Share

Tiba-Tiba Menjadi Istri Letnan Arogan
Tiba-Tiba Menjadi Istri Letnan Arogan
Author: Syakhsun_muhimm

Tuntutan Menikah

last update Last Updated: 2025-06-13 11:49:15

Hujan deras menyapa bumi, suara air yang berjatuhan itu membuat “Aldev” termenung memangku dagu pada kedua lututnya. Wajahnya ditekuk, seragam berwarna hijau pupus yang dikenakannya nampak bercak percikan air bercampur percikan darah—pertanda bahwa ia baru saja menerjang hujan.

Ia baru saja membawa dua orang saudara kembar ke rumah sakit, dengan langkah yang tertatih dan hati yang tak karuan.

Dering ponsel berbunyi, mengagetkannya.

(Dev, pulang! Ayah mau bicara!)

Aldev tak menjawab, ia hanya diam mendengarkan suara di balik panggilan telepon itu.

(Aku beri kamu waktu setengah jam!)

Panggilan telepon terputus. Aldev mendengkus kasar, bangkit dari kursi besi yang tersedia di depan ruangan gawat darurat.

Peluh dingin masih terkucur dari pelipisnya. Rambut yang hampir botak itu tertutup sempurna dengan topi.

Aldev, perwira TNI AD baru saja mendapatkan pangkat Letnan kolonel yang bertugas sebagai komando di bataylon itu nampak tak tenang. Ia baru saja menembakkan peluru ke sasaran yang tidak tepat—mengenai seorang perempuan yang sedang melewati titik sasaran senjatanya pada pesta setelah diangkatnya ia menjadi seorang letnan kolonel.

Langkahnya berat, menapak ubin keramik. Ia kembali menerobos hujan. Dalam hatinya, ia berjanji akan kembali karena kesalahannnya ini dapat mengancam pangkatnya.

Sesampainya di rumah, komplek perumahan jenderal. Ia segera memasuki rumah tersebut. Ia adalah anak dari Jendral bintang empat—Jenderal Saga. Rumah yang berdiri megah di bagian utama komplek dengan bangunan tema modern. Tatanan ruangan nampak sangat rapi, warna hijau dinding berpadu dengan warna cokelat furniture ruangan menjadi keserasian yang nyaman dipandang oleh pasang mata.

“Siap... Ada apa, Yah?” Aldev datang dengan hormat.

Jenderal Saga menatap Aldev dengan saksama, di sampingnya sang istri yang duduk di kursi roda—Ny. Sera yang mengalami kelumpuhan selama dua tahun belakangan ini.

Suasana mencekam, Aldev tetap berdiri tegap di depan kedua orang tuanya.

“Dev, duduklah!” titah Jenderal Saga.

“Siap laksanakan!”

Ia pun duduk di sofa, tetap tegap dan dengan tatapan tegas.

Jenderal Saga mengulurkan tangannya, meletakkan map cokelat di atas nakas. Perlahan.

Aldev menatap sejenak ke arah map itu, segera beralih kepada jenderal. Sebelah keningnya terangkat, isyarat menanyakan maksud dari amplop tersebut.

“Bukalah!”

Perlahan jemari Aldev membuka amplop. Sebuah surat dengan tinta hitam yang diketik rapi, ditambah dengan tabuhan tanda tangan pada materai di bagian pojok dokumen tersebut. Bertuliskan sebuah wasiat atau bahkan ancaman yang ditujukan kepada Aldev.

“Ayah...” Aldev segera berdiri dari sofa. Matanya membulat, kaget.

Suasana hening sejenak. Jenderal menyilangkan kaki. “Ada apa, Dev? Kamu itu sudah seharusnya menikah! Lihat ibumu, dia sejak dulu meminta kamu untuk memberi cucu. Namun, apa? Sampai sekarang kamu masih belum juga membawa wanitamu ke mari.”

Napas Aldev terhentak berat.

“Kami beri kamu waktu satu minggu dari sekarang. Kalau kamu belum jua membawa calon istrimu ke mari, maka aku tidak akan segan-segan mencopot pangkatmu dan tidak ingin lagi menganggapmu sebagai anak.”

