Suara bel yang berdering karena pintu didorong masuk, Hun’s Restaurant sedang sepi di jam setengah sepuluh itu. Leyna masuk ke depan dengan Aubrey setelah Chayton masuk dengan gagah. Seorang sekretaris yang mengikutinya dari Red House berdiri di samping Leyna.
Leyna merangkul lengan kanan sang ibu di belakang dalam diam, berusaha menekan dirinya untuk tidak menerobos dan memaki orang yang lebih tua darinya puluhan tahun itu. Bukan hanya ada sang paman sendiri di sana, ada lima pegawai restoran yang sedang hilir mudik membersihkan meja dan sebagainya, dua orang kasir sedang beroperasi di depan meja di sebelah standee, Leyna yakin masih ada tiga chef yang sedang sibuk menumis sayur atau memanggang daging di belakang.
Tentu saja masih ada store manager berdiri di sana menjalani shift kerjanya, wanita muda itu jelas mengetahui nama sang manajer yang tengah menenangkan sang paman. Leyna lebih suka memanggil ‘Uncle Mark’ kependekan dari Marcus.
“Aku tidak akan pergi sebelum Chayton mengatakan apa yang kumau dengar!” pekik Lancelot di samping meja kasir.
Leyna meringis kecil saat teriakan lantang nan berat itu menggema menganggu ketenangan restoran pagi tersebut. Beruntung hanya ada seorang gadis berpakaian sekolah memesan choco frappe yang telah pergi semenit yang lalu setelah mendapatkan pesanannya.
Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan saat itu juga jika telah ramai. Masih ada waktu dua jam lagi sebelum jam sibuk dimulai. Sungguh, tidak mungkin jika dia yang membungkukkan badan untuk meminta maaf menganggu ketentraman atas perbuatan pamannya itu.
“Aku di sini. Apa yang kaumau?” tanya Chayton dengan tegas.
Tanpa sadar, Leyna menurunkan rangkulannya dan mengenggam telapak tangan Aubrey, sedikit meremasnya untuk menyalurkan rasa takut.
Aku lebih suka Daddy marah-marah daripada bicara sedingin ini, batin Leyna yang melihat sang ibu yang menatapnya dengan tatapan teduh. Seolah mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja. Aubrey menahan satu pegawai untuk membalikkan tanda buka yang tergantung di pintu dibalik menjadi ‘close’.
“Sudah datang pemimpin Burk’s Falls. Selamat datang, Tuan.” kata Lancelot menyelipkan nada ejekan di dalam. Anak kedua Chayton itu tentu sadar dengan intonasinya, tetapi lagi-lagi dia tidak bisa melakukan apapun.
“Mari bicara di ruanganku, Lancelot.”
Lancelot tertawa menggelegar, lalu matanya melihat Chayton yang menatapnya dengan tajam, “Kita bicara di sini saja, sepupuku. To the point, aku ingin kamu merekrutku menjadi manajer keuangan di sini.”
“Katakan kenapa aku harus mengabulkan keinginanmu.”
“Tentu saja sebagai balas budi atas yang dilakukan oleh Ayahku selama ini. Dia boleh pensiun karena umurnya dan menikmati hari tuanya. Tapi balas budi masih berjalan, sepupuku. Papa memberikan seluruh tenaganya untuk restoran ini selama lima belas tahun. Dengan memberikannya dana pensiun, menurutmu apakah cukup?”
Chayton tersenyum tipis, masih berdiri di tempatnya, kedua tangannya masuk ke dalam kantung celana, “Kurasa aku menjaganya dengan baik. Uncle Malvin terlihat sehat, aku tidak memaksanya untuk lembur saat menutup laporan keuangan setiap bulan, tidak juga menyuruhnya untuk membawa pulang walaupun dia memaksa. Tentang dana pensiun, aku mengalkulasinya dengan teliti sesuai undang-undang, bahkan aku menaikkannya lima persen untuk membalas jasanya.”
“Tidak ada alasanku untuk menerimamu di sini, di saat manajer keuanganku bekerja dengan baik setelah Uncle Malvin pensiun. Jika tetap memaksaku, serahkan surat lamaranmu, mungkin aku akan memposisikanmu menjadi supervisor.”
