Share

Bab 3

Author: Ilaks
Sore harinya, di kantor pusat perusahaan.

Berita itu menyebar dengan cepat, Sofie datang ke rapat dewan direksi bersama adik perempuannya, dan secara langsung mengumumkan pengalihan saham.

"Sofie, apa kamu sedang bercanda?" Direktur senior, Pak Harrison, menarikku ke samping.

"Aku sangat serius." Aku menandatangani dokumen itu. "Mulai hari ini, Anna akan mewakiliku dalam pengambilan keputusan perusahaan."

Anna gemetar karena terlalu bersemangat, tapi dia berusaha keras menunjukkan sikap rendah hati. "Kak, aku... aku bahkan nggak tahu harus berkata apa!"

"Nggak perlu berkata apa-apa." Aku menyerahkan dokumen itu kepadanya. "Lakukanlah dengan baik."

Dalam perjalanan pulang, akhirnya Anna melepaskan topeng kepura-puraannya. "Sofie, kenapa kamu melakukan semua ini?"

"Karena ini yang kamu inginkan, bukan?" Aku bersandar di jendela mobil. "Suamiku, anakku, hartaku... Anna, kamu menang."

"Kak, aku..."

"Berjanjilah satu hal padaku," potongku, "seenggaknya di depan Clarisa, teruslah berpura-pura. Dia masih kecil. Dia butuh sebuah keluarga yang utuh."

Malamnya, aku sendirian di ruang kerja, merapikan semua hal.

Gabby Bowers masuk dan melihat keadaanku. Matanya langsung memerah. "Nyonya."

"Tolong urus semua ini." Aku menunjuk tumpukan dokumen di atas meja, semua itu adalah bukti kejahatan Anna. "Bakar saja semuanya."

"Tapi, Nyonya, dengan bukti-bukti ini, kita bisa..."

"Clarisa butuh seorang ibu." Aku menyeka air mataku. "Walaupun orang itu bukan aku."

Pagi hari terakhir. Aku nyaris tidak bisa bangun dari tempat tidur.

Sel kanker telah menyebar ke seluruh tubuhku. Setiap tarikan napas terasa seperti berguling di atas mata pisau. Aku menatap diriku di cermin, pucat, kurus, dengan lingkar mata hitam dan cekung.

"Masih tersisa 24 jam lagi," bisikku pada diri sendiri.

Hari ini adalah pesta pertunangan Tommy dan Anna. Ya, mereka sudah tidak sabar lagi menunggu.

Aku memaksakan diri turun ke bawah. Ruang tamu telah didekorasi ulang. Anna mengenakan gaun berwarna sampanye dan sedang mengarahkan para pelayan untuk menata bunga.

"Sofie."

Aku menoleh dan melihat orang tuaku masuk. Mereka mengenakan pakaian mewah, ibuku bahkan mengenakan kalung safir warisan dari nenek, yang seharusnya diwariskan padaku.

"Sofie, kerja bagus. Akhirnya kamu mengerti juga! Selama ini kamu selalu bersaing dengan Anna, aku dan ayahmu sampai pusing dibuatnya." Ibuku tersenyum hangat.

"Benar." Ayah mengangguk. "Sejak kecil, Anna selalu manis dan penurut, nggak seperti kamu yang selalu keras kepala. Sekarang, akhirnya kamu tahu bagaimana bersikap sebagai seorang kakak."

Aku menatap wajah mereka yang bahagia, hatiku seperti disayat. Sejak kecil, tidak peduli sehebat apa pun pencapaianku, di mata mereka aku tetap kalah dari Anna yang penurut.

Aku berbalik dan pergi, aku tidak sanggup mendengarnya lebih lama.

Pesta dimulai pukul tujuh malam.

Para tamu berdatangan memenuhi pesta, semuanya berasal dari kalangan atas Neoyark. Saat melihatku, mereka semua tampak terkejut. Bagaimanapun, menghadiri pesta pertunangan suami sendiri dengan wanita lain, itu memerlukan kebesaran hati yang luar biasa.

"Sofie, kamu benar-benar datang." Tommy menghampiriku dengan ekspresi rumit di wajah tampannya.

"Aku sudah bilang akan datang." Aku mengangkat segelas sampanye. "Selamat untuk kalian."

"Sofie..." Tommy tampak hendak mengatakan sesuatu, tapi Anna menghampirinya dan menggandeng lengannya.

