Aku berjalan terburu buru keluar kelas menuju kantin, sebelum Alex kembali mengekoriku, aku mengambil jalan memutar, meski harus melewati ruang guru, bukan apa apa, aku hanya risih dengan tatapan siswa lain akan kedekatanku dengan Alex, walaupun Alex sendiri bukanlah termasuk the most wanted boy di sekolah, atau mungkin akunya saja yang belum terbiasa, dan masih ada ganjalan di hatiku tentang telpon yang diterimanya saat kami makan malam.
Saat sedang melintas depan ruang guru tepatnya depan ruang Miss Martha tiba tiba sang pemilik ruangan keluar dan menyapaku.
"Vanessa? Kamu Vanessa kan? Keponakanya Taylor?"
"Iya miss? Ada yang bisa saya bantu?"
"Ahh bukan apa apa, bagaimana kabar pamanmu?"
"Ohh paman, dia baik"
Aku teringat Paman Taylor pernah bercerita bahwa dia punya teman yang mengajar di sekolahku. Aku langsung memberikan senyum manisku padanya.
"Ohh begitu, apa kamu mau ke kantin?"
"Iya miss, saya mau makan siang di kantin"
"Bagaimana kalau makan siang di ruangan saya? Kebetulan saya membawa bekal banyak hari ini, saya masak sendiri loh"
Melihat keramahanya terhadapku, aku berpikir kalau paman dan Miss Martha memiliki hubungan khusus lebih dari sekedar teman.
"Tidak usah repot Miss, biar saya makan di kantin saja," tolakku sambil tetap tersenyum.
"Jangan malu malu, ayo sini, kita bisa makan sambil ngobrol, kebetulan ada hal penting yang ingin saya bicarakan"
Aku bimbang antara menerima atau menolak, kalau menerima jujur aku masih sungkan, kalau menolak aku ga enak juga.
"Sudah jangan kelamaan mikir, ayo masuk, kita makan siang bareng"
Mau tak mau aku akhirnya menerima ajakan Miss Martha, karena dia sudah menarik tanganku untuk masuk ke ruanganya.
Aku menelan air liurku melihat bekal yang di bawa Miss Martha, dan aroma yang menguar dari sana.
Di dalam kotak bekal itu ada ayam panggang dengan salad kubis dan juga mashed potato serta ada saos barbequenya juga, benar benar bikin laper.
"Semoga kamu menyukainya, ayo cicipi" Miss Martha menyodorkan satu set bekal makananya itu kepadaku dan dia membuka satu set lagi untuk dirinya sendiri.
Akhirnya kami pun makan bersama sambil mengobrol, ternyata Miss Martha itu orangnya menyenangkan, berbanding terbalik dengan apa yang aku dengar dari para siswa.
Miss Martha bercerita bahwa dia adalah single parent, dia memiliki seorang anak perempuan yang usianya sama denganku.
Aku jadi berpikir mungkin Miss Martha mengajaku makan siang bersama karena dia merindukan putrinya, akupun merasa malu dan bersalah telah berpikir yang tidak tidak tentang Miss Martha dan paman Taylor, terlebih saat Miss Martha mengatakan bahwa paman Taylor adalah sahabat baiknya.
“Jadi.. mereka hanya bersahabat',” ucapku dalam hati, tapi sejujurnya aku tak keberatan jika mereka memiliki hubungan lebih dari sahabat, karena menurutku Miss Martha orangnya menyenangkan.
Setelah selesai makan siang aku pun pamit pada Miss Martha karena bel masuk pelajaran sudah berbunyi, aku tergesa menuju kelasku berikutnya.
sesampainya di kelas aku baru menyadari bahwa aku lupa menanyakan hal penting apa yang tadi hendak di bicarakan Miss Martha, mengapa tadi kita hanya ngobrol ngalor ngidul ya?.
Aku memilih kursi yang paling pojok sebelah kanan, satu deretan dengan meja guru, dan Alex memilih duduk di samping kursi yang kupilih.
Tunggu sebentar.... Alex? sedang apa dia di kelas Mr Moris? bukankah dia tidak tidak mengambil mata pelajaran Mr Moris?
"Alex, sedang apa kau disini?" bisiku sambil mencondongkan tubuhku lebih dekat ke arahnya.
"Mengikuti pelajaran Mr Moris pastinya" jawabnya ikutan berbisik.
"Seingatku kau tidak mengambil kelas Mr Moris?"
"Aww.. aku tersentuh kau memperhatikan aku sejauh itu sweety" Alex memegang dadanya dan memasang wajah terkesima.
Aku langsung melengos mendengar kalimat yang Alex lontarkan, dan apa katanya? sweety? itu menggelikan.
