Share

Tolong, Aku Seorang Ibu Menyusui
Tolong, Aku Seorang Ibu Menyusui
Author: Sinar matahari dan pelangi

Bab 1

Author: Sinar matahari dan pelangi
Suamiku menyewa seorang pengasuh pria untukku, tapi entah kenapa aku selalu merasa dia diam-diam mengintipku.

Aku terus waspada padanya, tapi sebagai ibu menyusui yang sedang bengkak ASI, aku terpaksa memintanya membantu.

Aku gugup, takut dia akan berlaku tak senonoh padaku.

Namun dia terlihat sangat sopan dan profesional.

Sampai perlahan, semuanya mulai terasa tidak beres.

Awalnya dia hanya menggunakan tangan, lalu mulai dengan mulutnya, dan akhirnya, tanpa peringatan, dia menyibakkan gaun tidurku...

Namaku Linda, usiaku tiga puluh, dan baru saja melahirkan kurang dari tiga bulan yang lalu.

Aku dan suamiku, Yuda Hartawan, menjalankan sebuah perusahaan bersama. Dia sibuk luar biasa, nyaris tak pernah ada di rumah.

Di rumah pun, tak ada orang tua yang bisa membantu. Yang paling menyulitkan, di hari aku selesai masa nifas, aku terpeleset dan jatuh. Tulang di pergelangan tangan kananku retak.

Sejak itu, semua hal seperti makan, minum, buang air, terpaksa kulakukan dengan tangan kiri. Bahkan menggendong bayi pun tampak kikuk dan canggung.

“Sayang, gimana kalau aku memperkerjakan kamu seorang asisten rumah tangga?”

Awalnya aku kurang setuju. Rasanya nggak nyaman kalau ada orang asing di rumah.

Tapi Yuda tampak benar-benar kelelahan, siang hari keliling urus pekerjaan, malam harus masak, cuci baju, sampai gendong bayi.

Lingkaran hitam di bawah matanya bahkan nyaris jatuh ke ujung bibir.

“Ya udah deh.” Aku menghela napas.

“Asal kamu pilih yang bisa dipercaya, jangan asal ambil aja.”

Siapa sangka, keesokan paginya, bel rumah berbunyi.

Begitu kubuka pintu, yang kulihat adalah seorang pemuda mengenakan kaus hitam dan masker.

“Halo, Kak. Saya ART nya, Sendy Setiawan.”

Aku terpaku. Mataku menelusuri sosoknya, tingginya sekitar satu meter delapan puluh lima, raut wajahnya bersih, suaranya rendah dan lembut.

“Laki-laki?”

“Iya.” Dia tersenyum sedikit. “Bang Yuda bilang, kondisi di rumah sekarang agak khusus. Sulit cari asisten perempuan dalam waktu singkat, jadi saya diminta bantu dulu.”

Aku langsung menoleh dan menuntut penjelasan dari Yuda, “Katanya kamu mau cari ‘bibi’, bukan cowok?!”

Yuda menyembulkan kepala dari dapur. “Coba dulu aja, ya? Sendy ini adik sepupu sahabatku. Anak baik, bersih, gesit. Keluarganya juga kurang mampu, jadi dia nggak takut kerja keras. Yang paling penting, gajinya murah, delapan juta, udah termasuk makan dan tempat tinggal.”

Aku mengernyit. “Umurnya aja masih muda. Emang bisa ngerjain kerjaan rumah begini?”

“Kak, aku umur dua puluh satu,” jawab Sendy Setiawan tenang, tatapannya jujur dan lugas.

“Aku udah biasa bantuin jaga anak di rumah. Masak, nyuci, bahkan bantu urusan menyusui, semuanya pernah aku pelajari.”

Mukaku langsung panas. “Maksudmu, bantu menyusui itu gimana?”

“Waktu menyusui gampang banget kena sumbatan ASI. Dulu kakakku juga gitu, nggak enak ke rumah sakit, jadi aku yang bantu.”

Aku langsung terdiam. Sementara Yuda malah ketawa ngakak, puas banget. “Sayang, anak ini bisa dipercaya banget. Gimana kalau kita coba seminggu dulu, nggak cocok baru ganti?”

Aku menggigit bibir. Akhirnya mengangguk juga.

Beberapa hari ke depan, Sendy memang menunjukkan kerja yang luar biasa.

Dia bangun lebih pagi dariku, tidur lebih malam. Begitu bayi menangis, langsung digendong dan ditenangkan.

Cuci baju, steril botol susu, bikin sup, semua dia kerjakan dengan cekatan dan rapi.

Tapi tetap saja, aku merasa dia suka mencuri pandang ke arahku.

Karena itu, aku sengaja mengganti semua baju rumah dengan model kerah tinggi. Tapi dia tetap memanggilku “Kakak Ipar” seperti biasa, sopan dan tegas seperti tentara.

Sampai malam itu datang.

Dadaku mulai terasa nyeri dan bengkak. Pompa ASI tiba-tiba rusak, tangan kananku masih belum bisa dipakai.

Sakitnya membuat tubuhku penuh keringat. Bayi juga rewel dan menangis keras.

