Beberapa bab awal cerita dimulai ketika Jelita remaja pertama kali bertemu Dexter ya... dan nanti mereka akan bertemu kembali ketika dewasa.
***"Halo. Apa di sini ada blueberry cheesecake?"Jelita mengangkat wajahnya dari buku Pure Theory of Law yang dipinjamnya dari Perpustakaan, dan menatap wajah paling tampan yang pernah ia lihat.Gadis muda itu pun seketika terpesona, tanpa sadar ia membelalakkan manik beningnya dari balik lensa dengan mulut yang setengah terbuka.Lelaki itu tertawa melihat wajah Jelita yang lucu. Entah dimana letak lucunya, mungkin karena gadis enam belas tahun itu memiliki pipi chubby dan kacamata tebal yang terlihat kebesaran di wajahnya.Gadis remaja itu pun langsung menutup buku tebal yang tadi dibacanya, serta buru-buru berdiri dengan kikuk dari kursinya.Ia tergagap dan mendehem pelan saat Tania, seniornya di Toko Kue "Cheese & Us" berbisik pelan sambil menyikut lengannya."Ta, ada customer menyapamu tuh!" bisik Tania tajam."U-uhm... i-iya, Pak. Kalau boleh tahu, Bapak mau yang blueberry cheesecake berbentuk bulat atau kotak?" tanya Jelita ramah sambil berusaha untuk mengukir senyum semanis mungkin.Lelaki itu menaikkan satu alisnya yang lurus dan lebat dengan ekspresi geli. "Bapak?" ulangnya mengacu pada panggilan Jelita padanya."Usiaku masih dua puluh satu tahun, rasanya belum pantas dipanggil Bapak."Rasanya Jelita kepingin menoyor kepalanya sendiri. Bodoh! Padahal suah berapa kali Tania memberitahunya untuk selalu memanggil para pembeli dengan sebutan "Kak", kecuali jika mereka sudah memasuki usia manula!Dan yang pasti, lelaki ini sama sekali bukan manula.Dia masih sangat muda, bertubuh kokoh atletis dan tinggi, rambut dan matanya memiliki warna yang senada, caramel yang indah. Kulitnya putih bersih, dengan senyum memukau dan barisan gigi yang putih dan tersusun rapi.Sepertinya ada keturunan warga asing yang mengalir di dalam darahnya."Iya, maaf Kak. Kakak mau beli blueberry cheesecake berapa piece?" tanya Jelita lagi sambil nyengir malu dengan wajah merona. Lalu ia mengajak si Kakak Tampan itu untuk ke bagian penyimpanan untuk memilih kue yang dia inginkan."Ini macam-macam bentuk serta ukurannya, Kak. Kakak mau pilih yang mana?"Lelaki itu terdiam sebentar sambil melihat-lihat kue dari luar kaca refrigerator. Kesempatan itu dimanfaatkan Jelita untuk mencuri pandang serta mengagumi iris mata sewarna caramel yang unik sekaligus sangat indah itu.Ya ampun, dia benar-benar tampan!"Yang itu," tunjuknya pada blueberry cheesecake berwarna biru muda dengan aksen bunga kecil dan taburan mutiara silver beraneka ukuran.Jelita pun mengangguk dan membuka refrigerator itu untuk mengambil kuenya. "Pilihan yang bagus," puji Jelita sambil tersenyum. "Saya juga suka sekali dengan warna ini. Terlihat cantik dan elegan."Lelaki itu menatap senyum Jelita yang lugu, lalu bibirnya pun ikut melengkungkan senyum. "Jadi kamu juga suka ya?" tanyanya."Mm-hm," sahut Jelita dengan mata berbinar-binar. "Warna biru muda ini bukan warna biasa, tapi hasil campuran dari lima warna berbeda dengan komposisi yang tepat, hasilnya jadi unik kan? Begitu juga dengan mutiara perak yang tersebar di kue ini. Kualitas semua bahan yang digunakan adalah kelas premium, dan rasanya pun dijamin sangat enak," tukas Jelita dengan penuh semangat.Tania yang dari tadi mendengarkan celoteh juniornya itu tiba-tiba mendehem pelan, mengingatkan Jelita agar tidak terlalu banyak bicara.Ia khawatir si lelaki tampan itu bosan mendengarkan ocehan nggak penting