Share

6. Kesedihan dan Amarah Zoya

Setelah mendengar perkataan Azka, Zoya tidak bicara sedikitpun. Walaupun banyak pertanyaan di dalam pikirannya, mulutnya seakan terkunci. Dia pun tidak mengerti, entah apa yang membuatnya begitu takut untuk bertanya 'kenapa' pada Azka.

Keduanya duduk dalam diam untuk beberapa lama, saling menundukkan kepala dan terhanyut dalam pikiran masing-masing.

"Ayo, aku antar kau pulang!" ucap Azka memecah keheningan. Zoya hanya mengangguk, matanya masih menghindar.

Di perjalanan pulang pun tidak ada pembicaraan sedikitpun. Azka fokus pada jalanan sedangkan Zoya hanya memeluk dalam diam di belakang Azka.

Zoya turun dari motor Azka saat mereka sampai tepat di depan rumahnya, Azka menggenggam tangan Zoya dengan erat, menatap Zoya yang masih tertunduk dengan murung.

"Terima kasih sudah mengantarku pulang," ucap Zoya lirih.

Azka menyentuh lembut pipi Zoya tanpa melepas genggamannya, "Maaf," ucapnya singkat lalu melepas tangannya dan menyalakan motornya kembali.

Zoya mengangkat kepala, menatapnya lekat dengan mata berkaca-kaca. Namun Azka sama sekali tidak melihatnya. Azka pergi begitu saja tanpa peduli pada air mata Zoya.

Dita melihat keduanya dari jendela kamarnya dengan tangan yang bergetar. Ketegangan antara Azka dan Zoya sampai pada dirinya.

Ada rasa lega mengetahui hubungan keduanya yang terlihat sudah berakhir, dan ada sesal karena dirinyalah yang menoreh luka pada hati anaknya.

Dita mengutuk dirinya sendiri.

Zoya menaiki tangga rumahnya dengan langkah gontai dan pikiran yang kalut, saat hampir mendekati kamarnya, dia melihat Dita berdiri di ambang pintu.

Zoya terdiam sesaat dengan tatapan sendu, lalu kemudian tak bisa menahan air matanya dan berjalan terburu-buru memeluk ibunya.

Seketika tangis Zoya pecah di pelukan ibunya.

'Anakku yang malang, maafkan Bunda yang tak bisa menjaga hatimu,' batin Dita sambil memeluk Zoya.

***

Tepat pukul 19.00 secara tak sengaja Zoya mendengar percakapan orang tuanya ketika hendak mengambil air minum ke dapur setelah lelah menangis meratapi hubungannya yang kandas.

"Sudah puas, Mas? Kau sudah berhasil menyakiti anak perempuanmu," ucap Dita kesal.

"Ya ... ternyata tidak sia-sian 'kan aku memecat Hadi, akhirnya anak itu bisa sadar akan statusnya," balas Arya dengan wajah datar tanpa rasa bersalah.

"Kau sama sekali tidak menyesal, Mas? Anak perempuanmu bahkan masih menangis di kamarnya, hatinya benar-benar terluka."

"Itu tidak akan lama. Setelah orang-orang itu pergi, Zoya juga pasti akan melupakannya."

"Apa maksud Ayah ... Ayah memecat siapa dan ... Siapa yang pergi?" Zoya tiba-tiba saja sudah berdiri di ambang pintu kamar orang tuanya, tangannya mengepal sambil bergetar menahan amarah.

"Zoya, ada apa, Sayang?" Dita dengan cepat menghampiri Zoya.

"Bunda ... juga sudah tahu?" tanya Zoya lirih.

Dita tidak menjawab, hanya tertunduk menyesal.

"Kalian berdua sama saja."

Melihat ibunya yang tidak bisa berkata apapun, Zoya langsung berlari.

"Zoya mau kemana, Sayang? Ini sudah malam!" tanya Dita sambil mengikuti.

"Mas, kejar Zoya!" Dita menoleh pada suaminya yang terlihat duduk dengan tenang.

"Biarkan saja, untuk apa dikejar? Nanti juga dia akan kembali," ucapnya.

"Zoya!" teriak Dita.

Zoya mengambil kunci mobil kemudian melajukan mobilnya menuju rumah Azka.

