Jelita baru pulang dari kerja paruh waktunya ketika hari menjelang sore. Dengan raut yang gembira, ia berjalan santai sambil menenteng kotak berisi blueberry cheesecake pemberian dari Dexter Green.
Hatinya terasa ringan saat membayangkan ada seorang lelaki luar biasa tampan yang memberikan kue lezat untuknya.Ya ampun.Rasanya gadis berkaca mata itu masih deg-degan kalau mengingat apa yang terjadi tadi siang!Dexter tidak hanya memberinya blueberry cheesecake yang lezat, ia juga memanggil Jelita dengan sebutan "Beautiful"...Aaaaakkk.... rasanya gadis itu ingin berteriak dan meloncat-loncat kegirangan!!Yah, meskipun Jelita tidak bisa juga begitu saja mengartikan bahwa lelaki itu memujinya, karena arti nama Jelita dalam bahasa Inggris memang beautiful.Jadi intinya, si Dexter itu hanya memanggil namanya saja dalam bahasa Inggris dan bukan karena Jelita yang benar-benar cantik.Lagipula, mana mungkin sih manusia super tampan seperti itu menyukai gadis sederhana bertampang biasa seperti Jelita?"Dari mana kamu dapat uang untuk membeli kue ini, Lita?"Jelita mengalihkan wajahnya pada Bu Dira, penjaga panti asuhan tempatnya tinggal selama enam belas tahun ini."Saya dikasih dari salah seorang pembeli, Bu," sahutnya takut-takut.Saat ini ia sedang membantu Bu Dira menyiapkan makan malam untuk anak-anak panti. Sembari memasak dan menunggu waktunya makan, Jelita membagi-bagikan chessecake kepada adik-adik asuhnya.Bu Dira adalah wanita yang sangat tegas, dan sering mewanti-wanti dirinya agar tidak gampang menerima pemberian dari seseorang begitu saja, apalagi orang yang tidak dia kenal.Wanita empat puluh dua tahun itu berulangkali mengatakan bahwa tidak ada yang gratis di dunia ini, bahkan udara yang kita hirup pun harus dibayar dengan kepatuhan kita kepada Tuhan untuk menjalani hidup sebaik mungkin di dunia dengan mengikuti ajaranNya.Apalagi jika ada manusia yang memberikan sesuatu tanpa imbalan, maka waspadalah akan niat di baliknya.Jelita adalah anak asuh paling tua di panti saat ini, dan ia telah beranjak menjadi seorang gadis belia. Meskipun begitu, Bu Dira tidak suka jika ia berpacaran atau dekat dengan laki-laki.Peraturan tidak tertulis di panti adalah tidak ada yang namanya pacaran hingga lulus sekolah. Sehingga Bu Dira akan marah jika Jelita ketahuan dekat dengan laki-laki selain adik-adiknya di panti asuhan. Hal itulah juga yang membuat Bu Dira khawatir jika ada seseorang yang memberi Jelita sesuatu secara cuma-cuma.Wanita itu yakin orang itu pasti mengharapkan sesuatu dari Jelita.Bu Dira pun mengernyitkan keningnya. "Kamu menerimanya dari pembeli? Siapa? Laki-laki atau perempuan?""Perempuan," bohong Jelita.Ia tidak mau sosok yang selama ini telah mengganti peran orangtuanya itu marah besar dan melarangnya untuk bekerja di Cheese & Us lagi, jika ia tahu bahwa seorang lelaki yang memberikan Jelita kue itu."Katanya dia suka melihatku yang sedang membaca buku. Jadi dia menghadiahkanku kue itu," sambung gadis itu lagi. Kali ini ia merasa lebih lega untuk bercerita karena ucapannya jujur.Bu Dira masih diam dan menatap Jelita, yang membalasnya dengan senyumnya polos. Wanita itu pun menghela napas pelan, lalu mengelus lembut rambut panjang Jelita yang terurai lurus hingga ke