Share

Perjanjian menikah Kontrak

last update Last Updated: 2025-06-20 18:19:08

Koridor rumah sakit selalu sepi, tak banyak orang yang berlalu lalang di sana. Suasana senyap, penuh kedisiplinan. Pakaian para perawat serta pasien rapi dan senada. Suara sepatu yang menginjak ubin terdengar menyeru—Aldev berjalan terburu-buru.

Hiasan di dinding diisi dengan papan bertuliskan kata-kata motivasi untuk para penduduk militer. Kerapian dan kedisiplinan sangat dijunjung ketat.

Hanya dua ruangan yang nampak bercahaya terang—unit gawat darurat dan ruang operasi. Yang lainnya hanya cahaya redup dan sepi.

Seorang perempuan terbaring di atas ranjang hospital, pakaiannya tetap rapi dan harum. Netranya sudah terbuka, dia menatap nanar ke arah plafon.

Aldev melangkah perlahan, memasuki ruangan. Seorang dokter berjas putih menyapanya, merincikan apa yang sang pasien alami saat ini.

"Apa, mengalami amnesia?" tutur Aldev. Sejenak ia menilik ke arah perempuan itu.

"Iya, Letkol. Akibat luka di bagian kepala, membuat pasien kehilangan sebahagian ingatannya. Sampai namanya sendiri pun pasien tidak mengingatnya."

"Lalu, kembarannya?" tanya Aldev.

Dokter Manda menundukkan kepala, hembusan napas kasar. "Kami meminta maaf, Letkol! Pasien tidak bisa diselamatkan, pendarahan di kepala pasien tak bisa dibendung."

Duar...

Aldev membeku... Ia tak pernah membayangkan akan menghilangkan nyawa seseorang yang tidak bersalah di awal pangkatnya.

"Jangan sampai berita ini bocor! Saya akan urus dia!" Menatap tajam ke arah Zalra.

"Baik, Letkol. Saya permisi."

Dokter beranjak, meninggalkan Aldev dengan pasiennya di ruangan. Aldev mendekat untuk memastikan.

"Zalra," ucapnya mengetes. Aldev mengetahui nama pasien tersebut dari data identitas yang sempat ia baca.

'Apa yang harus aku katakan? Dia telah kehilangan saudari kembarnya karena tanganku.' Rasa bersalah menghantui isi kepalanya.

Zalra bangkit, duduk menjuntai kaki. "Kata Dokter, namaku Zalra. Sekarang, ada yang datang memanggilku dengan nama itu. Apa kamu orang terdekatku?" tanyanya. Ia menggerak-gerakkan tubuhnya seperti atlet yang hendak melakukan turnamen lari maraton.

Aldev terdiam sejenak. 'Jadi, dia benar-benar amnesia,' gumamnya dalam hati.

"Pria tampan, jawab aku!" Menarik tangan Aldev paksa.

"Emmm...Tidak...iya.."

"Kenapa tidak? Terus..." Zalra menatap Aldev dengan penuh tanya.

Tiba-tiba ponsel Aldev berbunyi. Segera Aldev memberi jarak dari ranjang dan mengangkat panggilan telepon.

(Dev, jangan lupa! Waktumu hanya sebentar lagi! Bersiaplah, pangkatmu akan kami copot!) Sebuah ancaman kembali mendesaknya lagi.

(Tapi, Yah...)

Tuuutt.... Panggilan terputus

Aldev mendengkus kesal.

'Aku harus bagaimana?' gumannya. Ia kemudian melirik ke arah Zalra yang masih duduk di bibir ranjang itu. 'Sepertinya aku bisa memanfaatkannya.'

Tanpa pikir panjang, Aldev yang terdesak itu segera kembali mendatangi Zalra.

"Kamu belum menjawab pertanyaanku," ujar Zalra.

Aldev menggaruk kepala yang tak gatal. "Iya, kita saling mengenal."

"Baguslah kalau begitu. Kamu bisa beritahu aku apa saja informasi tentangku."

Aldev memperbaiki kerah bajunya.

"Kamu adalah seorang dokter koas di rumah sakit militer ini."

"Baik, segera aku catat." Zalra mencari kertas dan pena untuk mencatat. "Emmm....Boleh minta kertas dan tinta?" ucapnya pada Aldev.

Aldev menarik pena dan kertas dari saku bajunya. Wajahnya datar, rahangnya keras tanpa senyuman yang melengkung.

Sejenak Zalra menatap ke arah Aldev yang tak berbicara apa pun itu, namun tangannya menyodorkan kertas serta pena kepada Zalra. "Susah banget ya buat ngomong!" Zalra memanyunkan bibirnya. Mengambil kertas dan pena dari tangan Aldev.

Zalra pun pokus pada kertasnya dan mencatat apa yang telah Aldev habarkan padanya. "Emm... Tunggu! Jadi, sekarang ini aku lagi di kawasan militer?" celotehnya.

"Kamu nggak bisa lihat pakaianku serta lencana yang menempel ini?" Aldev menggeram. Memperlihatkan lencana yang ada di seragamnya.