Beban di kepala Aldev bertambah lagi, ia menendang angin. Berteriak lantang di sisi jurang yang biasa digunakan untuk tempat latihan.

Letnan Aldev adalah anak satu-satunya jenderal. Ia menjadi harapan satu-satunya untuk memberikan pewaris—keturunan keluarganya.

(Lapor, Letkol! Identitas kedua pasien sudah ditemukan)

(Kerja bagus!)

Letnan Aldev sudah mengirimkan bawahannya untuk mencari tahu identitas perempuan kembar yang sedang terbaring di ranjang ruang gawat darurat akibat perbuatannya. Hitungan jam sja, informasi akurat sudah melabuh di gendang telinganya.

Di atas nakas bundar, tergeletak sebuah dokumen lengkap yang berisi tentang identitas korban penembakan oleh Aldev. Aldev yang selalu berekspresi datar itu membuka dan membaca perlahan dokumen.

Selembar demi sekembar, diam. Hanya gerakan bola matanya yang bergerak menyusuri tiap huruf yang tertata di sana.

"Ternyata seorang dokter yang masih koas." Aldev meremehkan. "Tugas dinasnya di rumah sakit militer ya. Orang baru, pantas aku tidak tau."

"Bagaimana keadaan mereka sekarang?" tanya Aldev pada bawahannya yang sedari tadi berdiri tegap di sampingnya.

"Kedua pasien masih koma, Letkol."

"Selalu kabari aku mengenai perkembangan mereka!" titah Aldev. Berdiri dari kursi dan meninggalkan markas.

Langkahnya cepat, banyak tugas yang harus ia kerjakan dalam sehari bahkan membuatnya tak bisa tidur nyenyak meski hanya satu jam saja. Tugasna di bataylon cukup berat, ia sangat fokus dengan tugasnya hingga tak sempat memikirkan masalah percintaan.

"Menikah?" Aldev berdecak pelan. "Hanya buang-buang waktu saja," sambungnya.

Aldev punya ambisi yang sangat kuat, ambisi mendapatkan pangkat tinggi dengan usahanya sendiri, namun sang ayah selalu meremehkan dan memberikan pangkat padanya seenak hati.

Wajahnya yang tampan dan tegas itu menarik perhatian tiap pasang mata wanita yang sering berusaha merenggut hati Sang Letkol, namun ia sangat dingin dan tak pernah menaruh hati. Selain itu, sifat arogannya sudah mendarah daging. Hatinya yang keras bak batu itu tak jua goyah sampai usianya sudah menginjak kepala empat.

"Aku sudah mati-matian memperjuangkan pangkat ini. Kenapa ayah seenak hati ingin mencopotnya? Tidak masuk akal." Menendang kursi. "Aku harus menikah dengan siapa? Apa iya aku harus menikah kontrak? Tapi, dengan siapa. Aku tak ada punya teman perempuan."

Aldev berpikir keras. Bahkan, hal ini jauh lebih keras dibandingkan tugas-tugasnya sebagai komandan di bataylon.

_Goodnovel_

Kian hari berlalu, kabar dari kedua perempuan kembar itu tak kunjung menghampiri.

Jam dinding berdetak nyaring, Aldev masih duduk di kursinya. Menatap layar monitor yang menampilkan informasi tugas-tugasnya sebagai komando. Perlahan, matanya terpejam dan ia tak kuasa menahan rasa kantuknya. Ia tertidur di atas meja kerja. Setiap malam ia dihantui dengan rasa bingung, permintaan jenderal dan keadaan kedua pasien itu.

Ketukan pintu terdengar menyeru. Aldev membuka mata kembali, cahaya sudah menembus lewat pentilasi.

"Siapa?" teriak Aldev.

"Letda Suho.... siap laporan!"

Gawai pintu bergeser. "Ada laporan apa?" tanya Aldev.

"Pasien di ruang gawat darurat sudah sadarkan diri... Laporan selesai!"