"Kak, terima kasih sudah datang," ujar Anna dengan senyum manis. Cincin berlian di tangan kirinya berkilauan, itu adalah cincin warisan Keluarga Harper, yang seharusnya menjadi milikku.

"Hadirin sekalian." Tommy mengangkat gelasnya. "Terima kasih telah hadir dalam pesta pertunangan saya dan Anna. Khususnya terima kasih kepada... Sofie, terima kasih atas pengertian dan restunya."

Tepuk tangan riuh terdengar dari seluruh ruangan. Aku mengangkat gelasku, memberikan penghormatan dari kejauhan.

"Aku juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Kakakku," ujar Anna dengan mata berkaca-kaca, "dia telah memberiku segalanya, keluarga, kasih sayang, dan kini cinta. Aku adalah orang paling beruntung di dunia."

Aku menatap kedua orang itu yang sedang berpelukan di atas panggung. Dingin menyelimuti seluruh isi hatiku.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Tiga Hari Terakhirku sebagai Wanita Sempurna   Bab 12

    Sore harinya, seorang wanita muda datang ke makam."Kamu siapa?" tanya Clarisa, sedikit bingung."Namaku Erin Woods aku penderita kanker pankreas," jawab wanita itu dengan mata memerah. "Lima tahun lalu, aku diselamatkan oleh Yayasan Sofie. Hari ini aku datang untuk mengucapkan terima kasih.""Dia pasti bisa mendengarnya," ucap Clarisa lembut.Erin meletakkan buket bunga di depan nisan, lalu membungkuk dalam-dalam. "Bu Sofie, terima kasih. Karena Anda, saya masih hidup sampai hari ini dan bisa melihat anak saya tumbuh besar."Pemandangan seperti itu bukan yang pertama bagi Clarisa. Setiap orang yang pernah ditolong yayasan itu akan selalu mengingat nama Sofie Barnes.Ibunya mengorbankan nyawanya, bukan hanya untuk meninggalkan penyesalan bagi keluarga, tapi juga demi memberi harapan hidup bagi ribuan orang.Langit mulai gelap, Clarisa akhirnya berdiri dan bersiap pulang."Ibu," katanya menatap batu nisan untuk terakhir kalinya, "dulu Ibu pernah bertanya, apakah kami akan mengingatmu."

  • Tiga Hari Terakhirku sebagai Wanita Sempurna   Bab 11

    Dua puluh tahun kemudian.Clarisa berdiri di depan jendela besar galeri seni, memandang jalanan Neoyark yang ramai. Dia tidak hanya mewarisi kecantikan ibunya, tapi juga bakat alami dalam dunia bisnis. Di usia 25 tahun, Clarisa sudah menjadi bintang baru yang tengah bersinar di dunia seni."Clarisa, waktunya wawancara," ujar asistennya mengingatkan.Hari ini adalah wawancara eksklusif bersama majalah TAME, dengan tema, Mewarisi Warisan Ibu, Kekaisaran Seni Putri Sofie Barnes."Clarisa, banyak orang bilang kamu sangat mirip dengan ibumu." Sang jurnalis bertanya, "Apa pendapatmu soal itu?"Clarisa terdiam sejenak sebelum menjawab pelan, "Aku nggak akan pernah bisa menjadi seperti dia.""Kenapa begitu?""Karena dia menggunakan 29 tahun hidupnya untuk mengajarkan semua orang arti cinta sejati. Sementara aku butuh 18 tahun, hanya untuk mengerti apa itu penyesalan."Sang jurnalis, yang jelas mengetahui sejarah kelam keluarga ini, tidak melanjutkan pertanyaannya.Setelah wawancara berakhir, C

  • Tiga Hari Terakhirku sebagai Wanita Sempurna   Bab 10

    Satu bulan kemudian.Tommy masih rutin mengunjungi makam Sofie setiap hari. Dia selalu membawa Clarisa, meskipun gadis kecil itu selalu enggan."Ayah, kenapa kita harus ke sini sih?" tanya Clarisa sambil menendang batu kerikil kecil."Karena di sinilah orang yang mencintaimu berbaring""Tapi dia nggak pernah main sama aku." Clarisa manyun. "Ibu Anna bilang, orang yang benar-benar menyayangiku akan selalu menemaniku."Hati Tommy hancur sekali lagi. Dia tidak tahu harus bagaimana menjelaskan pada anak berusia lima tahun itu, bahwa orang yang selalu menemaninya itu adalah pembohong, sementara orang yang tidak pernah bermain dengannya justru mencintainya dengan segenap hidupnya.Anna telah divonis penjara seumur hidup. Di pengadilan, dia masih bersikeras bahwa semuanya adalah jebakan dari Sofie. Namun, bukti-bukti yang ada terlalu kuat, tidak seorang pun yang memercayainya.Orang tua Sofie menjual rumah mereka dan pindah ke Florinda. Mereka berkata, setiap sudut kota Neoyark hanya menginga