"Oh..." Zalra tak peduli. "Baru pangkat Letkol aja udah songong," sambungnya pelan.

"Apa kamu bilang?" Aldev menarik tangan Zalra.

"Jangan pegang! Aku nggak ngomong apa-apa juga. Aku jadi nggak yakin kita ini saling kenal, sikapmu saja sekasar ini!"

Aldev menelan berat salivanya. "Sorry... Sebanrnya kita memang tidak saling kenal. Tapi, kita sudah mengikat janji bersama."

"Janji?" Kening Zalra terangkat.

Aldev mengangguk canggung. "I..iya.. Perjanjian."

"Perjanjian apa?"

"Kamu sudah sepakat untuk menikah kontrak denganku selama setahun. Ingat! Hanya pernikahan kontrak!"

"Apa, nikah kontrak?" Zalra kaget. "Enggak mungkin. Menikah kontrak dengan orang modelan seperti ini! Big no... Kamu pasti bohong kan?"

"Apa wajahku tampang pembohong? Oh, aku tau. Pasti kamu pura-pura lupa kan supaya bisa lepas tanggung jawab begitu saja?!"

"Kenapa malah aku yang disalahin?"

Aldev duduk di bibir ranjang hospital. "Maka dari itu, nurut! Kamu belagu banget jadi perempuan. Kalau kamu masih mengelak, itu artinya kamu benar-benar pura-pura lupa dan lepas tanggung jawab begitu saja. Kamu bisa keluar dari militer ini dan pulang ke rumahmu!"

"Apa kuasamu mengusirku?" Zalra mendongakkan kepalanya.

Aldev mencondongkan wajahnya kepada Zalra. "Aku anak dari jenderal bintang empat di sini. Aku bisa dengan mudah memintanya untuk mengusirmu dan bahkan memboikot namamu di semua rumah sakit di dunia ini!"

Napas Zalra berat. "Oh, kalau begitu baiklah. Saya setuju.." Zalra menjabat tangan Aldev. "Setuju untuk menjadi istri kontrak dari anak jenderal yang sangat belagu ini!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tiba-Tiba Menjadi Istri Letnan Arogan   Seseorang Yang Perhatian

    "Kenapa kamu nggak bilang kalau pernikahan kita akan digelar besok?" Zalra tak habis pikir. Di koridor menuju asrama mereka saling berbincang. "Aku juga nggak ekspekt bakal secepat ini, Ra. Mau bagaimana lagi, keputusan ayah itu mutlak dan harus dituruti." "Sebaiknya sekarang kamu beresin barang-barang kamu di asrama. Kita akan pindah ke rumah dinas." "Malas banget." "Hey, ingat! Kamu sudah menanda tangani kontrak." Menujuk tepat di wajah Zalra. Suara jejak kaki mendekat, semakin mendekat dan terdengar berlari. "Letkol Aldev. Apa maksud undangan ini?" Lidya datang dengan air mata yng berderai. Ia memperlihatkan layar gawainya kepada Aldev. "Aku akan menikah, besok," jawab Aldev. "Menikah? Tapi, dengan siapa?" Segera tangan Aldev menarik bahu Zalra, merapatkan dengan tubuhnya. Lidya menatap kaget. "Kamu?" ucapnya dengan mata yang melotot ke arah Zalra. "Apa?" Zalra menantang. "Argh.. Anda yakin memilih bocah ingusan ini?" "Apa maksud kamu bocah ingusa

  • Tiba-Tiba Menjadi Istri Letnan Arogan   Perencanaan Menikah

    Zalra sudah sampai di asrama. Asrama yang terdiri dari bangunan dua lantai, cat dindingnya putih kusam, beberapa bercak lembap menghiasi sudut atap. Di dalam kamar-kamar kecil berukuran empat kali lima meter, dokter-dokter muda tengah beristirahat. Sebagian merebahkan tubuh di ranjang susun, ada pula yang duduk bersila di depan laptop, menyusun laporan jaga hari ini. Suara denting sendok dari dapur bersama terdengar pelan. Seorang perempuan berbadan tegap sedang mengaduk mi instan dalam panci kecil. Matanya sembab—barangkali karena tekanan kerja, atau pasien yang tak tertolong siang tadi. Di lantai bawah, rak sepatu berjajar rapi. Sepatu putih, sepatu pantofel, dan sandal jepit milik para dokter muda berdampingan dengan bot militer. Di dinding, tergantung papan peraturan: "Jam malam pukul 21.00. Dilarang menerima tamu tanpa izin. Jaga kebersihan dan kedisiplinan." Beberapa kamar masih menyala lampunya. Dua koas perempuan tengah bergosip sambil membersihkan stetoskop, membicara

