Share

Chapter 5

Kenzo hendak kembali kedalam rumah, namun langkahnya terhenti saat mobil Ray memasuki pekarangan mansionnya. Dia datang bersama bibi Pan sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh ibunya.

Bibi Pan  dan Ray bergegas menghampiri Kenzo yang masih berdiri diambang pintu.

"Selamat pagi tuan." Sapa bibi Pan  dan Ray secara bersamaan.

Kenzo menganggukan kepalanya dan mempersilahkan mereka untuk masuk. Ray mengikuti Kenzo , memberikan laporan yang harus Kenzo  periksa sebelum dibawanya kembali ke perusahaan.

"Tuan, hari ini akan ada pertemuan dengan klien untuk perkembangan proyek Delta plaza. Direktur Mirai adalah penanggung jawabnya selama ini. Melihat kondisi direktur Mirai haruskah saya menunda pertemuan di lain hari?"

Kenzo masih terfokus pada dokumen ditangannya " bibi Pan , Mirai ada di kamarku. Kau bisa menemuinya dan kerjakan apa yang harus kau kerjakan."

"Baik tuan." Bibi Pan  meninggalkan Kenzo  dan Ray  di ruang tamu. Kenzo  memberikan isyarat pada Ray  agar mengikutinya keruang kerja miliknya.

"Tidak ada yang perlu ditunda. Biarkan Denise mengambil alih proyek ini." Dokumen kembali dia serahkan pada Ray .

Kenzo menyeduh dua cangkir teh herbal untuknya dan Ray . Sudah menjadi kebiasaan bagi Kenzo menjamu siapapun yang menjadi tamu di mansionnya tidak terkecuali asisten pribadinya. Dia menyerahkan secangkir teh hangat pada Ray  sebelum akhirnya dia duduk di kursi kerjanya.

"Apa kakek ku sudah tau tentang pernikahanku?"

"Penatua Mac sudah mengetahuinya, tuan."

"Apa yang dia katakan?"

"Penatua sangat puas dengan pilihan anda. Secepatnya penatua akan datang berkunjung."

Ray melaporkan semua yang dia ketahui kepada Kenzo .

"Tidak diperlukan. Akhir pekan aku akan membawa Mirai ke kediaman utama. Aku berencana mengunjungi kedua orang tua Mirai setelah kunjunganku kekediaman utama." Mino berbicara sembari memainkan bollpoint ditangannya.

"Haruskah saya menyiapkan hadiah untuk kedua orang tua direktur Mirai, tuan?"

"Aku akan meminta ibuku untuk menentukan hadiah apa yang harus ku bawa. Bagaimanapun ibuku memiliki pengetahuan yang cukup untuk ritual semacam ini."

Mendengar apa yang dikatakan Kenzo , Ray  merasa sedikit lega. Dia belum pernah berkencan jadi akan sangat sulit baginya untuk menentukan hadiah mana yang layak mereka bawa untuk mengunjungi mertua.

"Kembalilah keperusahaan, Mirai tidak akan pergi bekerja hari ini jadi tolong kau urus ijin untuknya selama beberapa hari."

Ray  tertegun " tuan, direktur Mirai sudah menjadi istri anda, masih perlukah direktur Mirai tetap berada di perusahaan?"

"Mirai bukan gadis yang suka berdiam diri dirumah atau menghamburkan uang. Apa kau pikir dia akan setuju jika aku melarangnya pergi bekerja?"

Ray berpikir sejenak. Mirai bukanlah gadis manja yang akan menghambur- hamburkan uang. Dia akan lebih memilih berkerja keras untuk mendapatkan uang tidak perduli jika dia sudah menyandang status sebagai nyonya dari seorang CEO sekalipun. Ray mengangguk pelan dan berkata" Tidak tuan."

"Sekarang kembalilah keperusahaan, laporkan padaku apapun yang menjadi kendalamu." Kenzo berdiri berjalan mendahului Ray . Dia mengantarkan Ray  hingga ke depan pintu kediamannya, saat mobil Ray  sudah tidak terlihat, dia bergegas masuk kedalam rumah.

.

.

.

.

.

"Kau sudah menyelesaikan sarapanmu?" Tanya Kenzo  saat dia memasuki kamar tempat Mirai berada.