  • Tiga Hari Terakhirku sebagai Wanita Sempurna   Bab 9

    Setelah Anna dibawa pergi, Kediaman Keluarga Barnes tenggelam dalam keheningan yang mencekam.Tommy duduk di samping jenazah Sofie, dia seperti kehilangan jiwanya. Ponselnya berdering tanpa henti, anggota dewan direksi, rekan bisnis, dan wartawan semua menanyakan apa yang telah terjadi. Namun, tidak satu pun panggilan dia jawab."Tuan," ujar Gabby dengan suara pelan, "Petugas dari rumah duka sudah datang."Tommy langsung menoleh dengan terkejut. "Nggak! Jangan bawa dia pergi!"Namun, dia tahu, itu tidak bisa dihindari. Sofie telah pergi untuk selamanya.Di lantai bawah, kedua orang tua Sofie masih memeriksa tumpukan bukti. Setiap dokumen, setiap rekaman, seakan mengiris hati mereka."Tanggal ini..." Sang ibu menunjuk pada sebuah hasil pemeriksaan medis, suaranya bergetar. "Natal tahun lalu, Sofie sudah didiagnosis kanker.""Tapi dia nggak mengatakannya sama sekali." Suara sang ayah terdengar jauh lebih tua dan lelah.Gabby mendekat dan menjelaskan, "Hari itu Anna mendadak jatuh sakit.

  • Tiga Hari Terakhirku sebagai Wanita Sempurna   Bab 8

    Tommy membaca surat itu dengan tangan yang makin gemetar. Surat itu mencatat detail kondisi kesehatan Sofie, keputusan yang dia ambil, serta perjalanan batin yang dia alami selama tiga hari terakhir.Ibu Sofie langsung hancur begitu membaca separuh surat. "Putriku... Anakku yang malang..."Saat itu juga, Gabby menyalakan televisi dan menyambungkan diska lepas. "Ini adalah sesuatu yang nyonya minta untuk diputar hari ini."Rekaman CCTV memperlihatkan dengan jelas kejadian tiga hari lalu di rumah sakit. Tommy tanpa ragu memberikan kesempatan pengobatan kepada Anna, bahkan tanpa bertanya pendapat Sofie sekali pun.Kemudian, terdengar rekaman suara, percakapan antara Anna dan kekasih gelapnya, Logan Walsh. Setiap kata yang terucap bagaikan pisau yang menyayat hati semua orang di ruangan itu."Rencananya berjalan lancar. Sofie akan mati sebentar lagi.""Aku sudah bertahun-tahun berpura-pura sakit dan dia sama sekali nggak curiga..."Suasana di ruang tamu menjadi hening seperti kuburan."Ngg

  • Tiga Hari Terakhirku sebagai Wanita Sempurna   Bab 7

    Di dalam mobil, ibu Sofie terus-menerus mencoba menelepon putrinya."Masih nggak aktif." Dia memandang suaminya dengan cemas. "Sofie nggak pernah selama ini nggak mengangkat telepon.""Jangan panik dulu, aku coba hubungi Tommy," kata ayah Sofie sambil menyetir.Nada sambung terdengar cukup lama sebelum akhirnya diangkat."Ayah Mertua?" Suara Tommy terdengar aneh, berat dan lelah."Tommy, apa Sofie ada di tempatmu?" tanya ayah Sofie dengan penuh kegelisahan, "teleponnya nggak aktif, kami juga nggak bisa menemukannya. Kata pengacara, dia telah memindahkan semua harta miliknya ke Anna. Kami khawatir jangan-jangan dia..."Ada keheningan di ujung telepon selama beberapa detik."Ayah Mertua, Ibu Mertua, kalian... kalian sekarang di mana?""Kami sedang dalam perjalanan ke rumahmu," jawab ibu Sofie sambil merebut ponsel, "Tommy, apa Sofie ada di sana? Bagaimana keadaannya?""Kalian... sebaiknya cepat datang ke sini," ujar Tommy dengan suara makin lirih."Apa yang sebenarnya terjadi?" Hati ibu

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status