Setelah sampai, Zoya mengetuk-ngetuk pintu sambil memanggil Azka dan juga Mina, ibunya.

Meski tak ada jawaban Zoya terus memanggil-memanggil nama mereka.

Tiba-tiba saja ada tetangga yang melewati rumah itu dan bicara pada Zoya.

"Mencari Inaya atau Azka, Nak? Mereka sudah pindah sore tadi."

"Pi-pindah kemana, Pak?" tanya Zoya tergagap karena terkejut.

"Kalau itu saya juga kurang tahu, sebaiknya kamu pulang! Ini juga sudah larut," jawabnya sambil berlalu.

Seketika kaki Zoya lemas dan terduduk di teras rumah itu sambil menangis.

"Kenapa bisa seperti ini? Azka ... harusnya kau memberitahuku, kenapa kau menanggung semuanya sendirian?" Zoya terus bergumam sendirian dengan air mata yang tak berhenti membasahi wajahnya.

"Ayah benar-benar keterlaluan!"

***

Di rumah, Dita terlihat cemas. Dia terus berjalan bolak-balik di teras rumah.

"Ada apa, Bunda? Kenapa Bunda ada di luar begini? Ini sudah malam, ayo masuk! Udaranya sangat dingin." Elvan merangkul ibunya.

"Elvan ... adikmu!" ucap Dita ragu-ragu.

"Ada apa dengan Zoya?"

Dita kemudian menceritakan apa yang terjadi, semuanya detailnya pada Elvan tanpa ada yang terlewatkan sedikitpun.

Elvan memijat keningnya, tak menyangka ibunya akan sampai berbuat hal nekat seperti itu.

"Elvan ... Bunda benar-benar tidak bisa memikirkan apa-apa lagi. Sa-saat itu Bunda hanya takut ayahmu melakukan hal-hal yang lebih nekat pada keluarga Azka," jelas Dita tergagap.

Tidak lama kemudian terlihat mobil Zoya memasuki pekarangan. Zoya keluar dari mobil dengan wajah penuh amarah.

"Zoya, kau dari mana saja? Dari tadi Bunda—" pertanyaan Elvan terpotong karena Zoya yang tak menghiraukannya. Zoya terus berjalan ke dalam rumah tanpa melihat ibu dan kakak yang mengkhawatirkannya.

"Ayah!" teriak Zoya setengah berlari menaiki anak tangga, menuju ruang kerja ayahnya.

"Aku benar-benar tidak menyangka Ayah orang yang serendah ini!" ucap Zoya begitu membuka pintu dan melihat sang ayah yang duduk tenang sambil memainkan ponselnya.

"Jaga bicaramu, Zoya! Aku melakukan semua untuk kebahagiaanmu."

"Tahu apa Ayah tentang kebahagiaanku? Yang Ayah tahu hanya uang dan status yang konyol itu!" Teriak Zoya.

"Bunda juga kenapa tidak memberitahuku? Bukankah Bunda bilang akan selalu mendukungku?" ucap Zoya kecewa pada Dita yang berdiri di belakangnya.

"Azka dan keluarganya sudah pergi entah kemana, sekarang kalian sudah puas?" teriaknya lagi.

Dita terkejut mendengar penuturan Zoya, tak menyangka keluarga itu sampai harus meninggal rumahnya. Dita menatap tajam pada suaminya.

"Apa? Memang apa yang kulakukan?" ucap Arya melihat tatapan tajam dari istri dan anak perempuannya.

"Aku hanya memecat Hadi saja, selebihnya itu pilihan mereka sendiri. Tapi bukankah bagus, dengan begitu kau akan cepat melupakan mereka. Lagipula sebentar lagi kau akan menikah, 'kan?" gerutu Arya.

"Zoya, sudahlah!" ucap Elvan yang sudah tak tahan mendengar keributan.

"Tidak bisa, Kak. Ayah sudah benar-benar keterlaluan."

"Sekarang kau menganggap aku keterlaluan, tapi suatu saat kau pasti akan berterima kasih padaku," ucap Arya dengan sombongnya.

"Ayah!" Teriak Zoya.

Zoya terus bersitegang dan meluapkan amarahnya sampai akhirnya pingsan karena kelelahan.

    

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status