Mirai mengangguk pelan tanpa mengucapkan sepatah katapun.

"Kau tidak perlu pergi bekerja hari ini. . . ."

"Tidak bisa. Hari ini akan ada pertemuan penting." Alis Mirai berkerut, dia keberatan dengan keputusan Kenzo . Bagaimanapun proyek delta plaza adalah proyek yang berpengaruh bagi kelangsungan perusahaan mereka.

Kenzo menatap Mirai dengan dingin. "Denise akan mengambil alih proyek ini untuk sementara waktu, sampai kau benar-benar pulih."

Mulut Mirai terbuka hendak mengatakan sesuatu namun dia mengurungkan nya.

Kenzo menyerahkan beberapa butir obat yang harus diminum oleh Mirai.

"Minum obat mu, aku akan mengoleskan krim untuk luka lebammu."

Mirai tertegun. Kepanikan menghinggapi dirinya " tidak perlu. Aku akan melakukannya sendiri."

"Aku suamimu, apa yang kau permasalahkan? Cepat atau lambat aku akan melihat semuanya."

Mata Mirai membola mendengar apa yang Kenzo  katakan. "Kau tidak tau malu. Kita baru saja saling mengenal dan kau sudah berbicara tidak sopan dengan ku?"

"Aku suamimu." Kenzo memberi penekanan disetiap katanya.

Mirai belum pernah berkencan sebelumnya dan sekarang dia menjadi seorang istri secara tiba-tiba? Mau tidak mau Mirai mulai memikirkannya. Mereka sudah resmi menikah cepat atau lambat dia harus melayani Kenzo  seperti apa yang dikatakannya.

Wajah Mirai benar-benar tidak tertolong. Semburat merah muncul disekitar wajahnya. Rasa malu, cemas, gugup tercampur aduk menyerang Mirai. Mirai tidak berani menatap mata Kenzo  secara langsung. Sekilas dia meliriknya yang masih berkutat membaca instruksi pemakaian krim lebam dengan cermat.

Kenzo mendekati Mirai menerapkan krim dibagian tubuh Mirai yang lebam. Dia mengoleskannya Dengan lembut dan penuh ketelatenan. Tidak ada satu area lebam yang terlewat olehnya. Mirai terus menundukan kepalanya, dia terlalu malu untuk menatap Kenzo .

"Aku akan mengantar bibi Kim untuk berbelanja. Alex dan Duan  akan berkunjung malam ini. Mereka sangat ingin bertemu dengan mu jadi aku membiarkan mereka untuk datang."

Kenzo melihat ada keragu-raguan di wajah Mirai, namun dia tidak lantas memaksanya. "Jika kau keberatan, kau bisa tetap berada di dalam kamar, aku akan mengatakan pada mereka bahwa kau sedang tidak enak badan. Kau tidak perlu memaksakan dirimu."

"Tidak! Aku akan menemui mereka. Lagipula berada di dalam kamar sepanjang hari membuatku jenuh."

"Apa kau ingin ikut denganku pergi berbelanja?" Kenzo berpikir tidak ada salahnya mengajak Mirai berbelanja.

"Aku cuti karena sakit, tidakkah aneh jika karyawan lain melihatku berkeliaran di luaran sana?"

"Siapa yang berani mengkritik mu setelah pernikahan kita terdaftar?"

Mirai memutar matanya. " Tidak ada yang tau kita telah menikah."

Kenzo memicingkan matanya " kau tidak berencana menyembunyikan pernikahan kita, bukan."

Mirai menatap Kenzo dengan gugup. "Tidak, tidak juga. . . . Jika mereka bertanya tentu aku akan mengatakan yang sebenarnya, tapi aku tidak harus mengatakan nya saat mereka tidak bertanya, bukan?"

Kenzo tertawa kecil " pemikiran yang cerdas, kau benar-benar licik."

Mirai mengangkat bahunya. Dia Merasa bangga dengan kelicikan yang dimilikinya.

"Apa kau menginginkan sesuatu?"

Mirai tertegun, dia sedikit merasa malu untuk mengatakan keinginan nya. "Aku. . . Aku . . . . Bisakah kau membelikan susu pisang untuk ku?"