bahu."Kamu memang anak yang pintar. Belajarlah yang rajin dan fokus saja pada sekolahmu, ya? Agar masa depanmu nanti jauh lebih baik," nasihatnya lembut.Jelita hanya mengangguk dan membalas senyum wanita yang sudah mengurusnya sejak ia bayi, ketika kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan.Jelita yang waktu itu katanya dititipkan di tetangga, ditinggalkan sendiri tanpa sanak keluarga, hingga akhirnya ia pun berakhir di panti asuhan ini.Malam semakin larut. Saat berbaring di ranjangnya yang kecil, Jelita sulit sekali untuk memejamkan mata.Sosok Dexter yang tampan itu selalu memenuhi benaknya, mengisi lamunan malam yang terbang terbawa angin kenangan kepada masa tadi siang.'Apa aku akan bertemu dengannya lagi?'Dexter itu benar-benar tampan bagai Pangeran berkuda putih yang tersenyum dan mengulurkan tangan kepadanya, membawa Jelita naik ke atas kuda menuju istana megah, dimana ia dan pangeran tampan itu akan hidup bahagia selamanya.Jelita tahu ia sangat kekanakkan karena berpikir seperti itu. tapi hidup di panti asuhan selama dua belas tahun membuatnya selalu bermimpi menjadi Cinderella yang sedang menunggu Pangerannya, meskipun Jelita juga sadar diri kalau dia sama sekali tidak secantik Cinderella.Kadang malah ia merasa bahwa namanya itu adalah kutukan.Jelita artinya cantik, dan ia sama sekali tidak pernah merasa cantik. Nama itu hanya menjadi bahan olok-olokan teman-temannya di sekolah.Karena sangat suka membaca buku, Jelita pun mendapatkan minus tiga di matanya.Kacamata lebarnya membuat matanya yang besar dan bening itu pun tertutupi keindahannya, terbenam dalam lensa plastik tebal dan bingkai hitam frame kacamata.Sebenarnya Jelita cukup cantik, dan banyak juga orang yang menyadarinya.Contohnya seperti Kevin, sahabat Jelita sejak SMP yang menyukai gadis itu sejak lama namun terlalu malu untuk mengungkapkannya.Begitu pula dengan Zikri, salah satu teman kelas yang sering mengolok Jelita.Anak itu sebenarnya suka dengan gadis manis berkacamata itu, tapi bingung untuk mengungkapkan rasa.Hingga yang bisa ia lakukan hanya mencari perhatian gadis itu dengan menjahili Jelita setiap hari.Namun Jelita sama sekali tidak menyadari perasaan kedua teman sekolahnya itu padanya.Yang ia tahu, Kevin adalah sahabatnya. Dan Zikri adalah musuhnya.Huuuftt... Jelita sangat kesal kalau mengingat ulah Zikri!Setiap hari anak itu selalu saja membuat ulah. Hari ini ia menaruh permen karet di laci meja Jelita, membuat gadis itu terpekik kaget saat tangannya meraba sesuatu yang kenyal dan lengket di lacinya.Seketika Zikri yang duduk di belakangnya pun tertawa puas melihat jari tangan Jelita yang belepotan permen karet.Belum puas dengan itu, dia pura-pura menepuk punggung Jelita seakan menyapa gadis itu di kantin sekolah, padahal ia menempelkan kertas dengan tulisan "Jelita yang Tidak Jelita"!Hal itu membuat Jelita jadi bahan tertawaan satu sekolah yang sedang berkumpul di kantin saat waktu istirahat.Beruntung, Kevin yang tiba-tiba muncul langsung mengambil kertas itu dari punggung Jelita dan membuangnya.Sayang sekali Kevin tidak sekelas dengannya, padahal temannya itu selalu melindungi Jelita ketika dirundung teman sekolahnya seperti itu.Malah Zikri yang sekelas dengannya!Benar-benar menyebalkan.