Home / Romansa / The Seductive Revenge / 2. Jelita Means Beautiful

Share

2. Jelita Means Beautiful

Author: Black Aurora
last update Last Updated: 2024-02-18 07:12:49

Jelita baru pulang dari kerja paruh waktunya ketika hari menjelang sore. Dengan raut yang gembira, ia berjalan santai sambil menenteng kotak berisi blueberry cheesecake pemberian dari Dexter Green.

Hatinya terasa ringan saat membayangkan ada seorang lelaki luar biasa tampan yang memberikan kue lezat untuknya.

Ya ampun.

Rasanya gadis berkaca mata itu masih deg-degan kalau mengingat apa yang terjadi tadi siang!

Dexter tidak hanya memberinya blueberry cheesecake yang lezat, ia juga memanggil Jelita dengan sebutan "Beautiful"...

Aaaaakkk.... rasanya gadis itu ingin berteriak dan meloncat-loncat kegirangan!!

Yah, meskipun Jelita tidak bisa juga begitu saja mengartikan bahwa lelaki itu memujinya, karena arti nama Jelita dalam bahasa Inggris memang beautiful.

Jadi intinya, si Dexter itu hanya memanggil namanya saja dalam bahasa Inggris dan bukan karena Jelita yang benar-benar cantik.

Lagipula, mana mungkin sih manusia super tampan seperti itu menyukai gadis sederhana bertampang biasa seperti Jelita?

"Dari mana kamu dapat uang untuk membeli kue ini, Lita?"

Jelita mengalihkan wajahnya pada Bu Dira, penjaga panti asuhan tempatnya tinggal selama enam belas tahun ini.

"Saya dikasih dari salah seorang pembeli, Bu," sahutnya takut-takut.

Saat ini ia sedang membantu Bu Dira menyiapkan makan malam untuk anak-anak panti. Sembari memasak dan menunggu waktunya makan, Jelita membagi-bagikan chessecake kepada adik-adik asuhnya.

Bu Dira adalah wanita yang sangat tegas, dan sering mewanti-wanti dirinya agar tidak gampang menerima pemberian dari seseorang begitu saja, apalagi orang yang tidak dia kenal.

Wanita empat puluh dua tahun itu berulangkali mengatakan bahwa tidak ada yang gratis di dunia ini, bahkan udara yang kita hirup pun harus dibayar dengan kepatuhan kita kepada Tuhan untuk menjalani hidup sebaik mungkin di dunia dengan mengikuti ajaranNya.

Apalagi jika ada manusia yang memberikan sesuatu tanpa imbalan, maka waspadalah akan niat di baliknya.

Jelita adalah anak asuh paling tua di panti saat ini, dan ia telah beranjak menjadi seorang gadis belia. Meskipun begitu, Bu Dira tidak suka jika ia berpacaran atau dekat dengan laki-laki.

Peraturan tidak tertulis di panti adalah tidak ada yang namanya pacaran hingga lulus sekolah. Sehingga Bu Dira akan marah jika Jelita ketahuan dekat dengan laki-laki selain adik-adiknya di panti asuhan. Hal itulah juga yang membuat Bu Dira khawatir jika ada seseorang yang memberi Jelita sesuatu secara cuma-cuma.

Wanita itu yakin orang itu pasti mengharapkan sesuatu dari Jelita.

Bu Dira pun mengernyitkan keningnya. "Kamu menerimanya dari pembeli? Siapa? Laki-laki atau perempuan?"

"Perempuan," bohong Jelita.

Ia tidak mau sosok yang selama ini telah mengganti peran orangtuanya itu marah besar dan melarangnya untuk bekerja di Cheese & Us lagi, jika ia tahu bahwa seorang lelaki yang memberikan Jelita kue itu.

"Katanya dia suka melihatku yang sedang membaca buku. Jadi dia menghadiahkanku kue itu," sambung gadis itu lagi. Kali ini ia merasa lebih lega untuk bercerita karena ucapannya jujur.

Bu Dira masih diam dan menatap Jelita, yang membalasnya dengan senyumnya polos. Wanita itu pun menghela napas pelan, lalu mengelus lembut rambut panjang Jelita yang terurai lurus hingga ke bahu.

"Kamu memang anak yang pintar. Belajarlah yang rajin dan fokus saja pada sekolahmu, ya? Agar masa depanmu nanti jauh lebih baik," nasihatnya lembut.

Jelita hanya mengangguk dan membalas senyum wanita yang sudah mengurusnya sejak ia bayi, ketika kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan.