Netra Aldev yang tadinya sedikit buram segera menjadi segar. "Saya segera ke sana! Jangan biarkan siapapun masuk ke ruangannya!"

"Siap laksanakan, Letkol!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tiba-Tiba Menjadi Istri Letnan Arogan   Seseorang Yang Perhatian

    "Kenapa kamu nggak bilang kalau pernikahan kita akan digelar besok?" Zalra tak habis pikir. Di koridor menuju asrama mereka saling berbincang. "Aku juga nggak ekspekt bakal secepat ini, Ra. Mau bagaimana lagi, keputusan ayah itu mutlak dan harus dituruti." "Sebaiknya sekarang kamu beresin barang-barang kamu di asrama. Kita akan pindah ke rumah dinas." "Malas banget." "Hey, ingat! Kamu sudah menanda tangani kontrak." Menujuk tepat di wajah Zalra. Suara jejak kaki mendekat, semakin mendekat dan terdengar berlari. "Letkol Aldev. Apa maksud undangan ini?" Lidya datang dengan air mata yng berderai. Ia memperlihatkan layar gawainya kepada Aldev. "Aku akan menikah, besok," jawab Aldev. "Menikah? Tapi, dengan siapa?" Segera tangan Aldev menarik bahu Zalra, merapatkan dengan tubuhnya. Lidya menatap kaget. "Kamu?" ucapnya dengan mata yang melotot ke arah Zalra. "Apa?" Zalra menantang. "Argh.. Anda yakin memilih bocah ingusan ini?" "Apa maksud kamu bocah ingusa

  • Tiba-Tiba Menjadi Istri Letnan Arogan   Perencanaan Menikah

    Zalra sudah sampai di asrama. Asrama yang terdiri dari bangunan dua lantai, cat dindingnya putih kusam, beberapa bercak lembap menghiasi sudut atap. Di dalam kamar-kamar kecil berukuran empat kali lima meter, dokter-dokter muda tengah beristirahat. Sebagian merebahkan tubuh di ranjang susun, ada pula yang duduk bersila di depan laptop, menyusun laporan jaga hari ini. Suara denting sendok dari dapur bersama terdengar pelan. Seorang perempuan berbadan tegap sedang mengaduk mi instan dalam panci kecil. Matanya sembab—barangkali karena tekanan kerja, atau pasien yang tak tertolong siang tadi. Di lantai bawah, rak sepatu berjajar rapi. Sepatu putih, sepatu pantofel, dan sandal jepit milik para dokter muda berdampingan dengan bot militer. Di dinding, tergantung papan peraturan: "Jam malam pukul 21.00. Dilarang menerima tamu tanpa izin. Jaga kebersihan dan kedisiplinan." Beberapa kamar masih menyala lampunya. Dua koas perempuan tengah bergosip sambil membersihkan stetoskop, membicara

  • Tiba-Tiba Menjadi Istri Letnan Arogan   Nyonya Zalra

    "Zalra, hari ini kamu sudah boleh kembali ke asrama, ya! Nanti, ada Pratu Lila yang akan mengantarkanmu." Dokter Manda membantu Zalra yang sudah diperbolehkan keluar dari ruang inap, namun dia masih dipantau oleh rekannya. "Terima kasih, Dokter." Manda tersenyum manis. Seseorang perempuan berbaju seragam berwarna hijau pupus masuk ke ruangan, dandananya rapi dengan rambut sebahu. "Mayor memanggil saya?" tanyanya. "Benar, Pratu Lila. Ini, pasien yang diminta Letkol Aldev untuk diantarakan ke asrama." Lila mendekat, mengangguk anggun namun tegas. "Mari, saya antarkan!" ucapnya lembut. Zalra berjalan beriringan bersama dengan Lila, menjelajahi koridor yang sunyi. Jejak kaki mereka menyeru, tak seperti rumah sakit biasanya yang penuh dengan pasien. "Emmm... Di sini memang sepi begini?" tanya Zalra yang sedari tadi memerhatikan sekitar. Banyak pintu raungan tersedia, namun tak semua berisi pasien. "Benar, Zalra. Justru, kalau rumah sakit penuh, berarti keadaan militer