"Alex, jangan konyol, keluarlah sebelum Mr Moris datang dan mengusirmu" kembali aku berbisik.
"Aku tidak akan keluar, aku harus menjagamu sesuai janjiku pada pamanmu, dan lagi aku tidak mau kecolongan seperti tadi, kau kemana selama jam istirahat? aku tidak melihatmu di kantin tadi"
"Aku makan siang bersama Miss Martha, di ruanganya"
"Ohh... lain kali kau harus menginformasikan kepadaku"
"Kenapa aku harus melakukan itu?" ucapku sedikit berteriak, dan hal tersebut membuat seisi ruangan menolehkan pandangan mereka kepadaku, aku langsung terdiam dan menunduk, untung saja Mr Moris belum datang, kalau tidak aku pasti sudah mendapat hukuman karena menggangu ketertiban kelas.
Parahnya Alex hanya tersenyum senyum sambil tak lepas menatapku, dan itu membuatku jengah.
Tak berapa lama seorang pria paruh baya masuk ke ruangan kelas, dan menginformasikan bahwa Mr Moris tiba tiba berhalangan mengajar untuk hari ini, beliau hanya memberikan kami tugas untuk di kerjakan, aku melirik ke arah Alex yang juga sedang meliriku dan tersenyum sambil menaikan sebelah alisnya.
Sial, ternyata Alex sudah lebih dulu mengetahui info tentang Mr Moris yang berhalangan mengajar, tidak heran dia berani masuk kelas sini.
"Mengapa aku merasa kau seperti sedang menghindariku?" Alex mendekatkan wajahnya.
Aku kembali menoleh ke arah Alex "apa maksudmu?"
"Kau tau apa maksudku, kau hanya tinggal menjawab pertanyaanku saja"
"Aku tidak menghindarimu, dan aku benar benar tidak mengerti maksudmu"
"Baiklah, kalau memang kau tidak menghindariku, berarti pulang sekolah nanti kita pulang bareng, aku akan mengantarmu sweety"
Aku memutar kedua bola mataku, pertanyaan jebakan yang bagus, patut diacungi jempol. Tapi disaat yang bersamaan aku juga merasa heran, mengapa aku menghindarinya? memangnya ada masalah apa? mengapa juga aku tetap merasa tidak nyaman saat mengingat kejadian makan malam kami, lebih tepatnya saat dia menerima telpon dari perempuan lain tepat di depan mataku dan setelahnya dia tidak menjelaskan apa-apa padaku.
"Dengar Alex, berhentilah memanggilku sweety, dan soal pulang bersama, bukankah hari ini kita berencana mengerjakan tugas dari Miss Martha di rumahku? tentu saja kita akan pulang bersama, tapi bukan berdua,melainkan bersama Liam dan Susan juga"
"Memangnya kenapa kalau aku memanggilmu sweety? atau kau ingin aku memanggilmu dengan sebutan lain? honey misalnya?"
"Ayolah Alex, aku sedang tidak mood bercanda, banyak hal yang harus kupikirkan daripada mendengarkan gombalan recehmu itu! Dan lagi apa kau tidak takut nanti ‘pacarmu’ marah mendengar kau memanggilku seperti itu?" Ucapku perlahan namun penuh penekanan saat mengucapkan kata pacar.
"Pacar?" Alex mengernyitkan dahinya.
Aku kembali merotasi bola mataku "Tentu saja pacarmu, dia menelponmu saat kita makan malam kemarin?"
Ups, aku terkejut sendiri dengan apa yang telah kukatakan, sumpah aku malu sekali, mungkin saat ini wajahku sudah semerah tomat.
Mengapa aku bisa keceplosan seperti itu? Aku malu sekali, apalagi saat melihat Alex yang tersenyum sambil menatapku intens, sungguh itu menyebalkan.
“Jadi kau cemburu?” Alex tertawa renyah dan matanya berbinar bahagia.
“Aku tidak cemburu! Dan aku tidak peduli!” tiba-tiba aku merasa udara disekitarku terasa panas.
"Dengar sweety, Andrea bukan pacarku, dan .. dia menelponku kemaren karena ada hal yang hendak dia tanyakan yang mungkin itu penting baginya tapi tidak untukku" Alex kembali berucap dan kali ini nadanya terdengar begitu lembut.
“Itu urusanmu, aku tidak peduli”
Aku melengos, karena tak ingin dia melihat wajahku yang senang mendengar penjelasanya.