Aku panik, hampir menangis sendirian.

Akhirnya, dengan suara parau, aku memanggil, “Sendy, ke sini sebentar...”

Saat dia mendorong pintu masuk, aku refleks menarik kerah baju, mencoba menutupi dada.

"Kenapa, Kak?"

Aku menggigit bibir. "Pompa ASI-nya nyangkut, aku nggak bisa lepasin. Bisa tolong lihat sebentar?"

Dia segera melangkah cepat ke arahku, dan saat menunduk, tatapannya langsung menangkap bagian dadaku yang bengkak parah. Ekspresinya berubah.

"Kak, tahan sebentar ya, biar aku bantu."

Dia mengeluarkan sarung tangan sekali pakai dari saku dan memakainya dengan gerakan cekatan.

"Jangan sentuh langsung ke kulitku, alasin pakai handuk."

"Oke."

Dia mengalasi dengan handuk, lalu mencoba memutar pompa dari sisi samping. Tapi baru sebentar, alat itu langsung macet.

"Kayaknya nggak bisa diputar, mungkin ASI-nya tersumbat parah. Kak, atau gimana kalau aku bantu 'melancarkan' aja?"

Aku terkejut. Suaraku langsung menegang. "Kamu... kamu bisa?"

Dia mengangguk mantap. "Dulu kakakku juga sering begitu, dan aku yang bantu. Aku bisa lewat handuk kok, nggak akan langsung nyentuh."

Aku terdiam. Gigi bawahku menggigit bibir, menahan perasaan tak karuan.

Dia berjongkok, menarik handuk hangat dari kepala tempat tidur, lalu perlahan menunduk mendekat.

Aku melihat ujung jarinya menggantung di udara, hanya tinggal sedikit lagi sebelum menyentuh.

Jantungku berdetak kencang, napasku mulai berat.

Tiba-tiba dia mendongak, suaranya lembut tapi jelas.

"Kak, aku mulai ya. Kalau sakit, tolong bilang."

Aku tidak bergerak, tak sanggup menjawab.

Lalu perlahan, telapak tangannya menyentuh. Lembut, hangat, hati-hati.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tolong, Aku Seorang Ibu Menyusui   Bab 7

    Yuda seperti orang gila, menerjang ke arahku.“Kasih aku videonya! Perempuan jalang! Kamu mau hancurin reputasiku?! Mau hancurin aku? Serahkan videonya, cepat!”“Reputasimu?” Aku tertawa dingin.Sendy dengan tenang menahannya, menghalangi tubuhnya yang mengamuk.“Yuda,” katanya pelan, “kamu bahkan sudah kehilangan rasa malu, masih bicara soal reputasi?”Aku menekan satu tombol.Pemutar media berpindah ke file berikutnya, kali ini sebuah rekaman audio.Itu suara yang direkam diam-diam oleh Sendy.Dan suara Yuda begitu jelas, nyaring menusuk.“Dia itu orangnya keras kepala, sok kuat. Asal ditekan dikit aja, pasti runtuh. Pelan-pelan saja, yang penting bisa ambil gambar jelas, video dan audio lengkap. Biar nanti aku serahkan ke pengacara.”Kata demi kata, seperti bilah pisau yang ditusukkan ke dada.Aku menatap wajahnya yang memucat, dan bertanya tenang.“Mau sekalian aku kirim ke pengadilan?”Bibir Yuda bergetar.Kedua tangannya mengepal, urat-urat di punggung tangan menegang seperti hen

  • Tolong, Aku Seorang Ibu Menyusui   Bab 6

    Aku perlahan membuka selimut, berdiri, menatapnya tajam.“Kamu dapat rekaman apa? Aku buka baju? Aku merintih? Kamu punya bukti apa?”“Jangan coba-coba membela diri!” dia menggeram marah, “Kamu sendirian di kamar sama asisten rumah tangga, tengah malam di ranjang, satu telanjang dada, satu cuma pakai jubah tidur, menurutmu pengadilan bakal percaya sama kamu?”“Bukankah dari awal kamu memang berharap aku berbuat salah?”Suaraku gemetar, tapi tetap tenang. “Kamu sengaja menyuruh dia datang, atur posisi kamera, lalu pura-pura ‘menangkap basah’. Puas? Bangga?”Yuda terdiam karena tertohok, menggertakkan gigi. “Tunggu saja, keluar dari rumah tanpa sepeser pun itu masih ringan! Anak? Rumah? Jangan mimpi!”Aku terkekeh pelan. “Kamu minta aku melahirkan anakmu, tapi kamu juga yang suruh orang ambil ‘bukti perselingkuhan’ saat aku masih menyusui. Menurutmu kamu pantas disebut ‘suami’?”Dia tercengang, wajahnya kaku sesaat.“Waktu aku hamil, kamu ke mana? Berapa kali kamu menemaniku periksa kand

