Kaluna telah sampai di lantai tiga, dihadapan pintu terbesar yang ada di lantai ini. Ia memantapkan hati dan masuk dengan pelan-pelan.
Benar saja, Pak Bos telah menunggunya dengan senyuman paling lebar. Kaluna yang melihat itu hanya bisa mendengus kesal. Semua tingkah laku Bosnya hari ini benar-benar membuatnya tak habis pikir.
"Gimana kejutannya Nak?" tanya Pak Bos.
"Iya pak, sangat mengejutkan, Luna gak habis pikir kalau Pak Bos akan ungkapin semuanya," ucap Kaluna membuat pria paruh baya dihadapannya itu tertawa renyah.
"Kenapa gak bilang kalau kamu di bully satu kantor karena foto itu?" tanya Pak Bos.
"Ya karena gak perlu dibesar-besarin juga, Luna gak dibully cuma-"
"Cuma dijauhin dan digosipin, gitu?" potong Pak Bos.
Kaluna menghembuskan nafasnya kasar. Benar-benar sesuatu orang dihadapannya ini. Bahkan dipertemuan pertama mereka orang tua ini sangat ajaib di mata Kaluna.
Kaluna saat itu sedang pulang da
Kaluna turun dari mobil milik Pak Bos yang biasa menjemputnya. Malam ini penampilan Kaluna sangat spesial pasalnya kini Ia sudah cantik dengan dress malam yang membalut tubuh tak lupa make up tipis dan rambut yang tergerai indah sangat cocok untuknya. Penampilan seperti ini sangat jarang diperlihatkan pada kehidupannya sehari-hari.Evan juga sudah siap dengan gayasemi formal khas anak muda tak lupa sepatu pemberian Pak Bos sudah pas dikenakan.Kaluna malam ini sangat gugup karena ini pertama kalinya Ia mengikuti acara formal seperti ini dan diluar jam kantor. Biasanya Ia tak pernah ikut acara besar seperti ini apalagi sebagai putri seorang Pak Bos."Gugup mbak?" tanya Evan."Enggak," elak Kaluna.Evan mengambil tangan sang kakak dan melingkarkan pada lengannya. Kaluna hanya bisa mengulum senyum dengan tingkah lucu adiknya.Semua mata tertuju pada mereka berdua saat keduanya masuk ke area acara yang b
Kaluna menatap kearah Anna tanpa minat. Sebenarnya Ia sendiri tak tak tahu apa alasan dirinya mau datang kesini karena terakhir kali mereka bertemu, Ia sudah menetapkan bahwa itu adalah pertemuan terakhir keduanya.“Apa Ann, kenapa?” tanya Kaluna.“Luna, ternyata kamu itu-”“Aku kenapa?” potong Kaluna.“Dengerin dulu,” omel Anna.Kaluna hanya mengangguk kecil dan membiarkan Anna meneruskan ucapannya. Sebenarnya sejak kedatangannya, Kaluna sangat penasaran dengan isi amplop itu.“Kamu ada kesempatan Na,” ucap Anna ambigu.“Jelasin yang bener, jangan setengah-setengah,” kesal Kaluna.“Oke dengerin baik-baik, kamu tahu kasus runtuhnya jembatan di kota kita?” tanya Anna.Kaluna mengangguk, kasus itu terjadi beberapa minggu yang lalu padahal setahu Kaluna itu adalah jembatan yang baru dibangun. Kaluna tahu karena beritanya sudah ada di televis
Kaluna terbangun dari tidurnya karena ketukan asal yang terdengar dari pintu kamarnya. Ia sejenak bingung dengan ruangan ini karena ini bukan kamarnya yang biasanya, namun setelah beberapa detik Ia baru ingat bahwa dirinya menginap di rumah Pak Bos. “Mbak bangun!!”teriak Evan dari luar. Kaluna dengan langkah gontai berjalan menuju pintu, hal ini sedikit asing karena biasanya di kontrakan jarak kasur ke pintu hanya tiga langkah namun sekarang memerlukan waktu cukup lama beberapa detik untuk sampai di pintu akibat kamar yang terlalu luas ini. “Apa sih Van? Masih pagi,” omel Kaluna. Adiknya kini sudah terlihat segar namun ada keringat menetes dipelipis Sang Adik. “Kamu dari mana?” tanya Kaluna. “Gym, ternyata di belakang ada gym nya,” jelas Evan yang hanya direspon Kaluna seadannya. “Buruan mandi, di ajak sarapan sama Pakde,” ucap Evan. “Pakde gundulmu,” seru Kaluna sambil menutup pintunya rapat-rapat mengabaikan omelan Sa
Kaluna baru saja hendak berpamitan pulang namun niatnya terhenti saat melihat seorang nenek-nenek keluar dari rumah Delvin dengan menggunakan tongkat. Delvin menghampiri nenek itu, Kaluna yakin itu adalah nenek Delvin."Nenek mau kemana?" tanya Delvin."Kamu ada tamu?" tanya Sang Nenek sambil menatap ke arah Kaluna."Teman Delvin Nek," jelas Delvin.Kaluna segeran menghampiri keduanya dan memberi salam dengan sopan. Nenek Delvin ikut tersenyum dan mempersilahkan Kaluna untuk masuk ke dalam rumah."Delvin jarang bawa teman ke rumah, paling sering itu Kama. Makannya Nenek senang sekali Kaluna main kesini, nenek khawatir dia gak punya teman," ucap Nenek Delvin.Kaluna tersenyum manis dan sesekali menatap Delvin yang memperhatikan neneknya dengan sayang. Kebanyakan laki-laki akan protes saat ada orang yang berkata hal itu, namun Delvin hanya diam dan memperhatikan."Delvin temennya banyak Nek, cuman sem