dari Jelita dan malah batal membeli kue karena ilfeel. Sebenarnya Jelita itu pendiam, namun ada kalanya anak itu memang harus selalu diingatkan untuk tidak banyak bicara."Oke. Aku beli dua piece ya," kata lelaki itu lagi sambil tersenyum pada Jelita.Gadis itu mengangguk. "Baik, Kak. Ada lagi?""Tidak, itu saja.""Kalau begitu silahkan langsung ke Kasir saja, Kak. Nanti saya bawakan dua-duanya."Lelaki itu pun berjalan ke arah Kasir untuk membayar, sedangkan Jelita bergegas mengambil kue satu lagi dan dengan cekatan langsung membungkus dua kue dalam dua kotak kardus hitam dengan lapisan mika transparan di bagian atasnya.Saat-saat membungkus kue seperti ini adalah saat faforit Jelita.Seringkali ia membayangkan ekspresi orang yang menerima kue cantik dan lezat dalam bungkus plastik bening yang elegan. Pasti perasaan mereka yang menerimanya akan sangat bahagia.Lelaki itu meminta Jelita untuk menaruh dua kue itu dalam dua bungkusan paper bag terpisah. Sambil tersenyum manis dan mengangguk, Jelita pun melakukan apa yang ia minta.Ah, rasanya berat sekali menyerahkan dua paperbag untuk si Kakak Tampan ini, karena itu berarti Jelita tidak bisa melihat mata caramel indahnya lagi.Tapi gadis itu tetap tersenyum ramah sambil menyerahkan dua bungkusan kue kepadanya."Terima kasih sudah memilih Cheese & Us, Kak. Semoga hari Kakak menyenangkan," ucap Jelita dengan kalimat tagline dari tokonya sambil tersenyum.Lelaki itu membalas senyum Jelita dan hanya mengambil satu bungkus paperbag dari meja kasir, lalu ia pun melangkahkan kakinya keluar.Jelita yang bingung karena lelaki itu meninggalkan satu kue dalam paperbag begitu saja, buru-buru berlari mengejarnya."Kak, ini kuenya satu lagi ketinggalan. Tadi kakak beli dua, kan?" tukasnya sambil mengangsurkan satu paperbag berisi kue yang ketinggalan."Itu buat kamu," ucapnya tiba-tiba, membuat Jelita terkejut luar biasa."Aa-apa? B-buat saya??""Tadi kamu bilang suka dengan kue itu juga, kan?"Lalu lelaki itu pun tertawa geli melihat mata bening hitam yang membelalak lebar menatapnya."Adik kecil, usiamu berapa?""Umm... enam belas, Kak.""Oh? Aku kira usiamu masih empat belas tahun," cetusnya sambil memiringkan kepala menatap lekat wajah dan seluruh tubuh Jelita, yang seketika membuat gadis itu merona.Wajah Jelita yang memang polos seperti anak-anak di bawah usia yang sebenarnya itu memang sering membuat orang salah sangka dengan umurnya."Kamu suka baca buku tebal seperti itu, ya?" tanya lelaki itu lagi, mengacu pada buku Pure Theory of Law oleh Hans Kielsen yang tadi dibaca oleh Jelita.Buku yang seharusnya menjadi bacaan untuk mahasiswa yang mengambil kuliah di Fakultas Hukum, bukan anak sekolah SMU kelas 11 seperti Jelita.Jelita masih diam dan mengangguk ragu-ragu. Dia tidak mengerti dengan pemberian tiba-tiba dari lelaki itu serta pertanyaan-pertanyaannya yang membingungkan.Lelaki itu pun tersenyum kecil. "Hebat. Teruslah belajar dengan rajin, oke? Dan kue itu adalah hadiah untukmu karena sudah menjadi anak yang pintar.""Tapi... saya tidak bisa menerimanya, Kak. Kue ini harganya sangat mahal," tukas Jelita pelan.Ya, harga satu kue itu hampir setara dengan gajinya selama seminggu bekerja paruh waktu di Toko Kue Cheese & Us!Mana mungkin ia bisa menerimanya begitu saja? Lagipula, Jelita juga tidak mengenal lelaki ini sama sekali. Ia tidak mungkin menerima pemberian dari orang asing, betapa pun tampan dan memukaunya dirinya.Bu Dira juga bisa marah kalau ia sampai tahu."Terimalah kue itu. Aku akan sangat