Jelita yang waktu itu katanya dititipkan di tetangga, ditinggalkan sendiri tanpa sanak keluarga, hingga akhirnya ia pun berakhir di panti asuhan ini.

Malam semakin larut. Saat berbaring di ranjangnya yang kecil, Jelita sulit sekali untuk memejamkan mata.

Sosok Dexter yang tampan itu selalu memenuhi benaknya, mengisi lamunan malam yang terbang terbawa angin kenangan kepada masa tadi siang.

'Apa aku akan bertemu dengannya lagi?'

Dexter itu benar-benar tampan bagai Pangeran berkuda putih yang tersenyum dan mengulurkan tangan kepadanya, membawa Jelita naik ke atas kuda menuju istana megah, dimana ia dan pangeran tampan itu akan hidup bahagia selamanya.

Jelita tahu ia sangat kekanakkan karena berpikir seperti itu. tapi hidup di panti asuhan selama dua belas tahun membuatnya selalu bermimpi menjadi Cinderella yang sedang menunggu Pangerannya, meskipun Jelita juga sadar diri kalau dia sama sekali tidak secantik Cinderella.

Kadang malah ia merasa bahwa namanya itu adalah kutukan.

Jelita artinya cantik, dan ia sama sekali tidak pernah merasa cantik. Nama itu hanya menjadi bahan olok-olokan teman-temannya di sekolah.

Karena sangat suka membaca buku, Jelita pun mendapatkan minus tiga di matanya.

Kacamata lebarnya membuat matanya yang besar dan bening itu pun tertutupi keindahannya, terbenam dalam lensa plastik tebal dan bingkai hitam frame kacamata.

Sebenarnya Jelita cukup cantik, dan banyak juga orang yang menyadarinya.

Contohnya seperti Kevin, sahabat Jelita sejak SMP yang menyukai gadis itu sejak lama namun terlalu malu untuk mengungkapkannya.

Begitu pula dengan Zikri, salah satu teman kelas yang sering mengolok Jelita.

Anak itu sebenarnya suka dengan gadis manis berkacamata itu, tapi bingung untuk mengungkapkan rasa.

Hingga yang bisa ia lakukan hanya mencari perhatian gadis itu dengan menjahili Jelita setiap hari.

Namun Jelita sama sekali tidak menyadari perasaan kedua teman sekolahnya itu padanya.

Yang ia tahu, Kevin adalah sahabatnya. Dan Zikri adalah musuhnya.

Huuuftt... Jelita sangat kesal kalau mengingat ulah Zikri!

Setiap hari anak itu selalu saja membuat ulah. Hari ini ia menaruh permen karet di laci meja Jelita, membuat gadis itu terpekik kaget saat tangannya meraba sesuatu yang kenyal dan lengket di lacinya.

Seketika Zikri yang duduk di belakangnya pun tertawa puas melihat jari tangan Jelita yang belepotan permen karet.

Belum puas dengan itu, dia pura-pura menepuk punggung Jelita seakan menyapa gadis itu di kantin sekolah, padahal ia menempelkan kertas dengan tulisan "Jelita yang Tidak Jelita"!

Hal itu membuat Jelita jadi bahan tertawaan satu sekolah yang sedang berkumpul di kantin saat waktu istirahat.

Beruntung, Kevin yang tiba-tiba muncul langsung mengambil kertas itu dari punggung Jelita dan membuangnya.

Sayang sekali Kevin tidak sekelas dengannya, padahal temannya itu selalu melindungi Jelita ketika dirundung teman sekolahnya seperti itu.

Malah Zikri yang sekelas dengannya!

Benar-benar menyebalkan.

***

"Ta, kemarin Dexter Green ke sini dan mencarimu!" seru Tania, seniornya di Cheese & Us antusias ketika melihat Jelita yang baru saja datang untuk kerja paruh waktunya.

Mata bening tertutup lensa itu pun melebar dan berkedip. "Ah, yang bener Kak? Mana mungkin! Kak Tania pasti becanda, kan?" Jelita tidak dapat menampik jantungnya yang tiba-tiba saja berdebar dengan sangat kencang.

Biasanya Tania bukan tipe orang yang suka bercanda, tapi Jelita juga tidak mau banyak berharap kalau ucapan seniornya di toko itu benar.

Hah? Dexter Green datang dan mencari dirinya?? Rasanya kok nggak mungkin.

