Share

Tiga Hari Terakhirku sebagai Wanita Sempurna
Tiga Hari Terakhirku sebagai Wanita Sempurna
Author: Ilaks

Bab 1

Author: Ilaks
Suamiku mengatakan aku tidak cukup lembut, orang tuaku menyebutku terlalu egois, putriku mengatakan bahwa dia lebih menyayangi Ibu Anna. Jadi, aku memutuskan untuk menggunakan 72 jam terakhirku, untuk memberikan nyawaku dan segalanya yang kumiliki kepada wanita sempurna itu.

Suara dokter masih terngiang di telingaku. "Ini kanker stadium akhir. Kalau nggak segera menjalani pengobatan khusus, Anda hanya punya waktu tiga hari."

Aku bersandar di tempat tidur rumah sakit sambil memandangi jendela. Sebagai istri Tommy Harper, aku telah berusaha mempertahankan pernikahan ini selama tujuh tahun, sampai Anna Wilson muncul.

"Kamu baik-baik saja?" Pintu terbuka, suamiku, Tommy, masuk dengan wajah tidak sabar.

"Aku baik-baik saja," jawabku pelan.

Dia mengerutkan kening. "Dokter bilang kamu membutuhkan kuota terapi sel itu, tapi..."

"Tapi Anna lebih membutuhkannya, 'kan?" Aku menyelesaikan kalimatnya sambil tersenyum pahit.

Anna Wilson, gadis yatim piatu dari panti asuhan yang kukenal saat aku berusia 12 tahun. Aku yang membujuk orang tuaku untuk mengadopsinya. Aku menyayanginya seperti adik kandungku sendiri. Tidak kusangka, dialah yang akhirnya merebut segalanya dariku.

"Sofie, kamu harus mengerti." Suara Tommy melunak. "Keadaan Anna lebih parah. Dia bilang ginjalnya hampir nggak berfungsi. Sementara kamu... kamu terlihat baik-baik saja."

Benar, aku memang terlihat baik-baik saja. Tidak ada yang tahu, demi membuat mereka tidak khawatir, aku terus-menerus mengonsumsi obat penghilang rasa sakit dalam dosis mematikan, hanya untuk menutupi rasa sakit hebat akibat kanker.

"Aku mengerti," ujarku tenang, "berikan saja kesempatan pengobatan itu padanya."

Tommy jelas terlihat lega. "Aku tahu kamu bakal mengerti. Beberapa tahun ini kamu memang sudah banyak berubah, nggak lagi sekeras kepala dulu."

Keras kepala? Aku tertawa getir dalam hati. Sejak kemunculan Anna, apa pun yang aku perjuangkan selalu dipandang sebagai kecemburuan dan sifat picik.

Malamnya, aku memaksakan diri untuk pulang ke rumah.

"Ibu!" Begitu melihatku, Clarisa langsung bersembunyi di belakang Anna.

"Clarisa." Aku mencoba tersenyum.

"Kak Sofie, kamu sudah pulang." Anna mengenakan setelan Shanel pemberianku dan duduk di kursi yang seharusnya menjadi tempatku.

"Anna, aku punya sesuatu untukmu."

Aku berjalan ke ruang kerja dan mengambil sebuah map. "Ini adalah surat pengalihan kepemilikan galeri seni atas namaku. Aku ingin memberikannya padamu."

"Apa?" Anna terkejut dan langsung berdiri. "Kakak! Itu galeri seni yang paling kamu cintai!"

Benar. Galeri seni itu kudirikan dari nol, hasil jerih payah dan dedikasiku bertahun-tahun. Namun, sekarang, semua itu sudah tidak penting lagi.

"Kamu lebih cocok untuk mengelolanya." Aku tersenyum. "Anggap saja sebagai hadiah pernikahan lebih awal dariku."

Raut wajah Anna sempat berubah, tapi dia kembali menampilkan ekspresi polosnya dengan cepat. "Kak, apa yang sedang kamu bicarakan?"

Aku mendekatinya dan berkata pelan, "Aku sudah tahu semuanya. Nggak apa. Aku mendoakan kalian."

Saat itu, Tommy masuk ke ruangan. Melihat kami bersama, ekspresinya tampak sedikit tegang. "Kalian sedang membicarakan apa?"

"Kak Sofie mau memberikan galeri seni padaku," ujar Anna dengan mata berkaca-kaca, "dia sangat baik."

Tommy memandangku, matanya menunjukkan emosi yang rumit. "Sofie, kamu..."

"Aku lelah," potongku, "aku mau naik dan beristirahat. Clarisa, dengarkan nasihat bibi, ya."