Lancelot mengemeletukkan giginya, tidak bisa menerima perkataan Chayton yang terasa merendahkannya, “Itu adalah keuangan. Kau bisa mempercayakan orang asing untuk memegang uangmu? Tidak perlu sampai memecatnya, jadikan dia anggotaku.”
“Memangnya Uncle Lancelot bisa dipercaya?”
“Leyna!”
Anak perempuan itu tidak mengubris panggilan sang ibu, melepaskan tautan tangannya dengan wanita yang melahirkannya susah payah 24 tahun yang lalu. Tatapannya yang tajam dan sinis membuat seisi restoran melihatnya dengan terkejut. Ketukan high heels beradu dengan lantai berkeramik restoran berhenti di depan sang ayah.
“Leyna, kembali ke tempatmu!” bentak sang ayah yang diabaikan oleh sang anak sekali lagi.
“Keponakanku yang satu ini sudah besar ternyata, sudah pandai mengajari orang tua.” celetuk Lancelot yang berjalan dan berdiri di depan Leyna dan sedikit menunduk karena perbedaan tinggi badan.
Leyna tersenyum miring, wanita yang dipuji oleh rakyatnya itu terlihat berbeda dengan biasanya, “Orang tua seperti Uncle memang pantas diajarin, bukan?” Leyna semakin menarik sudut bibirnya ke atas saat Lancelot terlihat terkejut dengan perkataannya.
“Daddy sudah memberikan kode keras kepada Uncle, kalau Uncle tidak bisa diterima karena Daddy sedang tidak kekurangan orang. Tapi otak Uncle tampaknya terbuat dari batu hingga sulit menangkap kode tersebut. Kenapa tidak fokus saja dengan pengembangan bakery milik Grandpa Malvin? Dari yang kutangkap, jika Uncle pandai mengatur keuangannya, seharusnya sedang ada cabang baru yang sedang berdiri.”
“Kita berada di Ottawa, Uncle. Kota metropolitan yang besar, pasti ada kawasan yang penuh dengan bisnis seperti Seoul dengan distrik Gangnamnya. Uncle tidak perlu terkejut, aku diam-diam mempelajari bisnis dengan melihat dari kenyataannya dan didukung dengan teori yang kupelajari.”
“Katakan aku kurang ajar, aku tidak mengapa dengan panggilan itu. Jangan lupa! Katakan juga kepada keluarga besar, aku akan menjelaskan situasinya sebenar mungkin dari yang kutahu. Saat itu juga, aku ingin melihat siapa yang dibela dan siapa yang dicerca.”
Leyna berucap dengan tenang dan terlihat tidak mau dibantah oleh siapapun. Chayton dan Aubrey yang berdiri di belakang anaknya itu tertegun, tidak menyangka kalau perkataan anaknya langsung membungkam bibir kerabat mereka yang bermulut lemas.
“Jadi, Uncle akan memilih yang mana? … sekarang keluar dari sini dan tidak menganggu urusan bisnis Daddy atau aku akan mengadu pada Grandpa Malvin?”