  • Tiba-Tiba Menjadi Istri Letnan Arogan   Berusaha Melenyapkan Bukti

    "Kenapa kamu berani menginjakkan kaki ke sini? Apakah kamu sudah sangat siap pangkatmu dicopot?" Jenderal Saga menatap Aldev remeh. Aldev berdiri tegap, wajahnya yang keras itu tak sedikit pun memperlihatkan senyuman manis yang nyaman dipandang. Perlahan dia berjalan mendekat kepada Jenderal Saga, meletakkan sebuah foto di atas meja. "Apa ini?" tanya jenderal. Jenderal Saga membuka foto tersebut, kemudian senyuman kecil bertengger di bibirnya. "Berapa bayaran yang kamu berikan, Dev? Perempuan secantik dan semanis ini mau menikah denganmu yang kaku begini?" "Kenapa ayah menganggap aku begitu? Ayah salah besar! Aku tampan dan anak seorang jenderal. Perempuan mana yang tidak ingin menjadi istriku. Mencari perempuan itu sangatlah mudah bagiku, Yah. Hanya saja akunya yang belum ingin menikah selama ini." Jenderal mendengkus kasar mendengar kesombongan anak semata wayangnya itu. "Itulah yang membuat perempuan enggan, Dev. Sikapmu begitu sombong dan arogan. Tidak mengapa, yang

  • Tiba-Tiba Menjadi Istri Letnan Arogan   Perjanjian menikah Kontrak

    Koridor rumah sakit selalu sepi, tak banyak orang yang berlalu lalang di sana. Suasana senyap, penuh kedisiplinan. Pakaian para perawat serta pasien rapi dan senada. Suara sepatu yang menginjak ubin terdengar menyeru—Aldev berjalan terburu-buru. Hiasan di dinding diisi dengan papan bertuliskan kata-kata motivasi untuk para penduduk militer. Kerapian dan kedisiplinan sangat dijunjung ketat. Hanya dua ruangan yang nampak bercahaya terang—unit gawat darurat dan ruang operasi. Yang lainnya hanya cahaya redup dan sepi. Seorang perempuan terbaring di atas ranjang hospital, pakaiannya tetap rapi dan harum. Netranya sudah terbuka, dia menatap nanar ke arah plafon. Aldev melangkah perlahan, memasuki ruangan. Seorang dokter berjas putih menyapanya, merincikan apa yang sang pasien alami saat ini. "Apa, mengalami amnesia?" tutur Aldev. Sejenak ia menilik ke arah perempuan itu. "Iya, Letkol. Akibat luka di bagian kepala, membuat pasien kehilangan sebahagian ingatannya. Sampai nam

  • Tiba-Tiba Menjadi Istri Letnan Arogan   Tuntutan Menikah

    Hujan deras menyapa bumi, suara air yang berjatuhan itu membuat “Aldev” termenung memangku dagu pada kedua lututnya. Wajahnya ditekuk, seragam berwarna hijau pupus yang dikenakannya nampak bercak percikan air bercampur percikan darah—pertanda bahwa ia baru saja menerjang hujan. Ia baru saja membawa dua orang saudara kembar ke rumah sakit, dengan langkah yang tertatih dan hati yang tak karuan. Dering ponsel berbunyi, mengagetkannya. (Dev, pulang! Ayah mau bicara!) Aldev tak menjawab, ia hanya diam mendengarkan suara di balik panggilan telepon itu. (Aku beri kamu waktu setengah jam!) Panggilan telepon terputus. Aldev mendengkus kasar, bangkit dari kursi besi yang tersedia di depan ruangan gawat darurat. Peluh dingin masih terkucur dari pelipisnya. Rambut yang hampir botak itu tertutup sempurna dengan topi. Aldev, perwira TNI AD baru saja mendapatkan pangkat Letnan kolonel yang bertugas sebagai komando di bataylon itu nampak tak tenang. Ia baru saja menembakkan p

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status