"Ya," jawab Clarisa singkat. Kemudian, dia menoleh ke Anna dan berkata, "Ibu Anna, ayo kita lanjutkan mainnya."

Ibu Anna. Seketika dada ini terasa sesak.

Setibanya di kamar tidur, aku bersandar di balik pintu. Akhirnya, aku tidak sanggup lagi menahan tubuhku. Sel kanker sedang menggerogoti hidupku dengan ganas, sementara obat-obatan itu mempercepat prosesnya.

Aku mulai merapikan lemari pakaian. Gaun-gaun mahal, perhiasan, dan tas-tas mewah, semuanya akan segera menjadi milik Anna.

"Tinggal 72 jam lagi." Aku menatap wajah pucatku di cermin. "Sofie, tiga hari terakhir ini, biarlah mereka mengingatmu sebagai sosok yang sempurna."

Aku tahu, kebenaran suatu hari akan terungkap. Segala urusan setelah kematianku sudah kuatur dengan baik. Semua bukti yang kukumpulkan akan mengekspos wajah asli Anna yang sebenarnya. Aku tahu, pada akhirnya, mereka semua akan menyesalinya.

Namun, saat itu, aku sudah tidak ada lagi.

Selain itu, inilah balas dendamku.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Tiga Hari Terakhirku sebagai Wanita Sempurna   Bab 12

    Sore harinya, seorang wanita muda datang ke makam."Kamu siapa?" tanya Clarisa, sedikit bingung."Namaku Erin Woods aku penderita kanker pankreas," jawab wanita itu dengan mata memerah. "Lima tahun lalu, aku diselamatkan oleh Yayasan Sofie. Hari ini aku datang untuk mengucapkan terima kasih.""Dia pasti bisa mendengarnya," ucap Clarisa lembut.Erin meletakkan buket bunga di depan nisan, lalu membungkuk dalam-dalam. "Bu Sofie, terima kasih. Karena Anda, saya masih hidup sampai hari ini dan bisa melihat anak saya tumbuh besar."Pemandangan seperti itu bukan yang pertama bagi Clarisa. Setiap orang yang pernah ditolong yayasan itu akan selalu mengingat nama Sofie Barnes.Ibunya mengorbankan nyawanya, bukan hanya untuk meninggalkan penyesalan bagi keluarga, tapi juga demi memberi harapan hidup bagi ribuan orang.Langit mulai gelap, Clarisa akhirnya berdiri dan bersiap pulang."Ibu," katanya menatap batu nisan untuk terakhir kalinya, "dulu Ibu pernah bertanya, apakah kami akan mengingatmu."

  • Tiga Hari Terakhirku sebagai Wanita Sempurna   Bab 11

    Dua puluh tahun kemudian.Clarisa berdiri di depan jendela besar galeri seni, memandang jalanan Neoyark yang ramai. Dia tidak hanya mewarisi kecantikan ibunya, tapi juga bakat alami dalam dunia bisnis. Di usia 25 tahun, Clarisa sudah menjadi bintang baru yang tengah bersinar di dunia seni."Clarisa, waktunya wawancara," ujar asistennya mengingatkan.Hari ini adalah wawancara eksklusif bersama majalah TAME, dengan tema, Mewarisi Warisan Ibu, Kekaisaran Seni Putri Sofie Barnes."Clarisa, banyak orang bilang kamu sangat mirip dengan ibumu." Sang jurnalis bertanya, "Apa pendapatmu soal itu?"Clarisa terdiam sejenak sebelum menjawab pelan, "Aku nggak akan pernah bisa menjadi seperti dia.""Kenapa begitu?""Karena dia menggunakan 29 tahun hidupnya untuk mengajarkan semua orang arti cinta sejati. Sementara aku butuh 18 tahun, hanya untuk mengerti apa itu penyesalan."Sang jurnalis, yang jelas mengetahui sejarah kelam keluarga ini, tidak melanjutkan pertanyaannya.Setelah wawancara berakhir, C

  • Tiga Hari Terakhirku sebagai Wanita Sempurna   Bab 10

    Satu bulan kemudian.Tommy masih rutin mengunjungi makam Sofie setiap hari. Dia selalu membawa Clarisa, meskipun gadis kecil itu selalu enggan."Ayah, kenapa kita harus ke sini sih?" tanya Clarisa sambil menendang batu kerikil kecil."Karena di sinilah orang yang mencintaimu berbaring""Tapi dia nggak pernah main sama aku." Clarisa manyun. "Ibu Anna bilang, orang yang benar-benar menyayangiku akan selalu menemaniku."Hati Tommy hancur sekali lagi. Dia tidak tahu harus bagaimana menjelaskan pada anak berusia lima tahun itu, bahwa orang yang selalu menemaninya itu adalah pembohong, sementara orang yang tidak pernah bermain dengannya justru mencintainya dengan segenap hidupnya.Anna telah divonis penjara seumur hidup. Di pengadilan, dia masih bersikeras bahwa semuanya adalah jebakan dari Sofie. Namun, bukti-bukti yang ada terlalu kuat, tidak seorang pun yang memercayainya.Orang tua Sofie menjual rumah mereka dan pindah ke Florinda. Mereka berkata, setiap sudut kota Neoyark hanya menginga