***"Ta, kemarin Dexter Green ke sini dan mencarimu!" seru Tania, seniornya di Cheese & Us antusias ketika melihat Jelita yang baru saja datang untuk kerja paruh waktunya.Mata bening tertutup lensa itu pun melebar dan berkedip. "Ah, yang bener Kak? Mana mungkin! Kak Tania pasti becanda, kan?" Jelita tidak dapat menampik jantungnya yang tiba-tiba saja berdebar dengan sangat kencang.Biasanya Tania bukan tipe orang yang suka bercanda, tapi Jelita juga tidak mau banyak berharap kalau ucapan seniornya di toko itu benar.Hah? Dexter Green datang dan mencari dirinya?? Rasanya kok nggak mungkin.Tania mendengus. "Ck. Aku serius. Dia datang untuk membeli kue yang sama seperti kemarin. Kemudian dia menanyakanmu, katanya mau berterima kasih karena kue yang kemarin itu sangat disukai oleh penerimanya," tutur Kania.Jelita pun bengong. Jadi itu benar? Aaarrghh... Ia jadi sangat menyesal karena tidak masuk bekerja kemarin!!Kemarin itu Jelita memang ijin untuk tidak masuk bekerja karena harus membantu Bu Dira menjaga adik asuh yang masih kecil. Bu Dira pergi dari siang untuk mengurus Tino, adik asuhnya yang lain yang dirawat di rumah sakit karena tipus.Hari ini kebetulan ada sukarelawan dari PMI yang bergantian jaga di rumah sakit, sehingga Jelita pun bisa kembali bekerja paruh waktu di Cheese & Us."Dia bilang apa, Kak?" tanya Jelita dengan jantung yang berdebar senang."Ehem."Jelita dan Tania menoleh pada suara deheman pelan namun berwibawa itu."Eh, Pak Andrew," ucap Jelita dan Tania serempak, dan mendadak cengengesan karena ketahuan mengobrol di waktu jam kerja oleh Manager mereka itu.Andrew hanya diam sambil menatap tajam pada karyawannya hingga membuat Jelita dan Tania buru-buru kabur sebelum mereka kena semprot.***Karena tadi terpotong teguran dari Pak Andrew, Jelita jadi penasaran ingin sekali mendengar cerita Tania mengenai Dexter Green yang kemarin mencarinya. Dan ia juga berharap semoga hari ini Dexter datang lagi ke tokonya... yah, semoga saja.Tapi ketika hari mulai menjelang sore, belum juga tampak kedatangan lelaki itu, sementara Tania sibuk di ruang persediaan untuk mengatur bahan baku yang baru datang sehingga Jelita sulit bertemu dan menggali informasi dengan seniornya itu.Jelita pun hanya bisa menarik napas kecewa. Akhirnya ia memilih untuk mengerjakan PR Matematika saja saat pengunjung toko mulai sepi.Jelita masih larut dan serius dalam mengerjakan tugasnya, saat seseorang tiba-tiba menarik pensil dari tangannya.Gadis itu pun mendongak kesal, bersiap menyemprot orang iseng yang melakukan hal itu saat ia baru menyadari bahwa ternyata... orang yang diam-diam ia harapkan kedatangannya itulah yang melakukannya!"K-kak Dexter?" Jelita menggigit bibir bawahnya karena serangan gugup y
"Kenapa Kak Dexter begitu baik padaku?"Wajar kan jika Jelita bertanya seperti itu? Maksudnya begini, mereka kan memang baru bertemu dua kali... namun dalam dua kali pertemuan singkat mereka, Jelita merasa sikap Dexter kepadanya sangatlah... aneh.Uhm, koreksi. Bukan aneh sih... hanya saja tidak seperti dua orang asing yang baru dua kali bertemu.Lihat saja, sekarang lelaki itu malah menyentuh lembut dagu Jelita dan memberikan tatapan teduh yang membuatnya jantungnya jumpalitan dan dadanya