatnya. “Kamu sama sekali tidak tahu kalau dia anak Violet Cheng, bukan?” Berkata dengan tawa remuk redam dan air mata yang menetes di pipi.“Kamu ingat ruangan ini, Nak? Dulu, taman ini adalah ruang kerja ayahmu. Kamu yang menemukannya dalam keadaan bersimbah darah dengan 27 tusukan. Kamu yang kemudian selama bertahun-tahun sesudahnya tak pernah bisa tidur, selalu bermimpi buruk.”Gladys kian terisak perih, “Kamu yang selalu menjerit setiap malam ketika hujan datang, ketika guntur bertalu. Kamu yang sealu terbayang detik di mana saat air deras tercurah dari langit, kita meletakkan peti jenazah ayahmu di dalam tanah.”Xavion masih
Menjelang pukul tujuh malam, Xavion meninggalkan Hanae untuk tertidur lelap di hotel. Ada obat penenang yang diberikan oleh dokter agar malam ini bisa dilalui tanpa mimpi buruk.Ia menggelindingkan roda Bentley ke rumah Jessica. Memasuki pagar, memarkir di depan teras, lalu turun memasuki rumah yang sudah dibukakan oleh pelayan.Jessica menuruni tangga dengan memakai baju tidur berbahan satin. Warna pink terangnya sungguh menggugah selera. Belahan dada berbentuk V, tali kecil hinggap di pundak, dan panjangnya setengah paha. Jelas ia tidak memakai bra di balik baju tidur tersebut karena putik dadanya membentuk bundaran sendiri di balik baju.Xavion menarik panjang, menahan rasa mual melihat sambutan Jessica seperti itu. Begitu sang tunangan sudah mendekatinya, ia mendadak meraih leher Jessica dan mendorong wanita itu hingga punggung menubruk dinding.“X-Xavion!” pekik Nona Mendoza dengan mata terbelalak. Ia mencengkeram tangan besar dan kokoh yang