Angin berhembus kencang membuat rambut Kaluna yang tadinya tertata rapih menjadi sedikit berantakan dan berterbangan. Kedua kakinya melangkah keluar dari area pemakaman ke arah barat.Lima menit berjalan, Kaluna sudah sampai di sebuah rumah bercat biru dengan sebuah warung kecil di depannya. Ia mampir sebentar untuk membeli minum di sana guna beristirahat dan melepaskan dahaga sejenak."Loh, Kaluna?" pekik seorang ibu-ibu yang datang dari rumah sebelah.Kaluna segera berdiri dan menghampiri ibu tersebut dengan sopan."Beneran Kaluna toh?" ucap ibu itu tak percaya.Kaluna mengangguk dan menyalami ibu itu dengan sopan."Ini bener Kaluna Bu Dwi, Ibu gimana kabarnya?" tanya Kaluna."Alhamdulillah nak baik, kamu sama Evan gimana kabarnya?" jawab Bu Dwi sambil menuntun Kaluna untuk duduk di teras rumahnya."Kami baik Ibu," ucap Kaluna.Kaluna memperhatikan halaman rumah Bu Dwi. Tak ada yang berbed
“Iya Van, mbak habis ini pulang kok,” ucap Kaluna dalam sambungan telfonnya.Kaluna masih ada di panti asuhan menunggu Bu Ridha, namun ternyata rombongan panti pulang lebih lambat dari biasanya dan hal itu membuat Ia harus pulang sebentar lagi tanpa bertemu dengan yang lain karena tak mau ketinggalan bis terakhir.“Mbak mau mampir dulu di cafe, kamu tutup pintunya, mbak bawa kunci,” jelas Kaluna.Kaluna menghembuskan nafas geli melihat kekhawatiran adiknya yang berlebihan itu. Adiknya seakan tak percaya jika Ia bisa menjaga diri.“Kamu makin bawel, udah ya mbak tutup. Jangan lupa makan,” tutur Kaluna lalu mematikan sambungan telfon tersebut secara sepihak.Kaluna memutuskan untuk berpamitan dengan Pak Daman dan menitipkan pesan serta sebuah amplop berisi uang untuk Bu Ridha. Uang tersebut adalah rejeki yang Kaluna sisihkan setiap gajian untuk anak-anak panti.Bagaimanapun Kaluna juga pernah merasakan sebag
Kaluna pulang dengan perasaan lebih ringan dari pada tadi pagi. Ia pulang sedikit lebih malam dari pada perkiraannya karena harus menunggu Delvin yang ingin mengantarnya pulang.Awalnya Kaluna menolak tapi laki-laki itu terus memaksa dengan wajah datarnya yang tak bisa ditolak sama sekali, sangat keras kepala tapi juga lembut. Hal itu semakin membuat Kaluna lemah terhadap sosok Delvin.Kaluna melihat adiknya masih duduk di teras dengan laptop Kaluna yang ada di pangkuannya.“Kan mbak udah bilang buat tidur duluan dan kunci pintunya,” ujar Kaluna begitu berdiri dihadapan adiknya itu.“Kan mbak udah tau kalau aku gak bakal tenang sebelum mbak pulang kecuali kalau nginep di rumah Mbak Lila,” balas Evan membuat Kaluna mendengus.Keduanya pun masuk ke dalam rumah dan berpencar ke kamar masing-masing. Namun belum sempat Kaluna menutup pintu kamarnya tiba-tiba Evan kembali muncul di depan pintunya.“Mbak diantar sama s
Kaluna duduk di pelataran rumah Delvin menghadap ke arah taman. Ia meninggalkan Evan bersama Nenek, keduanya sedang asik belajar cara merajut. Kaluna yang pada dasarnya sangat tidak telaten akhirnya memilih menyerah dan keluar sebelum memperburuk suasana.Sedari tadi Kaluna menatap pohon bunga akasia yang ada di dekat kolam. Suasana rumah Delvin sangat tenang karena letaknya di daerah pemukiman yang jauh dari pusat jalanan sibuk sehingga wilayahnya masih terjaga.“Ngapain di luar?” tanya Delvin.“Saya nyerah kalau disuruh merajut,” jawab Kaluna membuat Delvin terkekeh.Kaluna terdiam seperkian detik lalu tersenyum manis dan berujar, “Kamu terlihat jauh lebih baik saat tersenyum.”Perkataan Kaluna yang tiba-tiba berhasil membuat Delvin terdiam di tempatnya.“Saya dulu juga pernah sedingin itu Vin, tanpa ada senyum dan tawa, semuanya abu-abu,” ucap Kaluna.Delvin masih terdiam dan tidak me