  • Tolong, Aku Seorang Ibu Menyusui   Bab 5

    Sendy berdiri di bawah lampu dapur, suaranya rendah seperti tetesan air yang pecah di bak cuci. Pelan, tapi cukup untuk menghancurkan segalanya."Suamimu, dia sudah lama punya perempuan lain di luar." Suaranya serak. "Bawahan kantor. Mereka sudah jalan hampir setengah tahun."Dadaku seketika terasa sesak.“Tapi dia tahu, kalau sampai cerai, dia nggak akan dapat apa-apa. Semua harta atas nama kamu, anak juga ikut kamu, nama baik kamu yang punya. Dia nggak punya jalan keluar kecuali dapatin bukti kamu selingkuh.”“Jadi kamu disewa buat godain aku.” Aku tertawa miris. “Profesional juga, ya.”Wajah Sendy memucat, dia menggeleng keras. “Bukan kayak gitu. Aku awalnya memang cuma kerjaan. Dia yang datang nyari aku duluan. Dia bilang kamu nggak mungkin selingkuh beneran, cukup bikin beberapa ‘adegan jebakan’, terus ambil beberapa foto ambigu udah cukup buat naik meja pengadilan.”Aku menatapnya tajam. “Berapa harga kamu?”Bibirnya bergetar. Suaranya nyaris tak terdengar. “Empat puluh juta.”Ak

  • Tolong, Aku Seorang Ibu Menyusui   Bab 4

    Setelah Sendy pergi, aku masih duduk terpaku di sofa.Di kepalaku terus terngiang kalimat terakhir yang dia ucapkan sebelum pergi.“Suamimu bukan orang seperti yang kamu kira.”Aku tak tahu apa maksudnya.Tapi entah kenapa, kalimat itu membuat hatiku tak tenang.Siang itu, aku sengaja bangun agak siang.Saat aku turun ke bawah setelah berganti pakaian, Sendy sudah ada di dapur, sedang memasak dengan ekspresi datar.“Pagi, Kak.”Nada suaranya bersih dan sopan, tapi dingin. Tak ada sedikit pun kehangatan.Aku sempat terdiam, lalu akhirnya bertanya pelan, “Tentang semalam…”“Nggak ada yang terjadi,” potongnya cepat. “Tenang saja, aku tahu batas.”Aku menatap punggungnya selama beberapa detik, tak bisa memastikan apakah aku merasa kecewa atau justru lega.Dia begitu tenang, begitu dingin, seolah semua yang terjadi semalam hanya ilusi.Aku duduk di meja makan, menatap semangkuk sup ikan gurame yang masih mengepul panas, entah kenapa, aku tak berselera.Yuda masuk ke rumah sambil menggendong

  • Tolong, Aku Seorang Ibu Menyusui   Bab 3

    Saat dia mengangkat rok tidurku, seluruh tubuhku langsung membeku.“Sendy, kamu gila.”Belum sempat aku menyelesaikan kalimat, dia sudah menunduk dan mengecup perut bawahku, hanya terhalang kain tipis dari gaun tidur sutra. Sentuhannya lembut, tapi hangatnya seperti api yang membakar setiap syarafku yang sudah tegang sejak tadi.“Kak, jangan bicara, kumohon.”Suaranya nyaris tak terdengar, napasnya jatuh tepat di kulitku yang terbuka.“Aku udah nahan terlalu lama.”Aku berusaha mendorongnya, jari-jariku baru saja menyentuh bahunya.Braaak!Terdengar suara keras dari samping. Jantungku serasa meloncat ke tenggorokan. Aku menoleh cepat.Yuda.Dia di kamar utama, berguling sambil mendengkur, lalu tiba-tiba bersuara,“Sayang, air… ambilin air…”Dia bergumam dalam tidur, lalu diam lagi, kembali tenggelam dalam mimpi.Aku nyaris kehilangan kendali atas napasku.Dan dalam keheningan yang mencekam itu, Sendy tiba-tiba membungkus bibirnya di sisi lain dadaku, yang sejak tadi sudah bengkak dan s

  • Tolong, Aku Seorang Ibu Menyusui   Bab 2

    “Kak, aku mulai ya.”Jari-jari Sendy perlahan menekan sisi dadaku, melalui handuk hangat, dengan tekanan yang lembut.Kepalaku langsung panas, awalnya aku ingin menolak, tapi rasa bengkaknya terlalu menyiksa, tangan kananku tak bisa bergerak, dan tenggorokanku pun terasa kering dan serak.Napasnya makin dekat, membawa aroma lembut dari deterjen yang dipakainya, bersih, tapi entah kenapa terasa membakar.Aku memalingkan wajah, menutup mata rapat-rapat.“Jangan asal pencet.”Suaraku pelan, nyaris tak terdengar.“Aku tahu letaknya,”Ia mendekat lagi, suaranya serak, “Kak, tahan sebentar, kalau udah lancar nanti enakan.”Seluruh ototku menegang. Ujung jarinya menekan pelan, mengikuti tepiannya dan perlahan bergerak ke dalam. Bahkan lewat handuk pun rasanya panas membara.“Sakit nggak?”Tanyanya lembut.Aku menggigit bibir. “Masih tahan.”“Bagian sini keras banget, aku harus coba pijat biar nggak makin parah.”Matanya menatap fokus ke bagian yang sudah membengkak dan memerah, wajahnya begit

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status