Home / Romansa / The Seductive Revenge / 13. School Project

Share

13. School Project

Author: Black Aurora
last update Last Updated: 2024-03-01 22:19:37

Ketika Jelita mengira ia bisa selamat dari Zikri dan kelakuannya yang absurd itu, masalah baru pun datang.

Bu Siska menugaskan siswanya membentuk kelompok yang terdiri dari dua orang, untuk mengerjakan tugas Sosiologi dan untuk presentasi di depan kelas.

Karena tidak ada yang mau menjadikan Jelita teman kelompok, maka mau tidak mau terpaksa ia pun menerima ajakan Zikri untuk bekerja sama, meskipun sebenarnya sangat enggan.

"Papaku punya cafe di daerah Kemang, kita kerjakan tugasnya di sana saja," Zikri mengusulkan pada Jelita yang sedang membereskan perlengkapan sekolahnya.

Waktu sekolah telah usai dan para siswa berlarian keluar kelas untuk pulang.

Jelita mendelik. "Mana ada ngerjain tugas di cafe? Nggak ah. Kita ke perpus aja," tolaknya sambil menarik risleting tas ranselnya.

"Jangan di perpus, kita ke toko buku saja. Beli semua buku yang diperlukan, lalu mengerjakan tugas untuk presentasinya di coffeeshop di lantai dua."

Jelita hendak memprotes, tapi Zikri keburu menarik tangannya menuju parkiran sekolah, lalu mendorong tubuh Jelita masuk ke dalam mini cooper-nya.

Jelita menatap kesal pada Zikri yang sedang memutari mobil untuk masuk ke dalam kursi pengendara, namun ia memilih untuk diam saja.

Zikri membawanya untuk makan siang dulu di restoran masakan Korea sebelum mereka ke toko buku.

Sesampainya di toko buku, Zikri membiarkan Jelita yang memilih buku-buku yang diperlukan untuk bahan presentasi.

Ia mengulum senyum saat gadis itu membeli hampir dua puluh buah buku tebal yang harga totalnya pasti lebih dari tiga juta.

Jelita pasti sengaja.

Dia mengira Zikri akan bangkrut hanya karena membayar harga buku yang sama seperti harga makan siangnya di hotel.

Haha. Jelita benar-benar lucu sekali.

Dan Zikri hampir tidak tahan untuk tertawa melihat ekspresi Jelita yang shock melihat jumlah yang harus dibayar dan betapa lempengnya wajah Zikri saat memberikan unlimited credit card kepada mbak-mbak kasir yang tersenyum manis padanya.

"Aku tahu sih kamu orang kaya. Tapi ya minimal tanya dulu kek, buat apa aku beli buku sebanyak itu?" cetusnya jengkel karena taktiknya untuk membuat Zikri kesal malah gagal.

Lelaki itu hanya mengedikkan bahunya dengan santai. "Cuma lima juta. Dikit kok. Kamu mau beli buku lagi? Atau mau yang lain?"

Jelita hanya bisa mendesah sambil menggelengkan kepala.

Sialan. Dasar orang kaya!

Lima juta baginya mungkin seperti lima ribu bagi Jelita!

Mereka akhirnya memutuskan untuk mengerjakan tugas di salah satu coffeeshop ternama di lantai dua toko buku itu, karena tempatnya yang nyaman dan tidak terlalu ramai.

Saat sedang asik mengerjakan tugas, tiba-tiba ponsel Jelita berdenting pelan tanda ada pesan yang masuk.

MY BLUEBERRY CHEESECAKE : Kamu dimana, Jelita?

Jelita : lagi di toko buku Kak. Tadi aku sudah bilang kan, kalau mau mengerjakan tugas kelompok di sini?

Jelita menunggu beberapa saat, jaga-jaga kalau Dexter kembali mengirimnya pesan.

Setelah beberapa menit berlalu, akhirnya ia meletakkan kembali ponselnya ke dalam tas dan kembali melanjutkan tugasnya.

Tak terasa hampir satu jam mereka berkutat dengan tugas presentasi, dan sekarang hampir selesai. Hanya tinggal mencantumkan judul buku-buku yang akan dijadikan referensi saja.

"JELITA!"

Suara keras itu sontak mengagetkan Jelita dan Zikri yang sedang fokus bekerja.

