“Kau sungguh membawaku? Bukan aku pelakunya!”
“Diam! Aku tidak ingin menyuntikmu dengan bius yang kubawa sekarang di kantongku. Jangan banyak bergerak dan ikuti aku.”
Sepasang mata hitam itu memutar malas, tentu saja dia akan mengikuti pria bertubuh kekar nan tinggi ini. Karena kedua lengannya dikaitkan dan terlihat diseret menuju sebuah bangunan yang terletak cukup dekat dengan kawasan pepohonan.
Siapapun yang tinggal di Burk's Falls pasti tahu bangunan tersebut. Bangunan yang menjadi tempat tinggal pemimpin dan keluarga kecilnya dimana siap dilayani oleh belasan pekerja di sana.
Namun, jika ke sana dengan diseret oleh kedua pria berlengan kekar ini, maka Dion hanya bisa menghembuskan napasnya dengan gusar. Semoga saja ada yang bisa meloloskannya dari sini.
Karena dia masih ditunggu oleh murid-murid manis di hari esok. Dion dipaksa untuk berlutut di sebuah ruangan dimana ada kursi besar tak berpenghuni. Siap tak siap dia harus disidang. Karena sang penuntut telah memberikan akses supaya sang pemimpin yang mengambil keputusan.
"Tuan Grissham tidak ada di sini? Masih memiliki pekerjaan di luar ternyata. Jam empat sore? Baiklah, di mana aku harus membawanya?"
Dion memilih untuk keep in silent, untuk kabur juga tidak bisa. Di luar ruangan ini ada dua pengawal yang menjaganya dengan ketat. Dari pengakuan rakyat, para pengawal Red House memiliki kecepatan lari yang cukup tinggi. Dia tidak punya pilihan, dirinya hanyalah seorang guru matematika yang tidak bisa berlari lebih cepat dari mereka.
"Bawa dia ke ruang rapat. Nona Muda Olivia yang akan bertemu dengannya." kata pengawal yang baru saja selesai berkomunikasi dengan earbuds yang terpasang di telinganya.
Dion tahu siapa yang dimaksud dengan Nona Muda Olivia, sering menemani sang nenek berjemur di jam lima petang membuatnya tahu siapa nama-nama keluarga pemimpin mereka.
Jika Leyna mengawali hari dengan berpakaian halus dan terkesan membuat wanita muda itu bermartabat. Maka Dion akan mengatakan kalau paginya tidak lebih baik dari sebelum-sebelumnya. Hidupnya terlalu sibuk untuk mengetahui nama yang mungkin keesokan harinya akan dilupakan begitu saja.
Dion lagi-lagi diseret dan didudukkan di salah satu bangku yang terlihat seperti ruang rapat, ada projector yang disangkutkan di loteng ruangan, podium untuk para pembicara dan sepuluh bangku yang disekitar meja berbentuk oval ini. Dion menatap jengah kedua pria yang berdiri di belakangnya.
Well, karena disuruh untuk menunggu kedatangan. Dion rasa untuk sekedar beristirahat sembari menghabiskan waktu tidak ada salahnya, kan? Ruan rapat yang difasilitasi dengan Air Conditioner yang masih menyala itu membuat Dion nyaman dan akhirnya mengarungi alam mimpi.
Masih ada tiga jam lagi untuk bertemu dengan wanita tersebut.
_The Stranger's Lust_
12.45 p.m
Ottawa
"Cheese and ham spagheetti with one large size Mango Blues. Seventy dollars, please."
Leyna berdiri di belakang meja kasir siang itu setelah memakai apron restoran milik ayahnya. Jam sibuk sebentar lagi akan berakhir, sudah dua jam dia berdiri di sini setelah restoran semakin ramai pengunjung.
Bukan hal yang sulit baginya untuk mencatat pesanan. Ayahnya tidak menyetujui Leyna untuk mengantar pesanan dengan balutan tersebut, namun berat hati menyetujui tawaran Leyna di belakang kasir.
Sang ibu hanya menemani suaminya di dalam ruangan. Bukan masalah yang rumit, Leyna sudah terbiasa di sini mengurus restoran daripada di dalam ruangan merasakan ketegangan yang menusuk.
Omong-omong, kejadian tadi pagi tentu saja berakhir dengan dengusan dari pamannya sebelum pria tersebut meninggalkan restoran karena kalah telak dari keponakannya.