berdesir.Jelita tidak mau ia jadi salah sangka. Ia takut berharap terlalu tinggi, karena Dexter Green tidak mungkin menyukai gadis polos dan miskin sepertinya.Lagipula, jarak umur mereka terlalu jauh. Jelita masih enam belas tahun, sementara Dexter dua puluh satu tahun. Ia terlalu dewasa untuk Jelita yang masih remaja.Tidak mungkin lelaki maha sempurna ini memiliki perasaan padanya.Benar kan?Namun ketika Dexter memberikan senyum memukaunya, seketika Jelita kembali terpana... dan berharap akan
"Jelita? Kamu lagi di luar? Kok kedengeran suara hujan?"Dexter memang berniat menelepon Jelita sebelum ia tidur. Lelaki itu ingin mendengar suara lembut pacar kecilnya itu yang entah kenapa bisa membuat perasaannya jauh lebih tenang.Namun betapa kagetnya ia saat mendengar suara derai hujan yang begitu deras, seakan-akan Jelita sedang berada di luar rumah.Dan ia pun semakin kaget ketika mendengar suara isakan pelan dari arah seberang telepon, yang beradu diantara suara deru hujan yang jatuh dengan keras membasahi bumi."Jelita... kamu kenapa nangis? Ada apa?" "Kak... aku... diusir dari panti," ucap Jelita sambil terisak. Airmata yang tadi sempat terhenti tiba-tiba mengalir kembali saat ia mendengar suara Dexter, sederas air hujan di sekelilingnya.Dexter yang awalnya sedang berbaring santai di ranjang pun mendadak langsung duduk dan bersandar di kepala ranjang. "Diusir?" "Iya Kak...""Terus, sekarang kamu lagi dimana?""Aku di halte bis...""Ngapain di halte?"Jelita terdiam sesaa
Dexter terbangun dari tidur lelapnya di kamar tamu dengan perasaan bingung.Sambil mengerjap-kerjapkan matanya yang silau karena lampu kamar yang lupa ia matikan sepanjang malam, otaknya pun mulai berpikir.'Tunggu sebentar, kenapa aku malah tidur dikamar tamu alih-alih di kamarku ya?''Oh iya. Ada Jelita.'Saat ia mengingat satu persatu tentang peristiwa semalam, Dexter pun baru menyadari bahwa ada sesuatu yang terasa mengganjal di pinggangnya. Mata caramel pria itu sontak membelalak kaget, saat melihat tangan satu halus yang memeluk pinggangnya dari belakang. Oh... My... God...Dexter menelan ludah dengan susah payah, ketika akhirnya baru menyadari bahwa bukan hanya ada tangan berkulit putih yang melingkari pinggangnya, namun juga ada tubuh hangat dan lembut yang sedang menempel di punggungnya saat ini.Seketika jantung pria itu mulai berdegup dengan keras dan napasnya mulai memburu. 'Shit!! Apa yang Jelita lakukan di sini??'Dexter ingat sekali kalau semalam ia membiarkan Jelita
Serta-merta Jelita menginjak kaki Zikri dengan keras, membuat lelaki itu melepaskan ciuman dari bibirnya.Lalu dengan sekuat tenaga, ia juga langsung mendorong tubuh Zikri hingga lelaki itu jatuh terjengkang di atas lantai."AKU BENCI KAMU!!" Jelita menjerit sambil berurai air mata dan berlari keluar. Zikri sialan! Dia sudah mencuri first kiss yang ingin Jelita berikan pada lelaki yang disukainya. Ia ingin melakukan ciuman pertama dengan Kak Dexter!Tapi si brengsek itu malah mengambil paksa momen yang paling ia tunggu dalam enam belas tahun hidupnya. Ciuman dari seorang pangeran tampan yang baik hati, bukan dari musuh bebuyutan yang menyebalkan!!!Jelita menepis kasar air mata yang luruh dengan punggung tangannya. Ia ingin sekali pergi sejauhnya dari sekolah ini, rasanya ia tidak ingin melihat wajah Zikri untuk selamanya! Tapi... kemana ia harus pergi?Rumah yang ia tahu adalah Panti Asuhan Cinta Kasih. Orang tua yang ia miliki adalah Bu Dira. Namun wanita itu telah mengusir Jeli