  • Tiba-Tiba Menjadi Istri Letnan Arogan   Nyonya Zalra

    "Zalra, hari ini kamu sudah boleh kembali ke asrama, ya! Nanti, ada Pratu Lila yang akan mengantarkanmu." Dokter Manda membantu Zalra yang sudah diperbolehkan keluar dari ruang inap, namun dia masih dipantau oleh rekannya. "Terima kasih, Dokter." Manda tersenyum manis. Seseorang perempuan berbaju seragam berwarna hijau pupus masuk ke ruangan, dandananya rapi dengan rambut sebahu. "Mayor memanggil saya?" tanyanya. "Benar, Pratu Lila. Ini, pasien yang diminta Letkol Aldev untuk diantarakan ke asrama." Lila mendekat, mengangguk anggun namun tegas. "Mari, saya antarkan!" ucapnya lembut. Zalra berjalan beriringan bersama dengan Lila, menjelajahi koridor yang sunyi. Jejak kaki mereka menyeru, tak seperti rumah sakit biasanya yang penuh dengan pasien. "Emmm... Di sini memang sepi begini?" tanya Zalra yang sedari tadi memerhatikan sekitar. Banyak pintu raungan tersedia, namun tak semua berisi pasien. "Benar, Zalra. Justru, kalau rumah sakit penuh, berarti keadaan militer

  • Tiba-Tiba Menjadi Istri Letnan Arogan   Berusaha Melenyapkan Bukti

    "Kenapa kamu berani menginjakkan kaki ke sini? Apakah kamu sudah sangat siap pangkatmu dicopot?" Jenderal Saga menatap Aldev remeh. Aldev berdiri tegap, wajahnya yang keras itu tak sedikit pun memperlihatkan senyuman manis yang nyaman dipandang. Perlahan dia berjalan mendekat kepada Jenderal Saga, meletakkan sebuah foto di atas meja. "Apa ini?" tanya jenderal. Jenderal Saga membuka foto tersebut, kemudian senyuman kecil bertengger di bibirnya. "Berapa bayaran yang kamu berikan, Dev? Perempuan secantik dan semanis ini mau menikah denganmu yang kaku begini?" "Kenapa ayah menganggap aku begitu? Ayah salah besar! Aku tampan dan anak seorang jenderal. Perempuan mana yang tidak ingin menjadi istriku. Mencari perempuan itu sangatlah mudah bagiku, Yah. Hanya saja akunya yang belum ingin menikah selama ini." Jenderal mendengkus kasar mendengar kesombongan anak semata wayangnya itu. "Itulah yang membuat perempuan enggan, Dev. Sikapmu begitu sombong dan arogan. Tidak mengapa, yang

  • Tiba-Tiba Menjadi Istri Letnan Arogan   Perjanjian menikah Kontrak

    Koridor rumah sakit selalu sepi, tak banyak orang yang berlalu lalang di sana. Suasana senyap, penuh kedisiplinan. Pakaian para perawat serta pasien rapi dan senada. Suara sepatu yang menginjak ubin terdengar menyeru—Aldev berjalan terburu-buru. Hiasan di dinding diisi dengan papan bertuliskan kata-kata motivasi untuk para penduduk militer. Kerapian dan kedisiplinan sangat dijunjung ketat. Hanya dua ruangan yang nampak bercahaya terang—unit gawat darurat dan ruang operasi. Yang lainnya hanya cahaya redup dan sepi. Seorang perempuan terbaring di atas ranjang hospital, pakaiannya tetap rapi dan harum. Netranya sudah terbuka, dia menatap nanar ke arah plafon. Aldev melangkah perlahan, memasuki ruangan. Seorang dokter berjas putih menyapanya, merincikan apa yang sang pasien alami saat ini. "Apa, mengalami amnesia?" tutur Aldev. Sejenak ia menilik ke arah perempuan itu. "Iya, Letkol. Akibat luka di bagian kepala, membuat pasien kehilangan sebahagian ingatannya. Sampai nam

  • Tiba-Tiba Menjadi Istri Letnan Arogan   Tuntutan Menikah

    Hujan deras menyapa bumi, suara air yang berjatuhan itu membuat “Aldev” termenung memangku dagu pada kedua lututnya. Wajahnya ditekuk, seragam berwarna hijau pupus yang dikenakannya nampak bercak percikan air bercampur percikan darah—pertanda bahwa ia baru saja menerjang hujan. Ia baru saja membawa dua orang saudara kembar ke rumah sakit, dengan langkah yang tertatih dan hati yang tak karuan. Dering ponsel berbunyi, mengagetkannya. (Dev, pulang! Ayah mau bicara!) Aldev tak menjawab, ia hanya diam mendengarkan suara di balik panggilan telepon itu. (Aku beri kamu waktu setengah jam!) Panggilan telepon terputus. Aldev mendengkus kasar, bangkit dari kursi besi yang tersedia di depan ruangan gawat darurat. Peluh dingin masih terkucur dari pelipisnya. Rambut yang hampir botak itu tertutup sempurna dengan topi. Aldev, perwira TNI AD baru saja mendapatkan pangkat Letnan kolonel yang bertugas sebagai komando di bataylon itu nampak tak tenang. Ia baru saja menembakkan p

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status