sedih kalau kamu menolaknya, Adik Kecil." Lelaki itu pun menampilkan wajah yang pura-pura sedih, membuat Jelita jadi tertawa malu-malu.'Aduh, ada apa sih denganku? Kenapa aku begitu terpesona padanya?' keluh Jelita dalam hati.Setelah menimbang beberapa saat, akhirnya Jelita memutuskan untuk menerima kue itu. Anggap saja rejeki tak terduga. Sudah hampir enam bulan ia bekerja di Toko Kue Cheese & Us ini, namun belum pernah sekalipun ia sanggup membeli kuenya.Padahal Jelita sangat menyukai rasanya yang legit dan teksturnya yang lembut. Kak Fonny bagian baking kadang-kadang memang suka membagi-bagikan sisa cheesecake kepada semua, dari situ Jelita bisa ikut merasakan kelezatannya."Uhm... kalau begitu, terima kasih Kak. Kakak baik sekali mau memberikan kue yang lezat ini untuk saya," tukas Jelita sambil mendorong kaca mata lebarnya ke atas hidung dan tersenyum dengan mata berbinar.Dan di luar perkiraan Jelita, lelaki itu tiba-tiba saja menjulurkan tangannya untuk memperkenalkan diri."Dexter Green," ucapnya dengan mata caramel yang berkilau indah.Lalu seketika Jelita pun seperti kehilangan kata-kata mendengar nama itu.. Dia bilang tadi namanya Dexter Green?DEXTER GREEN???Oh my God. Pantas saja! Dia adalah putra dari seorang mantan model Heaven Green dan suaminya, William Green, pemilik jaringan hotel terbesar di Asia Tenggara yang bernama Alpha Green Company.Ya Tuhan. Rasanya Jelita seperti sedang bermimpi bisa bertemu seseorang yang diidolakan banyak gadis, sekaligus merasa semakin bodoh karena bisa-bisanya tidak menyadari siapa lelaki ini."Nama kamu siapa?" tanyanya, membuyarkan lamunan Jelita."Aaa.. uuhm... itu..." mendadak serangan rasa gugup membuat Jelita malah menjadi terbata."Jelita! Namanya Jelita, Kak Dexter!" Tania yang dari tadi hanya mendengarkan serta memperhatikan interaksi antara Jelita dan Dexter, akhirnya bicara juga karena gemas melihat juniornya itu malah gelagapan menyebut namanya sendiri.Dexter sempat melirik ke arah Tania untuk sesaat, sebelum kembali mengalihkan kembali tatapan penuhnya pada gadis kecil berwajah innocent dalam kacamata besarnya."Jelita... it means beautiful, right? Beautiful name for beautiful girl," ucapnya lembut dengan tatapan yang sulit diartikan kepada Jelita."Ok then, see you later, Beautiful!" ucap Dexter sambil tersenyum dan melambaikan tangan ceria kepada Jelita.Dan lelaki itu pun berlalu pergi begitu saja. Tanpa Jelita sempat menyambut uluran tangannya, dengan membawa serta sosoknya memukau yang membuat Jelita tak bisa berkata-kata.Jelita baru pulang dari kerja paruh waktunya ketika hari menjelang sore. Dengan raut yang gembira, ia berjalan santai sambil menenteng kotak berisi blueberry cheesecake pemberian dari Dexter Green. Hatinya terasa ringan saat membayangkan ada seorang lelaki luar biasa tampan yang memberikan kue lezat untuknya.Ya ampun. Rasanya gadis berkaca mata itu masih deg-degan kalau mengingat apa yang terjadi tadi siang!Dexter tidak hanya memberinya blueberry cheesecake yang lezat, ia juga memanggil Jelita dengan sebutan "Beautiful"...Aaaaakkk.... rasanya gadis itu ingin berteriak dan meloncat-loncat kegirangan!!Yah, meskipun Jelita tidak bisa juga begitu saja mengartikan bahwa lelaki itu memujinya, karena arti nama Jelita dalam bahasa Inggris memang beautiful. Jadi intinya, si Dexter itu hanya memanggil namanya saja dalam bahasa Inggris dan bukan karena Jelita yang benar-benar cantik.Lagipula, mana mungkin sih manusia super tampan seperti itu menyukai gadis