Satu alis tampan Kenzo  terangkat. "Berapa usiamu? Kau masih meminum, minuman seperti itu?" Ada sedikit olokan dalam ucapan Kenzo .

Mirai merasa sedikit menyesal telah mengatakan keinginannya, dengan cemberut dia membalas ucapan Kenzo . " Aku masih 25 tahun, Paman. Jika kau ingin tau. Paman, kau memberiku susu hangat di pagi hari, hanya karena sedikit rasa pisang didalamnya lantas aku menjadi seorang gadis kecil. Tidakkah Pemikiran mu terlalu konyol, Paman."

Mendengar perkataan Mirai, Kenzo  tidak tau harus menangis atau tertawa. Wanita benar-benar tau bagaimana caranya membalikkan keadaan.

"Bisakah kau berhenti memanggil ku "Paman"? Aku tidak setua itu, jika kau ingin tau."

Mirai menirukan cara Kenzo  berbicara tanpa suara. Melihat itu tangan Kenzo terasa gatal ingin mencubit bibir Mirai yang bergerak-gerak mengejeknya.

"Aku akan segera kembali." Kenzo mengambil ponsel Mirai dan memasukan nomor telepon miliknya. " Saat kau memerlukan sesuatu cukup hubungi aku." Kemudian dia mengembalikan ponsel nya.

Kenzo mengusap pucuk kepala Mirai sebelum meninggalkannya untuk mengantar bibi Pan .

.

.

.

.

Sementara itu di perusahaan Scarlate Bizz, Alex  sibuk melakukan percakapan dengan ho-seok melalui panggilan telphone.

"Duan! Kau sedang sibuk?" Tanya Alex  begitu Duan  menerima panggilan darinya.

"Hanya beberapa interview dengan beberapa Media. Apa yang terjadi? Tidak biasanya kau menghubungiku sepagi ini."

"Jam 8 malam kita bertemu di tempat Kenzo ."

"Apa yang sudah ku lewatkan? Tidak biasanya kita bertemu di Bear Tree Park."

"Datanglah, kau akan tahu saat sudah berada disana."

Duan menggeram pelan. "Ada apa ini? Kenapa kalian membuatku penasaran?"

"Cukup datang. Dan kau akan segera mengetahuinya. Aku tidak bisa terlalu lama berbicara denganmu. Ada beberapa pertemuan penting hari ini. Aku akan menyelesaikannya sebelum jam 8 malam."

"Oke, kita akan bertemu di mansion Kenzo  pukul 8 malam."

Setelah saling menyepakati, Alex  mengakhiri panggilan mereka dan memfokuskan diri pada pertemuan yang telah direncanakan.

.

.

.

.

Di MY Corp

Ray menghapiri Denise yang sedang berkutat pada berkas- berkas dihadapannya.

"Nona Denise !" Sapa Ray, mengejutkan Denise.

Terlalu terkejut membuat Denise bertindak sedikit sembrono beberapa berkas tanpa sengaja jatuh tercecer berantakan " asisten Ray ! Ada yang bisa aku bantu." Kehadiran Ray  bukanlah hal yang biasa Denise temui. Itulah kenapa dia merasa kaget dan gugup begitu tangan kanan CEO Mac Kenzo , Ray , menginjakan kaki ke departemen perencanaan yang jarang sekali mereka kunjungi.

"Kau akan mengambil alih proyek Delta Plaza untuk sementara sampai direktur Mirai kembali. Aku Mohon kerjasamanya. Aku sangat harap nona denise  bisa melakukan yang terbaik untuk proyek ini."

Terkejut. Denise sangat terkejut. Untuk pertama kalinya dia berinteraksi langsung dengan asisten Ray  dan sekarang proyek Delta Plaza diserahkan padannya? Mata Denise terbelalak nyaris keluar dari rongganya saat menerima perintah dari Ray .

"Aku bertanggung jawab atas proyek Delta plaza? Maksudku, benarkah aku yang akan mengawasi proyek besar ini, asisten Ray ? Bagaimana dengan direktur Mirai? Apa yang terjadi dengannya?"