_The Stranger’s Lust_
To Be Continue
“Kau sungguh membawaku? Bukan aku pelakunya!” “Diam! Aku tidak ingin menyuntikmu dengan bius yang kubawa sekarang di kantongku. Jangan banyak bergerak dan ikuti aku.” Sepasang mata hitam itu memutar malas, tentu saja dia akan mengikuti pria bertubuh kekar nan tinggi ini. Karena kedua lengannya dikaitkan dan terlihat diseret menuju sebuah bangunan yang terletak cukup dekat dengan kawasan pepohonan. Siapapun yang tinggal di Burk's Falls pasti tahu bangunan tersebut. Bangunan yang menjadi tempat tinggal pemimpin dan keluarga kecilnya dimana siap dilayani oleh belasan pekerja di sana. Namun, jika ke sana dengan diseret oleh kedua pria berlengan kekar ini, maka Dion hanya bisa menghembuskan napasnya dengan gusar. Semoga saja ada yang bisa meloloskannya dari sini. Karena dia masih ditunggu oleh murid-murid manis di hari esok. Dion dipaksa untuk berlutut di sebuah ruangan dimana ada kursi besar tak berpenghuni. Siap tak siap dia harus disidang. Karen
“Hey! Bangun! Tuan Mark telah berada di sini!” Dion melenguh beberapa detik ke depan, matanya berusaha mengerjap dan melakukan perenggangan tangan yang merasa kebas sebagai bantalan. Sinar mentari yang diam-diam menyusup dari celah tirai yang tidak tertutup sempurna, membiaskan warna jingga kekuningan. Sudah sore, batin pria muda yang masih memakai kemeja biru laut yang sedikit berantakan, celana kain dan pentofel-nya masih terpasang dengan rapi di tubuhnya. Pria itu menaikkan sebelah alisnya, seorang pria bersetelan formal rapi walaupun akan menjelang sunset sebentar lagi. Otaknya menjelajah ke masa lalu tepatnya dua jam yang lalu, seingatnya yang akan datang adalah seorang wanita yang merupakan anak kedua Tuan Grissham. “Nona Muda Leyna tidak bisa datang. Jadi, saya yang menggantikannya karena kegiatannya di luar belum bisa ditinggal.” kata pria yang Dion rasa berada di umur tiga puluhannya itu. “Saya Mark Helius. Sekretar
Sinar mentari yang mulai menyusup dari ventilasi udara membuat seseorang yang tinggal ruangan tersebut berbalik dan terjatuh dari tempat tidurnya yang keras. Matanya yang terasa berat, mau tidak mau harus terbuka melihat sekitar yang terasa asing. "Ini dimana?!" Sepasang mata itu segera kembali fokus melihat sekitar, ruangan sempit yang jelas bukan tempat tidurnya, sebuah tempat tidur sederhana yang terbuat dari kayu tak berkaki dan digantung rapat ke dinding tepat di belakangnya. Pantatnya yang terasa nyeri karena terjatuh dari alas keras itu mendarat di lantai beraspal dengan beberapa lubang serta lumut. Dia tahu Red House punya penampungan tahanan sementara sebelum kembali dieksekusi lebih jauh oleh ayahnya. Jelas dia tahu kalau dia berada di bawah tanah. Leyna hanya tak habis pikir, kenapa putri pemimpin dijebloskan ke dalam pernjara? Semalam tidak ada peristiwa mengerikan yang hinggap di benaknya, tidak ingat kapan dia masuk ke
"Good morning." sapa Dion yang berjalan kaku menuruni tangga, area lutut ke bawah terasa dingin dan itu membuatnya risih karena sabrina berbentuk floral yang ketat dan menunjukkan lekuk tobuh molek tersebut. Banyak umpatan yang mengarah pada pemilik sejati raga ini, tetapi dia juga merasa bersyukur. Jam telah menunjuk setengah tujuh saat itu, dia masih berkeliling kamar luas yang membuatnya bingung. Tangannya menyortir dinding yang mungkin saja mengarah pada lemari pakaian Leyna, setelah berkeliling sepuluh menit dia mendapatkannya, mendorong pelan bagian dinding yang berbeda dengan kawanannya. Ini lebih mirip butik daripada lemari pakaian, batin jiwa pria tersebut yang menggeleng tak percaya, kabinet yang mengelilingi ruangan tersembunyi tersebut dengan sebuah kursi panjang di tengah dan dua kaca panjang meninggi untuk membantu melihat penampilan anak kedua Grissham. Tungkai kakinya mengelilingi satu ruangan dan berhenti di kabinet s