sederhana bertampang biasa sepe
Karena tadi terpotong teguran dari Pak Andrew, Jelita jadi penasaran ingin sekali mendengar cerita Tania mengenai Dexter Green yang kemarin mencarinya. Dan ia juga berharap semoga hari ini Dexter datang lagi ke tokonya... yah, semoga saja.Tapi ketika hari mulai menjelang sore, belum juga tampak kedatangan lelaki itu, sementara Tania sibuk di ruang persediaan untuk mengatur bahan baku yang baru datang sehingga Jelita sulit bertemu dan menggali informasi dengan seniornya itu.Jelita pun hanya bisa menarik napas kecewa. Akhirnya ia memilih untuk mengerjakan PR Matematika saja saat pengunjung toko mulai sepi.Jelita masih larut dan serius dalam mengerjakan tugasnya, saat seseorang tiba-tiba menarik pensil dari tangannya.Gadis itu pun mendongak kesal, bersiap menyemprot orang iseng yang melakukan hal itu saat ia baru menyadari bahwa ternyata... orang yang diam-diam ia harapkan kedatangannya itulah yang melakukannya!"K-kak Dexter?" Jelita menggigit bibir bawahnya karena serangan gugup y
"Kenapa Kak Dexter begitu baik padaku?"Wajar kan jika Jelita bertanya seperti itu? Maksudnya begini, mereka kan memang baru bertemu dua kali... namun dalam dua kali pertemuan singkat mereka, Jelita merasa sikap Dexter kepadanya sangatlah... aneh.Uhm, koreksi. Bukan aneh sih... hanya saja tidak seperti dua orang asing yang baru dua kali bertemu.Lihat saja, sekarang lelaki itu malah menyentuh lembut dagu Jelita dan memberikan tatapan teduh yang membuatnya jantungnya jumpalitan dan dadanya berdesir.Jelita tidak mau ia jadi salah sangka. Ia takut berharap terlalu tinggi, karena Dexter Green tidak mungkin menyukai gadis polos dan miskin sepertinya.Lagipula, jarak umur mereka terlalu jauh. Jelita masih enam belas tahun, sementara Dexter dua puluh satu tahun. Ia terlalu dewasa untuk Jelita yang masih remaja.Tidak mungkin lelaki maha sempurna ini memiliki perasaan padanya.Benar kan?Namun ketika Dexter memberikan senyum memukaunya, seketika Jelita kembali terpana... dan berharap akan
"Jelita? Kamu lagi di luar? Kok kedengeran suara hujan?"Dexter memang berniat menelepon Jelita sebelum ia tidur. Lelaki itu ingin mendengar suara lembut pacar kecilnya itu yang entah kenapa bisa membuat perasaannya jauh lebih tenang.Namun betapa kagetnya ia saat mendengar suara derai hujan yang begitu deras, seakan-akan Jelita sedang berada di luar rumah.Dan ia pun semakin kaget ketika mendengar suara isakan pelan dari arah seberang telepon, yang beradu diantara suara deru hujan yang jatuh dengan keras membasahi bumi."Jelita... kamu kenapa nangis? Ada apa?" "Kak... aku... diusir dari panti," ucap Jelita sambil terisak. Airmata yang tadi sempat terhenti tiba-tiba mengalir kembali saat ia mendengar suara Dexter, sederas air hujan di sekelilingnya.Dexter yang awalnya sedang berbaring santai di ranjang pun mendadak langsung duduk dan bersandar di kepala ranjang. "Diusir?" "Iya Kak...""Terus, sekarang kamu lagi dimana?""Aku di halte bis...""Ngapain di halte?"Jelita terdiam sesaa