Ray tidak pernah mengira, asisten direktur Mirai akan sebegitu berisiknya. Dia terus berbicara tanpa perduli perubahan mimik wajah lawan bicaranya. "Direktur Mirai meminta ijin untuk cuti selama beberapa hari. Kesehatannya sedikit menurun. Agar proyek tidak terkendala, Tuan Mac  memintaku untuk menyampaikan tugas ini padamu."

Denise tersenyum lebar. Sudah waktunya bagi dirinya menunjukan kemampuan dalam menangani proyek ini. Denise begitu bersemangat meskipun ada sedikit rasa gugup namun dia sangat siap mengemban tugas tersebut. Mirai sudah membimbingnya dengan begitu baik. Dia tidak ingin mengecewakan Mirai sebagai gurunya.

"Ya, asisten Ray . Aku akan berusaha melakukan yang terbaik. Kalian semua bisa mengandalkan ku, Aku tidak akan mengecewakan perusahaan dan juga direktur Mirai sebagai panutanku. Akan ku pastikan, aku melakukan yang terbaik untuk proyek ini.."

Ray merasa puas melihat semangat Denise yang begitu menggebu-gebu. Dia memberikan senyum kecilnya sebagai bentuk dukungan kepada Denise sebelum dia kembali kedalam ruangannya.

.

.

.

.

Sementara itu di Mension Bear Tree Park, Kenzo  baru saja kembali dari berbelanja dengan beberapa kantung belanjaan serta beberapa kaleng minuman.

Mendengar deru mobil, Mirai bergegas menyambut Kenzo  dan bibi Pan . Mirai benar- benar merasakan jenuhnya berada di rumah. Selama kepergian Kenzo , dia berusaha menyibukkan diri dengan beberapa kegiatan seperti memasak makan siang dan membersihkan rumah.

Mirai mendapati Kenzo  tengah berdiri tertegun di depan meja makan. Dahinya berkerut wajahnya terlihat begitu dingin. Langkah kaki Mirai menyadarkannya dari ketertegunan.

"Aku sudah melarangmu untuk jangan terlalu banyak bergerak. Kenapa kau malah membuat begitu banyak hidangan? Bibi Pan  ada disini, biarkan bibi Pan  yang memasak untuk kita." Kenzo  terus menggerutu.

Mirai memegangi bagian bawah bajunya karena gugup mendapatkan teguran dari Kenzo . Dia tidak berani menatap kedalaman mata Kenzo  yang gelap. "Aku sangat bosan terus berada di tempat tidur. Dan juga, bibi Pan  datang untuk membantu kita, selama aku bisa mengerjakannya aku akan mengerjakannya. aku tidak ingin merepotkan bibi Pan ."

Bibir bibi Pan terbuka hendak mengatakan sesuatu namun dia mengurungkannya. Bibi Pan merasa tersentuh dengan pola pikir Mirai dan bagaimana Mirai memperlakukan orang lain. Bibi Pan begitu bahagia atas pernikahan Kenzo , banyak untaian doa dari bibi Pan  untuk mereka.

Kerutan di dahi Kenzo  semakin dalam. Dia memahami perasaan Mirai saat dalam kondisi seperti itu. Dan Pada akhirnya Kenzo  hanya bisa menghela nafas panjang.

"Sekarang kembalilah ke kamar, aku akan . . . ."

"Aku ingin makan siang bersama." Kata Mirai menghentikan perkataan Kenzo . "Dan ada beberapa hal yang ingin aku bicarakan dengan mu." Lanjutnya.

Kenzo  menyipitkan matanya, penasaran. "Kalau begitu, duduklah." Dia berjalan kesisi kursi makan dan menggesernya untuk Mirai. Dari sudut mata, Kenzo melihat bibi Pan  hendak pergi ke dapur namun Kenzo  menghentikannya. " Bibi Pan ! Tetaplah disini. Ambil tempatmu kita akan makan siang bersama."

Baik bibi Pan  dan Mirai terkejut dengan apa yang di dengarnya. Bibi Pan  tau betul sifat tuan mudanya saat memberikan perintah. Tidak ada penolakan. "Baik tuan." Bibi Pan  perlahan mengambil tempat di sisi lain meja makan.

Makan siang berlangsung dengan sangat hening. Mirai bergegas menyelesaikan bagiannya. Sesekali Mirai akan melirik kearah Kenzo .

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status