Gadis itu menengadah dan mendapati sosok lelaki bertubuh jangkung dengan sorot mata caramel yang menatapnya dingin.

"Kak Dexter?" mata Jelita melotot kaget saat melihat pacarnya berada di situ.

Dexter melemparkan tatapannya pada Zikri yang tersenyum dan juga ikut menyapanya. "Sepertinya aku mengenalmu, ya?"

Zikri bangkit dari kursinya dan menjulurkan tangan. "Namaku Zikri Gerhana Sutomihardjo, Kak."

Dexter menyambut tangannya sambil menatap lekat mata Zikri yang juga membalas tatapannya dengan berani.

"Dexter Green. Ah, pantas saja aku seperti mengenalmu. Ayahmu Dirga Sutomihardjo, kan?"

Zikri mengangguk. "Ya, dia ayah saya."

Dexter mengangguk mengerti. "Ooh. Jadi anaknya Pak Dirga sekelas dengan Jelita."

Saya teman sebangku Jelita, Kak. Dan saya juga menyukai Jelita," ucap Zikri tiba-tiba, mengejutkan Jelita dan juga Dexter.

"Kak Dexter adalah Kakak Asuh dan wali dari Jelita, bukan? Jadi saya mohon ijin untuk mendekati Jelita, karena saya berniat untuk menjadikannya pacar," tegas Zikri dengan berani.

Kedua lelaki itu saling bersitatap dengan sorot yang sama-sama tajam. Rahang Dexter mengeras mendengar perkataan Zikri yang sangat kurang ajar itu, tapi untuk kali ini ia tidak bisa berbuat apa-apa.

Zikri bukan orang sembarangan, ayahnya baru saja menjalin kerjasama dengan William Green, ayah Dexter.

"Kalian kan masih pelajar, jadi sebaiknya fokus saja pada sekolah. Dan kalau soal itu, saya serahkan semua pada Jelita. Biar dia saja yang memutuskan," tukas Dexter dingin sambil melirik Jelita yang menundukkan kepalanya.

"Sudah selesai kan tugasnya? Ayo, pulang." Dexter menarik tangan Jelita untuk berdiri.

"Kita pulang dulu, Zikri. Oh ya, sampaikan juga salam hormat untuk Pak Dirga," ucap Dexter, tanpa sadar bahwa ia telah memeluk bahu Jelita dengan posesif.

Zikri mengangguk dan tersenyum samar menatap dua orang yang telah berlalu dari situ.

'Cih, Kakak Asuh? Dasar pembohong! Jelas-jelas si Dexter itu sangat cemburu ketika aku mengatakan ingin menjadi pacar Jelita!'

Sekarang Zikri benar-benar yakin jika hubungan antara Jelita dan Dexter bukanlah Kakak-Adik Asuh, melainkan lebih intim dari itu.

Sial!!

***

Jelita tahu konsekuensi jika Dexter marah padanya.

Pasti malam ini lelaki itu akan memperlakukannya dengan kasar lagi di atas ranjang. Membayangkan hal itu saja Jelita sudah gemetar ketakutan.

Dia harus bisa merayu pacarnya itu agar tidak marah lagi.

"Kak..." Jelita membuka suara setelah keheningan yang cukup lama di dalam mobil Dexter.

"Kak Dexter marah? Maaf, tapi aku dan Zikri tidak ada hubungan apa-apa. Kami benar-benar hanya mengerjakan tugas kok," rengek Jelita.

"Kak... jangan marah, ya?"

Dexter masih diam dan fokus menyetir menatap jalanan di depannya. Beberapa saat kemudian terdengar helaan napasnya.

"Apa sebaiknya kamu kupindahkan saja ke sekolah lain?" cetusnya tiba-tiba. "Ke sekolah yang tidak akan ada Zikri atau Kevin yang lain--sekolah khusus perempuan. Dengan begitu aku akan merasa lebih tenang."

Jelita membelalakkan matanya kaget ketika mendengarnya. "Jangan, Kak! Aku suka bersekolah di Brentwood Highschool."

Dexter melirik Jelita sekilas. "Bukannya kamu pernah bilang kalau satu sekolah mengolokmu sugarbaby?"

"Sudah tidak lagi kok sekarang. Sejak Kak Dexter datang ke sekolah dan menjelaskan semuanya. Tidak ada lagi yang berani menggangguku setelahnya."