"Leyna Olivia."
Panggilan ayahnya yang tegas dan tidak ingin dibantah membuat nyali Leyna yang tadi berkobar marah menjadi menciut. Begitu juga dengan suasana yang semakin menegang, bahkan karyawan yang datang memilih untuk tidak melanjutkan kegiatan mereka dan fokus dengan ketegangan ayah-anak tersebut.
Leyna yang saat itu ketar-ketir hanya diam, membiarkan sang ayah mendekatinya. Kedua matanya terpejam erat menunggu bentakan atau mungkin dia pantas untuk ditampar kali ini.
Wanita itu tersentak saat merasakan tepukan di bahunya. Perlahan matanya terbuka dan melihat Chayton yang mendaratkan tangannya di bahu anak keduanya sembari tersenyum tipis.
"Daddy ...," panggil Leyna dengan lirih. Namun tatapannya belum terlepas dari ayahnya.
"Sikapmu barusan memang terlihat kurang ajar. Namun, Daddy menghargai keputusanmu itu. Tapi tidak ada kedua kalinya Daddy melihat kamu seperti ini, bagaimana pun dia tetaplah Pamanmu, mau sejahat apapun dia. Urusan Pamanmu adalah dengan Daddy."
Leyna ingat saat itu dia hanya bisa mengangguk kepala dengan pelan. Dia tahu dia berbuat salah, tetapi melihat tingkah seenaknya dari Lancelot cukup membuat api di hati anak perempuan itu.
"Terima kasih sudah membantu Daddy bicara dengannya, Leyna."
_The Stranger's Lust_
To Be Continue
“Jadi, hari ini adalah harinya?” Dion memangku tangannya yang sedang menggenggam sebuah bungkusan protein bars, mengunyah sambil melihat layar ponsel yang ditegakkan bersandar pada botol minumannya di meja. “Iya. Makan malam dengan kolega Tuan Chayton,” katanya yang telah menelan makanannya tersebut. Makan siang dengan dua protein bars di ruang istirahat di gedung balet yang secara kebetulan sedang sepi, membuatnya berpikir untuk menghubungi kekasihnya itu sekarang. Well, kekasih … Dion rasa dia harus bisa beradaptasi dengan julukan tersebut sekarang. “Kalau memang cowo itu yang bakalan datang, bagaimana menurutmu?” tanya Leyna yang berada di ujung telepon sedang mengecek tumpukan buku anak-anak dengan sebelah telinga kirinya tersumpal dengan Bluetooth earphone. “Aku tidak bisa menerimanya, bukan?” tanya Dion balik yang disetujui oleh jiwa perempuan yang berada di tubuhnya yang asli itu. Terkadang Dion berpikir berapa lama lagikah dia akan bersemayam di tubuh seorang wanita yang
Setelah malam itu mereka saling mengungkapkan perasaan masing-masing, tidak ada lagi yang bertambah. Baik Dion maupun Leyna, keduanya sama-sama disibukkan dengan kegiatan sehari-hari dan Jumat sudah datang menjemput mereka. Dion sudah siap dengan balutan dress di bawah lutut dan duduk ke kursi meja makan yang sudah ditempati oleh tiga anggota lainnya. “Night, Dad, Mom, Quinza,” sapanya dengan binar riang di matanya. “Night, Leyna.” Sang Ibunda membalas sapaannya. Dia mengambil tempat di samping sang adik perempuan yang bermain dengan ponselnya daritadi. Sedangkan, laki-laki satu-satunya di keluarga inti tersebut sedang membaca berita dari ponselnya. “So, can we start?” tanya Aubrey yang melirik kedua anggota yang sedang sibuk dengan dunianya sendiri. Dion memilih untuk tersenyum tipis ketika mengetahui kepada siapa yang dituju. Chayton dan putri bungsunya meletakkan alat komunikasi mereka di samping dan menjawab dengan kompak, “Sure.” Wanita tersebut mengangguk dan mulai meminta