Sesuai dengan kesepakatan -begitu Dion anggap- dengan Chayton saat sarapan setengah jam yang lalu. Sekarang dia tengah bersiap untuk menuju café tersebut. Setahunya café bergaya klasik itu dibuka lima menit lagi. Karena penduduk di sini yang tidak lebih dari seribu orang, usaha bisa dibuka lebih lambat dari jam biasanya. Kembali lagi dia di kamar pribadi Leyna dengan tubuh yang sama. Sebenarnya, jauh di lubuk hati, dia sudah lelah dengan ini. Inginnya untuk kembali ke raga aslinya. Lebih rela disidang oleh siapapun daripada terperangkap dalam tubuh langsing nan molek seorang gadis. Tangannya meraih sebuah tabung kecil warna pink sakura. “Ini apa?” tanya Dion kepada semilir angin yang menggesek dedaunan pohon di luar kamar. Membuka tutup tabung tersebut dan mengernyit dahi saat melihat kalau itu ternyata ada sebuah lip tint. Seorang guru berusia sepertinya sering kali membawa benda seperti ini dan mengoles ke bibirnya. Setidaknya dia tahu fungsi dicip
“Hey! Hey! Hati-hati bawanya!” “Kami tidak akan seperti ini jika Anda bekerja sama, Tuan.” ucap pria bertubuh kekar yang menahan lengan Leyna sembari menaiki tangga. Leyna menepis pemikirannya tersebut, ini bukan lengannya, tubuh ini juga bukan miliknya. Bagaimana bisa pinggang rampingnya lenyap tergantikan dengan pinggang yang lebih lebar dan punya perut yang samar punya garis. Swear God! Dia tidak melihat, hanya menyentuh tanpa sadar untuk memastikan. Leyna tidak menyangka kalau seluruh bagian tubuhnya berganti dan sekarang dia dibawa ke ruang rapat. Sungguh, dia tidak punya tenaga lagi untuk melawan dan pasrah didudukkan ke kursi. Bukan itu pusatnya, matanya melotot melihat tubuhnya berdiri di samping jendela yang terbuka setengah menikmati sinar mentari pagi. Tubuhnya, tubuh yang sebenarnya. Ada di sana. “Bisa tinggalkan kami berdua?” ucap suara halus miliknya. Benar miliknya tapi keluar dari raga yang tengah berjalan menghampirin
[Leyna POV] Aku menatap tubuhku yang masih duduk di depan meja bundar, lalu kembali melihat pemandangan pepohonan yang dibarengi dengan tempat tinggal burung di ranting pepohonan. “Jadi, kau juga tidak tahu penyebabnya?” Kulihat Stranger Soul -panggilan dariku- menggeleng. Aku kangen mengikat rambut, biasanya aku tidak akan menggerai rambutku seperti itu. Aku juga tidak bisa mengikat rambut yang pendek ini. "Dan, bisa dibilang kita sekarang bertukar raga?" Stranger itu kembali mengangguk, tanpa melihat diriku sama sekali. Aku yakin sekali kalau dua penjaga itu masih berdiri di depan pintu ruangan menunggu sesi kami selesai, aku tidak tahu akan kapan selesainya. "Berapa lama?" tanyaku lagi. Stranger yang mengaku bernama Dion Addison itu menggeleng tidak menahu dengan bahunya yang terangkat. "Kau lebih mirip wartawan daripada anak pemimpin. Daritadi, bertanya.," kata
Dion menyeruput teh melati yang disuguhkan lima menit yang lalu oleh Leyna, entah apa yang membuat Chayton Grissham meletakkan banyak kantung teh melati, bubuk kopi serta setoples gula putih di ruangan tersebut. Begitu juga dengan Leyna yang menjatuhkan pilihan pada air putih. Karena, dia merasa bibirnya kering. "Seperti yang tadi aku katakan, aku seorang guru matematika sekola dasar sekaligus wali kelas enam. Burk's Falls Primary School, di situ tempat aku bekerja," kata Dion yang memulai pembicaraan terhenti sepuluh menit bagi Leyna menyeduh teh di pojok. Leyna mengangguk mengenal lokasi sekolah tersebut. "Seharusnya, hari ini aku punya tiga shift mengajar dan memeriksa tugas mereka. Tapi, sepertinya kepala sekolah tidak akan cepat mencabut tuntutan." "Aku dikenal dengan pria berstandar tinggi. Alasannya karena aku tidak pernah dekat dengan wanita manapun dan tidak terlihat pernah mengencani seumur hidup. Aku tahu itu karena sengaja memancing guru