"Tapi aku tidak suka Zikri dan Kevin di dekatmu, Jelita."

"Aku juga tidak suka dengan Zikri, tapi Kevin itu sahabatku. Dia itu sangat baik padaku, Kak. Selalu menolong dan menghibur saat aku sedang sedih."

"Oke. Stop. Jangan bicarakan kebaikan lelaki lain kalau kamu tidak ingin melihatku benar-benar cemburu, Jelita!" sentak Dexter kesal.

"Lagipula sekarang aku adalah pacarmu. Jadi tugas untuk menolong dan menghiburmu bukan lagi ada pada Kevin, tapi padaku!"

Jelita pun terdiam. Apa... itu artinya dia tidak bisa bersahabat lagi dengan Kevin? Aaahhh... kenapa Kak Dexter membuat Jelita jadi takut untuk sekedar berteman dengan Kevin?

"Kita pulang sekarang. Mom sudah menunggu kita di rumah untuk makan malam bersama," ucap Dexter tidak bersemangat.

"Sayang sekali. Padahal yang aku inginkan adalah menyantap tubuhmu sebagai makan malam. Cih. Mom mengganggu kesenanganku saja!"

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • The Seductive Revenge   154. End Of The Journey

    "Ya, aku di sana, Sayang. Saat Anaya lahir, aku memanjat dinding rumah sakit dan duduk dengan cemas di ruang sebelah. Mendengar semua rintihan kesakitanmu, dan mendengar tangisan pertama anak perempuan kita." *** Sehabis Dexter dan Jelita bertemu dan bercinta semalaman, paginya lelaki itu langsung menemui anak-anak serta seluruh keluarganya. Tentu saja mereka semua sangat kaget, namun juga terharu dan menangis penuh rasa bahagia melihat Dexter bisa kembali berkumpul bersama mereka. Bahkan sejak saat itu Axel, Aireen, Ellard dan Ellena selalu ingin tidur di kamar orang tuanya, bersempit-sempitan dalam satu ranjang master bed. Jelita hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dan tersenyum melihat kelakuan anak-anaknya yang seperti tidak mau berpisah lagi dengan Daddy mereka. Seperti juga malam ini. Meskipun malam ini sudah malam ke-lima kembalinya Dexter ke rumah, empat anak mereka itu masih saja rela tidur bersempit-sempit di ranjang Jelita dan Dexter. Untung saja ranjang itu

  • The Seductive Revenge   153. The Unity Of Love

    Jelita menatap dengan segenap penuh kerinduan pada manik karamel yang selalu membuatnya terbuai, tenggelam dalam kedalamannya yang seakan tak berdasar itu. Ada begitu banyak pertanyaan yang berkecamuk di dalam hati Jelita, namun entah mengapa kali ini seolah bibirnya terkunci.Hanya desah tercekat yang lolos dari bibirnya ketika Dexter menggores bibirnya di leher Jelita yang seharum bunga. Kesepuluh jemari wanita itu telah terbenam di dalam kelebatan rambut Dexter yang sedikit lebih panjang dari biasanya, wajahnya mendongak dengan kedua mata yang terpejam rapat.Lelaki itu menyesap kuat lehernya bagaikan vampir kehausan yang membutuhkan darah segar agar ia tetap hidup. Rasa sakit itu begitu nyata, begitu nikmat dirasakan oleh Jelita. Untuk kali ini, ia benar-benar tak keberatan jika Dexter menyakitinya. Jelita justru ingin disakiti, ia bahkan tidak akan menolak jika Dexter ingin membawanya ke dalam Love Room dan membelenggunya dengan rantai besi lalu menyiksanya seperti Dexter di

  • The Seductive Revenge   152. The Beloved Returns

    Kedua lelaki itu masih terus melakukan baku hantam, tak berhenti saling melancarkan serangan serta pukulan yang mematikan untuk membuat lawannya tak berkutik. Ruangan besar yang biasanya digunakan untuk pertemuan para anggota Black Wolf itu pun kini tak berbentuk lagi. Meja lonjong panjang dari kayu jati itu telah terbelah, setelah Dexter melemparkan tubuh Kairo ke atasnya. Potongan-potongan kayu itu pun mereka jadikan senjata yang cukup berbahaya karena ujung-ujung patahannya yang runcing.Dexter telah merasakannya, karenq Kairo menusuk kakinya dengan kayu runcing iti ketika ia lengah.Dua puluh kursi yang berada di sana pun menjadi sasaran untuk dijadikan senjata. Pertempuran itu benar-benar sengit. Kairo melemparkan kursi terakhir yang masih utuh kepada Dexter yang sedang terjengkang setelah sebelumnya terkena tendangan, namun untung saja di detik terakhir dia masih sempat menghindar.Dengan sisa-sisa tenaganya, Dexter menerjang tubuh Kairo dan menjatuhkannya ke lantai, lalu b