Sepulang sekolah sesuai rencana kami semua berkumpul di rumahku untuk mengerjakan tugas yang di berikan Miss Martha, seperti kemarin aku berdua Alex di mobilnya dan Susan di mobilnya Liam, kami berpisah di persimpangan karena Susan hendak membeli bahan bahan untuk memasak di rumahku, tadi dia bilang selain belajar kami juga akan makan malam bersama dan Susanlah yang akan menjadi chefnya.Sesampainya di rumah aku melihat jendela kaca yang tadi pagi pecah telah utuh kembali, dan keadaan rumah juga sudah rapih kembali, tidak ada pecahan kaca seperti saat aku meninggalkan rumah untuk berangkat sekolah tadi pagi, mungkin paman yang sudah membereskan semua kekacauan yang terjadi tadi pagi.“Kita istirahat saja dulu sambil menunggu Liam dan Susan”Alex merebahkan tubuhnya di sofa, seolah ini adalah rumahnya sendiri. Aku beranjak ke dapur untuk mengambil minuman dan snack untuk kami berempat, sambil menunggu Susan dan Liam aku dan Alex ngobrol santai .Alex masih di sofa namun kali ini sudah
Sesampainya didalam kamar aku tak henti hentinya bertanya pada Susan, aku sungguh sangat heran dan penasaran kenapa sikap mereka bertiga sangat aneh, dan seperti penuh kekhawatiran. Sebelum sempat mendapat jawaban dari Susan tiba tiba aku mendengar suara lolongan serigala, itu terdengar sangat dekat. "Susan, apa kau dengar itu? Itu seperti suara serigala." Aku langsung melompat kaget dan terduduk di sofa kamar. "Dimana? Aku tidak mendengarnya" Jawaban Susan membuatku sangat heran karena aku yakin sekali dengan apa yang kudengar tadi. "Buka telingamu Susan, itu terdengar jelas sekali, sepertinya mereka sangat dekat dengan kita" "Tapi tidak terdengar apa apa olehku, kau tenanglah semua akan baik baik saja" Susan mengusap usap pelan bahuku dan tersenyum. Bagaimana mungkin Susan dengan santainya meminta aku untuk tenang, semua ini tidak masuk akal olehku, ditambah lagi sikap mereka, aku berusaha mencari cari celah untuk lari keluar kamar dan melihat apa yang terjadi di bawah, namun s
Setelah beberapa saat menunggu akhirnya Susan dan Liam kembali, mereka membawa tukang untuk membetulkan pintu rumahku yang rusak, entah mereka dapat dari mana, dan karena acara masak memasak kami tadi sempat rusak, akhirnya kami memesan pizza dan makan dalam diam, aku memberikan satu box besar pizza kepada Max, diapun makan dengan lahap. "Aku akan membereskan ini semua, dan dapur juga" Susan tiba tiba bersuara memecah keheningan. "Aku akan membantumu" sahutku. "Tidak Vaness, biar aku membereskan semuanya, kau tenang saja, lebih baik kau ke kamarmu" "Susan benar Vaness, kau istirahatlah biar tenang, sekarena kau terlihat tegang sekali, tapi kau tenang saja kali ini tidak akan ada kekacauan lagi" Liam menimpali sambil terkekeh. Jika kedua pasangan itu sudah berkolaborasi, susah sekali untuk ditentang, dan akupun akhirnya membawa Max keatas, ke kamarku untuk beristirahat dan membiarkan kekacauan di bawah di urus oleh Liam dan Susan. Karena aku terbiasa mandi sebelum tidur aku pun be
Saat pagi menjelang, aku terbangun dengan mendapati diriku yang sedang memeluk Alex. Aku terkejut melihatnya terbaring disisiku, terlebih aku memeluknya. Lalu ingatanku melayang pada kejadian semalam, saat badai turun.Lalu potongan memory bermain di kepalaku, akhirnya aku mengingat apa yang terjadi semalam. Wajahku memerah dan perlahan melepaskan tanganku yang sedang memeluk Alex. Akupun turun dari ranjang dan berjalan menuju jendela kamar, kulihat salju masih turun, dan pepohonan serta rumah-rumah sudah tertutup salju tebal. Udara begitu dingin, aku bermaksud menyalakan pemanas yang ada di kamarku. Saat itulah aku tersentak kaget, teringat sesuatu.“Semalam turun salu disertai badai, dan pemanas di kamarku dalam keadaan mati, jadi bagaimana mungkin tubuhku tidak membeku?”Aku bergumam sendiri merasa heran, lalu aku menoleh ke arah Alex yang masih tertidur pulas, kulihat dia masih bertelanjang dada. Karena terkejut dan juga penasaran, aku pun menghampirinya, dan sedikit menyibakan se