Tania mendengus. "Ck. Aku serius. Dia datang untuk membeli kue yang sama seperti kemarin. Kemudian dia menanyakanmu, katanya mau berterima kasih karena kue yang kemarin itu sangat disukai oleh penerimanya," tutur Kania.

Jelita pun bengong. Jadi itu benar? Aaarrghh... Ia jadi sangat menyesal karena tidak masuk bekerja kemarin!!

Kemarin itu Jelita memang ijin untuk tidak masuk bekerja karena harus membantu Bu Dira menjaga adik asuh yang masih kecil. Bu Dira pergi dari siang untuk mengurus Tino, adik asuhnya yang lain yang dirawat di rumah sakit karena tipus.

Hari ini kebetulan ada sukarelawan dari PMI yang bergantian jaga di rumah sakit, sehingga Jelita pun bisa kembali bekerja paruh waktu di Cheese & Us.

"Dia bilang apa, Kak?" tanya Jelita dengan jantung yang berdebar senang.

"Ehem."

Jelita dan Tania menoleh pada suara deheman pelan namun berwibawa itu.

"Eh, Pak Andrew," ucap Jelita dan Tania serempak, dan mendadak cengengesan karena ketahuan mengobrol di waktu jam kerja oleh Manager mereka itu.

Andrew hanya diam sambil menatap tajam pada karyawannya hingga membuat Jelita dan Tania buru-buru kabur sebelum mereka kena semprot.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • The Seductive Revenge   154. End Of The Journey

    "Ya, aku di sana, Sayang. Saat Anaya lahir, aku memanjat dinding rumah sakit dan duduk dengan cemas di ruang sebelah. Mendengar semua rintihan kesakitanmu, dan mendengar tangisan pertama anak perempuan kita." *** Sehabis Dexter dan Jelita bertemu dan bercinta semalaman, paginya lelaki itu langsung menemui anak-anak serta seluruh keluarganya. Tentu saja mereka semua sangat kaget, namun juga terharu dan menangis penuh rasa bahagia melihat Dexter bisa kembali berkumpul bersama mereka. Bahkan sejak saat itu Axel, Aireen, Ellard dan Ellena selalu ingin tidur di kamar orang tuanya, bersempit-sempitan dalam satu ranjang master bed. Jelita hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dan tersenyum melihat kelakuan anak-anaknya yang seperti tidak mau berpisah lagi dengan Daddy mereka. Seperti juga malam ini. Meskipun malam ini sudah malam ke-lima kembalinya Dexter ke rumah, empat anak mereka itu masih saja rela tidur bersempit-sempit di ranjang Jelita dan Dexter. Untung saja ranjang itu

  • The Seductive Revenge   153. The Unity Of Love

    Jelita menatap dengan segenap penuh kerinduan pada manik karamel yang selalu membuatnya terbuai, tenggelam dalam kedalamannya yang seakan tak berdasar itu. Ada begitu banyak pertanyaan yang berkecamuk di dalam hati Jelita, namun entah mengapa kali ini seolah bibirnya terkunci.Hanya desah tercekat yang lolos dari bibirnya ketika Dexter menggores bibirnya di leher Jelita yang seharum bunga. Kesepuluh jemari wanita itu telah terbenam di dalam kelebatan rambut Dexter yang sedikit lebih panjang dari biasanya, wajahnya mendongak dengan kedua mata yang terpejam rapat.Lelaki itu menyesap kuat lehernya bagaikan vampir kehausan yang membutuhkan darah segar agar ia tetap hidup. Rasa sakit itu begitu nyata, begitu nikmat dirasakan oleh Jelita. Untuk kali ini, ia benar-benar tak keberatan jika Dexter menyakitinya. Jelita justru ingin disakiti, ia bahkan tidak akan menolak jika Dexter ingin membawanya ke dalam Love Room dan membelenggunya dengan rantai besi lalu menyiksanya seperti Dexter di