Jelita benar-benar pusing. Rasanya seperti masalah datang bertubi-tubi padanya. Belum selesai masalah Bu Dira yang mengusirnya dari Panti, Zikri yang menciumnya tanpa permisi, ditambah lagi sekarang pacar dan sahabatnya yang saling berseteru."Kamu nggak ngejar pacarmu yang tua itu?" sindir Kevin saat Jelita belum juga beranjak menyusul Dexter, gadis itu malah mengobati luka-luka di wajah Kevin akibat pukulan Dexter. Tadi ia berlari ke apotik terdekat untuk membeli obat-obatan, plester dan kapas. Mana mungkin ia setega itu membiarkan sahabatnya?Jelita mendengus kesal. "Kak Dexter nggak tua! Masih dua puluh satu tahun, kok!" sergahnya sambil menekan keras luka di bibir Kevin dengan sengaja."Aawww! Sakit, Nyet!!" gerutu Kevin sambil memelototi Jelita."Bodo!" balas Jelita sambil menjulurkan lidah. Siapa suruh menghina Kak Dexter! Kevin berdecih sebal. "Ngapain sih kamu pacaran sama Om-om? Kayak nggak ada cowok lain aja!" Jelita yang telah selesai mengobati luka di wajah Kevin pun
"Aku nggak bisa janji nggak akan melakukan hal selain pelukan, Jelita. Jadi gimana? Masih mau aku peluk nanti malam?"***Ucapan Dexter yang membingungkan itu masih terngiang jelas dalam pikiran Jelita yang sedang berbaring di tempat tidur. Seketika ia pun bergidik saat membayangkannya. 'Kak Dexter tak bisa janji untuk tidak melakukan hal selain pelukan?Tapi... Apakah Kak Dexter pernah melakukan "hal itu" sebelumnya?''Yah, kalau dipikir-pikir usia Kak Dexter kan sudah termasuk dewasa, dua puluh satu tahun. Lagipula dia laki-laki yang sangat tampan, dari keluarga Green yang sangat terkenal dan juga kaya-raya. Pasti yang mau menjadi pacarnya juga banyak banget.'Jelita menggigit bibirnya. Di satu sisi ia ingin sekali tidur dalam dekapan Kak Dexter seperti semalam. Rasanya sangat nyaman dan tenang saat ada tubuh hangat yang seakan melindungimu, karena Jelita hampir tidak pernah mendapatkan pelukan selama ia di Panti Asuhan. Kadang-kadang saja Bu Dira memeluknya jika Jelita sedang men
~BEBERAPA SAAT SEBELUMNYA~Setelah mimpi buruknya yang semakin hari semakin mengerikan dan selalu membuatnya terbangun serta gemetar ketakutan, Jelita pun akhirnya bisa bernapas lega ketika melihat Dexter yang sudah nyenyak tertidur di kamarnya.'YES!!! Sekarang aku bisa memeluk Kak Dexter tanpa dia tahu,' pekik gembira Jelita dalam hati. Tanpa menunggu lebih lama, ia pun langsung terlelap saat tangannya telah mendekap tubuh atletis lelaki itu.Tapi... ada yang aneh.Jelita merasa sesuatu yang basah dan hangat melumat kuat bibirnya. Sakit. Perih. Dan karena dua hal itu Jelita pun akhirnya terbangun, dan membelalakkan mata saat ia menatap wajah Dexter yang begitu dekat dengan wajahnya, dengan bibir yang memagut keras bibirnya.Jelita ingin berteriak, namun suaranya bungkam oleh kecupan Dexter yang bergerak liar di bibirnya. Jelita takut sekali, tapi ia tetap berusaha sekuat tenaga untuk mendorong tubuh pacarnya itu. Jelita pun akhirnya memberontak, menggerak-gerakkan kepalanya untuk