  • Tiga Hari Terakhirku sebagai Wanita Sempurna   Bab 9

    Setelah Anna dibawa pergi, Kediaman Keluarga Barnes tenggelam dalam keheningan yang mencekam.Tommy duduk di samping jenazah Sofie, dia seperti kehilangan jiwanya. Ponselnya berdering tanpa henti, anggota dewan direksi, rekan bisnis, dan wartawan semua menanyakan apa yang telah terjadi. Namun, tidak satu pun panggilan dia jawab."Tuan," ujar Gabby dengan suara pelan, "Petugas dari rumah duka sudah datang."Tommy langsung menoleh dengan terkejut. "Nggak! Jangan bawa dia pergi!"Namun, dia tahu, itu tidak bisa dihindari. Sofie telah pergi untuk selamanya.Di lantai bawah, kedua orang tua Sofie masih memeriksa tumpukan bukti. Setiap dokumen, setiap rekaman, seakan mengiris hati mereka."Tanggal ini..." Sang ibu menunjuk pada sebuah hasil pemeriksaan medis, suaranya bergetar. "Natal tahun lalu, Sofie sudah didiagnosis kanker.""Tapi dia nggak mengatakannya sama sekali." Suara sang ayah terdengar jauh lebih tua dan lelah.Gabby mendekat dan menjelaskan, "Hari itu Anna mendadak jatuh sakit.

  • Tiga Hari Terakhirku sebagai Wanita Sempurna   Bab 8

    Tommy membaca surat itu dengan tangan yang makin gemetar. Surat itu mencatat detail kondisi kesehatan Sofie, keputusan yang dia ambil, serta perjalanan batin yang dia alami selama tiga hari terakhir.Ibu Sofie langsung hancur begitu membaca separuh surat. "Putriku... Anakku yang malang..."Saat itu juga, Gabby menyalakan televisi dan menyambungkan diska lepas. "Ini adalah sesuatu yang nyonya minta untuk diputar hari ini."Rekaman CCTV memperlihatkan dengan jelas kejadian tiga hari lalu di rumah sakit. Tommy tanpa ragu memberikan kesempatan pengobatan kepada Anna, bahkan tanpa bertanya pendapat Sofie sekali pun.Kemudian, terdengar rekaman suara, percakapan antara Anna dan kekasih gelapnya, Logan Walsh. Setiap kata yang terucap bagaikan pisau yang menyayat hati semua orang di ruangan itu."Rencananya berjalan lancar. Sofie akan mati sebentar lagi.""Aku sudah bertahun-tahun berpura-pura sakit dan dia sama sekali nggak curiga..."Suasana di ruang tamu menjadi hening seperti kuburan."Ngg

  • Tiga Hari Terakhirku sebagai Wanita Sempurna   Bab 7

    Di dalam mobil, ibu Sofie terus-menerus mencoba menelepon putrinya."Masih nggak aktif." Dia memandang suaminya dengan cemas. "Sofie nggak pernah selama ini nggak mengangkat telepon.""Jangan panik dulu, aku coba hubungi Tommy," kata ayah Sofie sambil menyetir.Nada sambung terdengar cukup lama sebelum akhirnya diangkat."Ayah Mertua?" Suara Tommy terdengar aneh, berat dan lelah."Tommy, apa Sofie ada di tempatmu?" tanya ayah Sofie dengan penuh kegelisahan, "teleponnya nggak aktif, kami juga nggak bisa menemukannya. Kata pengacara, dia telah memindahkan semua harta miliknya ke Anna. Kami khawatir jangan-jangan dia..."Ada keheningan di ujung telepon selama beberapa detik."Ayah Mertua, Ibu Mertua, kalian... kalian sekarang di mana?""Kami sedang dalam perjalanan ke rumahmu," jawab ibu Sofie sambil merebut ponsel, "Tommy, apa Sofie ada di sana? Bagaimana keadaannya?""Kalian... sebaiknya cepat datang ke sini," ujar Tommy dengan suara makin lirih."Apa yang sebenarnya terjadi?" Hati ibu

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status