“Wow woa.. tunggu dulu! Aku belum menyatakan kesediaanku atas usulan kalian”Aku heran mengapa Alex terkesan ingin buru-buru membawaku pindah ke rumahnya? Apa yang dia rencanakan? Aku harus berhati-hati, dengan semua kejadian ini aku merasa semua perlu meningkatkan kewaspadaanku dan juga tida mau gampang percaya pada semua orang, walaupun itu Alex sekalipun.“Baiklah, jika kau tidak bersedia tinggal di rumahku, tapi kau harus mengijinkan kami untuk tinggal disini, agar kami bisa menjagamu”Akhirnya kamipun sepakat dengan usulan Alex yang terakhir. Kami berempat akan tinggal di rumahku sampai Paman Taylor ditemukan.Hari berganti minggu, Paman Taylor masih belum juga di temukan, beberapa kali aku datang ke kantor polisi ditemani Alex untuk menanyakan hasil pencarian mereka, namun belum juga aku mendapatkan kabar baik.Liam dan Susan sesekali pulang ke rumah mereka, hanya Alex yang selalu menemaniku setiap hari. Namun hari ini, aku tidak menemukan Alex dimanapun, aku sudah mencarinya k
“Bagaimana jika werewolf itu sebenarnya ada di dunia nyata?”Aku tertawa mendengar pertanyaan Susan. “Ayolah Susan, kau lahir dan dibesarkan di negara maju, bagaimana mungkin kau menganggap kalau werewolf itu ada?”“Well... sejujurnya, aku memang percaya” Susan tersenyum penuh arti, membuatku menggelengkan kepala.Sangat lucu jika aku yang hidup di negara kecil saja tidak tau bahwa itu hanyalah mitos, sedangkan Susan yang hidup di negara adikuasa yang serba modern itu malah percaya akan keberadaan werewolf.“Sudahlah, itu terserah saja jika kau ingin mempercayainya, tetapin aku tetap pada pendirianku. Aku tidak percaya!”“Bagaimana jika memang werewolf benar-benar ada?”“Susan please! Dewasalah, hanya anak kecil yang mempercayai hal seperti itu”“Oh ya? Bagaimana jika suatu hari nanti kau bertemu dengan seorang werewolf?”Aku memutar bolamataku mendengar pertanyaan konyol dari Susan. “Jika aku bertemu dengan werewolf aku akan menikahinya! Kau puas?”Kali ini gantian Susan yang tertaw
“Ppfffff...” Susan menyemburkan air yang baru saja diminumnya. “Apa?! kau mandi bersama Max? Apa kau serius Vaness?” tanyanya dengan mata melebar, seolah sedang menonton film horor.Saat ini Susan dan Liam sudah datang dan malam ini mereka akan menginap di rumahku. Mereka terkejut saat aku menceritakan keseruanku bersama Max tadi sore. Kini mereka menatapku bergantian dengan Max.“Apa itu benar Max?” Liam memicingkan matanya pada Max.“Sudah hentikan! Kalian berdua ini bersikap seolah-olah Max mengambil keuntungan dariku saja”Aku berdiri dan mengajak Max untuk beristirahat dalam kamar, karena Susan dan Liam selalu menolak untuk naik ke atas, dan mereka lebih sudah tidur di lantai bawah. Alasanya adalah biar sekalian berjaga kalau-kalau ada orang yang mau berniat jahat.Alasan yang dibuat-buat menurutku. Karena aku yakin mereka pasti lebih memilih tidur di kamar bawah, berdua.Baru saja aku menutup dan mengunci pintu kamarku saat aku mendengar kembali suara lolongan serigala."Kau de
Alex mendekatiku aku langsung menjadi waspada, "Kalian pergilah, awasi keadaan di luar, dan laporkan padaku jika ada yang mencurigakan"Alex berkata sambil tetap memandangku yang entah mengapa tatapan matanya membuatku merasa aman dan mampu mengusir ketakutanku, namun aku tetap berhati hati dan menjaga jarak denganya."Baik alpha" sahut Susan dan Liam bersamaan dan secepat kilat mereka pergi dari sana.Aku tercengang takjub menyaksikan hal tersebut yang tanpa kusadari mulutku terbuka lebar, sampai kurasakan ada tangan yang menyentuh daguku dan mendorongnya keatas hingga membuat mulutku tertutup rapat, mataku mengerjab kaget melihat Alex tiba tiba sudah berdiri di hadapanku sangat dekat, dan seperti biasa setiap kali menatap matanya tubuhku membeku seperti ada kekuatan sihir aku tak mampu menjauh bahkan hanya sekedar memutus kontak mata kami."Jangan takut kepadaku, aku tidak akan pernah menyakitimu, bahkan jika itu adalah hal terakhir yang bisa kulakukan di dunia ini, aku tak kan pern