[Dion POV] Aku yang baru saja bisa pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri sekalian merilekskan persendian yang rasanya kaku banget setelah duduk di meja makan mendiskusikan beberapa topik hangat dengan Tuan Chayton. Sedangkan, Quinza berada di kamarnya sendiri mengerjakan tugas sekolahnya di jam sebelas malam ini. Setelah berbelanja barang kebutuhan tadi, aku dan dia langsung menyimpan barang tersebut di dapur dan beberapa disisihkan untuk di simpan di tas yang khusus menampung pakaian ganti dan outfit latihan aku. Dan, ketika melihat namaku sendiri tertera di layar ponsel Leyna itu aku langsung mengangkatnya. “Hello?” Sejujurnya ntah kenapa malam ini terasa berbeda dari malam-malam sebelumnya yang pernah kami lewati dengan berbicara melalui telepon. Leyna menjawabnya, pembicaraan mulai terasa aneh ketika lawan bicaraku itu menanyakan situasi di sini. Namun, tidak berapa lama, aku mengetahui jawabannya. Jawaban mengapa aku merasa canggung dan aneh dalam pembicaraan kami k
[Leyna POV] Aku melangkah keluar dari gedung sekolah dan menaiki sepeda yang menemani semua kegiatanku semenjak menjadi sosok yang dipanggil Dion Addison. Langit yang hari ini terlihat mendadak begitu cerah tidak digubris olehku sama sekali. Karena rasanya dari dalam hatiku terbakar sejak siang tadi. Sialnya sampai sekarang masih belum padam. Efek yang luar biasa dahsyat setelah guru perempuan itu seenak jidat menawarkan ini dan itu kepadaku. Maksudnya kepada Dion, tentu saja. “Memangnya dia tahu kalau Dion itu suka sekali dengan oatmeal dan smoothies yang beragam variasi cara untuk menikmatinya,” celetukku sambil mengayuh sepeda. Beruntung aku bukan seorang puteri keturunan kepala pemerintah sekarang ini. Ada untungnya juga menjadi seorang warga biasa yang memiliki pekerjaan yang biasa-biasa saja. Tentu saja kebanyakan warga di sini menikmati kehidupannya dengan biasa-biasa saja, bangun pagi, menyiapkan sarapan, mandi, berpakaian, pergi bekerja, pulang dan menikmati makan malam
Dion meletakkan semua belanjaannya kepada kasir dengan tenang. Tidak, lebih tepatnya pura-pura untuk bersikap tenang dan biasa saja. Dia tahu Quinza daritadi melihatnya dengan tatapan yang menyiratkan untuk berbicara empat mata dengannya. Namun, dia bersikap tidak tahu-menahu. "Leyna," panggil Quinza yang berada di belakangnya berbisik mendekat sampai ke telinganya. Beruntung sekali dia sudah terbiasa dengan adik perempuan Leyna selama ini sehingga dia tidak lagi merasa terkejut. Sebuah dehaman menjadi jawabannya dan dia melihat ke arah monitor kasir yang sedang bergerak menghitung total pembeliannya. "Kamu serius sekarang? Si cowo yang kujelasin itu ada di belakang tahu," kata Quinza lagi, dia berbicara dengan bisikan meskipun terdengar seperti nada tinggi. "Dia orangnya? Charles, benarkan?" beo Dion yang melirik ke sosok di belakang anak bungsu keluarga kepala pemerintah ini. Lalu, kembali bertingkah seperti biasa. Yang lebih muda itu refleks menepuk pundak sang Kakak gemas. "
Pada satu waktu yang sama, Leyna juga sedang mengurusi nilai murid-muridnya di ruang guru. Dia tidak sendirian di ruangan tersebut, masih ada dua atau tiga guru yang juga duduk di sana melakukan tugas mereka masing-masing. Mengingat jam belajar-mengajar telah berakhir tiga jam yang lalu, Leyna dan guru-guru lainnya bisa beristirahat sejenak. "Sir. Dion," panggil seorang guru perempuan yang sering mengikutinya di setiap kesempatan yang ada. Maksudnya, mengikuti raga Dion, bukan jiwanya. Terkadang Leyna melamun dan berpikir bagaimana reaksi sekitar mereka kalau mengetahui bahwa orang yang di depan mereka bukanlah yang mereka kenali. "Ada apa, Miss?" tanya Leyna sesopan mungkin. Setelah mengetahui konsep dari kutukan aneh ini, Leyna berpikir untuk membatasi diri dengan dunia. Dia tidak bermaksud untuk besar kepala. Namun, siapa yang tidak akan jatuh hati ketika melihat raga seorang laki-laki yang tinggi jangkung, berpakaian rapi, dan bersikap lembut? Leyna mungkin adalah salah satun