Dexter terbangun dari tidur lelapnya di kamar tamu dengan perasaan bingung.Sambil mengerjap-kerjapkan matanya yang silau karena lampu kamar yang lupa ia matikan sepanjang malam, otaknya pun mulai berpikir.'Tunggu sebentar, kenapa aku malah tidur dikamar tamu alih-alih di kamarku ya?''Oh iya. Ada Jelita.'Saat ia mengingat satu persatu tentang peristiwa semalam, Dexter pun baru menyadari bahwa ada sesuatu yang terasa mengganjal di pinggangnya. Mata caramel pria itu sontak membelalak kaget, saat melihat tangan satu halus yang memeluk pinggangnya dari belakang. Oh... My... God...Dexter menelan ludah dengan susah payah, ketika akhirnya baru menyadari bahwa bukan hanya ada tangan berkulit putih yang melingkari pinggangnya, namun juga ada tubuh hangat dan lembut yang sedang menempel di punggungnya saat ini.Seketika jantung pria itu mulai berdegup dengan keras dan napasnya mulai memburu. 'Shit!! Apa yang Jelita lakukan di sini??'Dexter ingat sekali kalau semalam ia membiarkan Jelita
Serta-merta Jelita menginjak kaki Zikri dengan keras, membuat lelaki itu melepaskan ciuman dari bibirnya.Lalu dengan sekuat tenaga, ia juga langsung mendorong tubuh Zikri hingga lelaki itu jatuh terjengkang di atas lantai."AKU BENCI KAMU!!" Jelita menjerit sambil berurai air mata dan berlari keluar. Zikri sialan! Dia sudah mencuri first kiss yang ingin Jelita berikan pada lelaki yang disukainya. Ia ingin melakukan ciuman pertama dengan Kak Dexter!Tapi si brengsek itu malah mengambil paksa momen yang paling ia tunggu dalam enam belas tahun hidupnya. Ciuman dari seorang pangeran tampan yang baik hati, bukan dari musuh bebuyutan yang menyebalkan!!!Jelita menepis kasar air mata yang luruh dengan punggung tangannya. Ia ingin sekali pergi sejauhnya dari sekolah ini, rasanya ia tidak ingin melihat wajah Zikri untuk selamanya! Tapi... kemana ia harus pergi?Rumah yang ia tahu adalah Panti Asuhan Cinta Kasih. Orang tua yang ia miliki adalah Bu Dira. Namun wanita itu telah mengusir Jeli
Jelita benar-benar pusing. Rasanya seperti masalah datang bertubi-tubi padanya. Belum selesai masalah Bu Dira yang mengusirnya dari Panti, Zikri yang menciumnya tanpa permisi, ditambah lagi sekarang pacar dan sahabatnya yang saling berseteru."Kamu nggak ngejar pacarmu yang tua itu?" sindir Kevin saat Jelita belum juga beranjak menyusul Dexter, gadis itu malah mengobati luka-luka di wajah Kevin akibat pukulan Dexter. Tadi ia berlari ke apotik terdekat untuk membeli obat-obatan, plester dan kapas. Mana mungkin ia setega itu membiarkan sahabatnya?Jelita mendengus kesal. "Kak Dexter nggak tua! Masih dua puluh satu tahun, kok!" sergahnya sambil menekan keras luka di bibir Kevin dengan sengaja."Aawww! Sakit, Nyet!!" gerutu Kevin sambil memelototi Jelita."Bodo!" balas Jelita sambil menjulurkan lidah. Siapa suruh menghina Kak Dexter! Kevin berdecih sebal. "Ngapain sih kamu pacaran sama Om-om? Kayak nggak ada cowok lain aja!" Jelita yang telah selesai mengobati luka di wajah Kevin pun
"Aku nggak bisa janji nggak akan melakukan hal selain pelukan, Jelita. Jadi gimana? Masih mau aku peluk nanti malam?"***Ucapan Dexter yang membingungkan itu masih terngiang jelas dalam pikiran Jelita yang sedang berbaring di tempat tidur. Seketika ia pun bergidik saat membayangkannya. 'Kak Dexter tak bisa janji untuk tidak melakukan hal selain pelukan?Tapi... Apakah Kak Dexter pernah melakukan "hal itu" sebelumnya?''Yah, kalau dipikir-pikir usia Kak Dexter kan sudah termasuk dewasa, dua puluh satu tahun. Lagipula dia laki-laki yang sangat tampan, dari keluarga Green yang sangat terkenal dan juga kaya-raya. Pasti yang mau menjadi pacarnya juga banyak banget.'Jelita menggigit bibirnya. Di satu sisi ia ingin sekali tidur dalam dekapan Kak Dexter seperti semalam. Rasanya sangat nyaman dan tenang saat ada tubuh hangat yang seakan melindungimu, karena Jelita hampir tidak pernah mendapatkan pelukan selama ia di Panti Asuhan. Kadang-kadang saja Bu Dira memeluknya jika Jelita sedang men