  • The Seductive Revenge   152. The Beloved Returns

    Kedua lelaki itu masih terus melakukan baku hantam, tak berhenti saling melancarkan serangan serta pukulan yang mematikan untuk membuat lawannya tak berkutik. Ruangan besar yang biasanya digunakan untuk pertemuan para anggota Black Wolf itu pun kini tak berbentuk lagi. Meja lonjong panjang dari kayu jati itu telah terbelah, setelah Dexter melemparkan tubuh Kairo ke atasnya. Potongan-potongan kayu itu pun mereka jadikan senjata yang cukup berbahaya karena ujung-ujung patahannya yang runcing.Dexter telah merasakannya, karenq Kairo menusuk kakinya dengan kayu runcing iti ketika ia lengah.Dua puluh kursi yang berada di sana pun menjadi sasaran untuk dijadikan senjata. Pertempuran itu benar-benar sengit. Kairo melemparkan kursi terakhir yang masih utuh kepada Dexter yang sedang terjengkang setelah sebelumnya terkena tendangan, namun untung saja di detik terakhir dia masih sempat menghindar.Dengan sisa-sisa tenaganya, Dexter menerjang tubuh Kairo dan menjatuhkannya ke lantai, lalu b

  • The Seductive Revenge   151. The Sight of You

    Rasanya setiap sendi di kaki Jelita mau lepas dari engselnya, tapi ia abaikan semua rasa sakit itu dan terus saja berlari, untuk mengejar sesosok tinggi yang ia rindukan dan telah berada jauh di depannya.Aaahhh, sial... sekarang lelaki itu malah menghilang!!Dengan napas yang tersengal, Jelita berhenti di depan pintu sebuah cafe untuk bersandar sejenak di tiang putih besarnya. Berlari dengan heels 5 senti sambil membawa tas dan dokumen tebal benar-benar sebuah perjuangan.Ditambah lagi sudah sebulan terakhir ini dia juga jarang berolahraga. Lengkaplah sudah.Sambil mengatur napasnya yang berantakan, Jelita mengamati spot terakhir dimana Dexter terakhir terlihat. Atau mungkin, orang yang sangat mirip dengan Dexter Green, suaminya yang telah meninggal dua tahun yang lalu. Tidak, itu pasti Dexter. Jelita sangat yakin lelaki yang barusan ia lihat adalah Dexter!Jelita tak tahu apa yang ia rasakan saat ini, karena hatinya serasa ditumbuhi bunga yang bermekaran namun juga sekaligus dina

  • The Seductive Revenge   150. The Unhealed Wounds

    Cuma ngingetin, ini novel yang 100% happy ending ya. Jadi... jangan kaget baca bab ini. Peace.***Tubuh Jelita membeku dengan tatapan kosongnya yang lurus terarah pada pusara penuh bunga di hadapannya. Tak ada satu pun isak tangis yang keluar dari bibir pucat itu, karena airmatanya telah mengering.Tubuh dan hatinya kini telah kebas, menebal dan mati rasa.Ini terjadi lagi. Untuk yang kedua kalinya.Apakah dirinya pembawa sial? Apakah dirinya memang tidak ditakdirkan untuk bahagia?Apakah dia tidak layak untuk mendapatkan cinta yang begitu besar dari seseorang yang luar biasa? Dulu Zikri, dan sekarang...Sekarang...Jelita mengangkat wajahnya yang pucat dan melihat Heaven yang berada di seberangnya. Wanita itu tengah tersedu dengan sangat pilu, sementara William terus memeluk dan berusaha menenangkan istrinya.Seketika Jelita pun merasa iba. Heaven telah kehilangan putrinya, dan kini kejadian itu pun terulang kembali. Dia kehilangan putranya.'Maafkan aku, Mom.' 'Putra tercinta

  • The Seductive Revenge   149. The Alpha Of Black Wolf

    Jelita menatap lelaki paruh baya yang sedang terbaring diam itu dengan tatapan sendu. Matanya terpejam rapat, alat bantu napas menutup sebagian wajahnya dan beberapa infus terlihat menancap di tubuhnya. Ayahnya berada dalam kondisi koma. Pukulan keras yang beberapa kali menghantam kepalanya membuat otaknya mengalami trauma. Wajahnya penuh lebam dan luka, begitu pun sekujur tubuhnya. Robekan di sepanjang lengannya bahkan harus dioperasi karena merusak banyak syaraf-syaraf penting.Wanita itu pun kembali terisak pelan ketika mengingat penyiksaan keji kepada ayahnya itu. Seorang ayah yang baru ditemuinya setelah tiga puluh satu tahun hidupnya. Seorang ayah yang sempat ia benci ketika mengetahui kisahnya di masa lalu."Ayah, maafkan aku..." lirih Jelita sambil terus terisak. Ia mengunjungi Allan menggunakan kursi roda dengan diantarkan oleh suster jaga. Heaven pulang sebentar untuk melihat anak-anak Jelita di rumah, sekaligus membawa barang-barang yang diperlukan untuk rawat inap me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status