  • The Seductive Revenge   151. The Sight of You

    Rasanya setiap sendi di kaki Jelita mau lepas dari engselnya, tapi ia abaikan semua rasa sakit itu dan terus saja berlari, untuk mengejar sesosok tinggi yang ia rindukan dan telah berada jauh di depannya.Aaahhh, sial... sekarang lelaki itu malah menghilang!!Dengan napas yang tersengal, Jelita berhenti di depan pintu sebuah cafe untuk bersandar sejenak di tiang putih besarnya. Berlari dengan heels 5 senti sambil membawa tas dan dokumen tebal benar-benar sebuah perjuangan.Ditambah lagi sudah sebulan terakhir ini dia juga jarang berolahraga. Lengkaplah sudah.Sambil mengatur napasnya yang berantakan, Jelita mengamati spot terakhir dimana Dexter terakhir terlihat. Atau mungkin, orang yang sangat mirip dengan Dexter Green, suaminya yang telah meninggal dua tahun yang lalu. Tidak, itu pasti Dexter. Jelita sangat yakin lelaki yang barusan ia lihat adalah Dexter!Jelita tak tahu apa yang ia rasakan saat ini, karena hatinya serasa ditumbuhi bunga yang bermekaran namun juga sekaligus dina

  • The Seductive Revenge   150. The Unhealed Wounds

    Cuma ngingetin, ini novel yang 100% happy ending ya. Jadi... jangan kaget baca bab ini. Peace.***Tubuh Jelita membeku dengan tatapan kosongnya yang lurus terarah pada pusara penuh bunga di hadapannya. Tak ada satu pun isak tangis yang keluar dari bibir pucat itu, karena airmatanya telah mengering.Tubuh dan hatinya kini telah kebas, menebal dan mati rasa.Ini terjadi lagi. Untuk yang kedua kalinya.Apakah dirinya pembawa sial? Apakah dirinya memang tidak ditakdirkan untuk bahagia?Apakah dia tidak layak untuk mendapatkan cinta yang begitu besar dari seseorang yang luar biasa? Dulu Zikri, dan sekarang...Sekarang...Jelita mengangkat wajahnya yang pucat dan melihat Heaven yang berada di seberangnya. Wanita itu tengah tersedu dengan sangat pilu, sementara William terus memeluk dan berusaha menenangkan istrinya.Seketika Jelita pun merasa iba. Heaven telah kehilangan putrinya, dan kini kejadian itu pun terulang kembali. Dia kehilangan putranya.'Maafkan aku, Mom.' 'Putra tercinta

  • The Seductive Revenge   149. The Alpha Of Black Wolf

    Jelita menatap lelaki paruh baya yang sedang terbaring diam itu dengan tatapan sendu. Matanya terpejam rapat, alat bantu napas menutup sebagian wajahnya dan beberapa infus terlihat menancap di tubuhnya. Ayahnya berada dalam kondisi koma. Pukulan keras yang beberapa kali menghantam kepalanya membuat otaknya mengalami trauma. Wajahnya penuh lebam dan luka, begitu pun sekujur tubuhnya. Robekan di sepanjang lengannya bahkan harus dioperasi karena merusak banyak syaraf-syaraf penting.Wanita itu pun kembali terisak pelan ketika mengingat penyiksaan keji kepada ayahnya itu. Seorang ayah yang baru ditemuinya setelah tiga puluh satu tahun hidupnya. Seorang ayah yang sempat ia benci ketika mengetahui kisahnya di masa lalu."Ayah, maafkan aku..." lirih Jelita sambil terus terisak. Ia mengunjungi Allan menggunakan kursi roda dengan diantarkan oleh suster jaga. Heaven pulang sebentar untuk melihat anak-anak Jelita di rumah, sekaligus membawa barang-barang yang diperlukan untuk rawat inap me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status