Share

Tragedy of Love indonesia Version
Tragedy of Love indonesia Version
Penulis: Khansa pranadi

Bab 1

“Keluar!” Suara seseorang itu terus terngiang di telinga hingga membuatku harus menutup indra pendengaran dengan cepat. Kejadian demi kejadian berputar di dalam otak bagai sebuah film yang sedang tayang, membuat lubang di lubuk hati terbuka semakin besar.

“Pergi!” kataku dengan suara lantang berusaha mengusir apa pun yang kini berada di dalam otak. Kali ini saja ingin hidup tenang, tanpa ada bayangan kejam yang menyiksa jiwa dan raga. “Aku tak pernah menyakitimu, kenapa kamu menyakitiku tanpa ampun?”

Air mata tanpa terasa telah luruh membasahi pipi yang sudah tak pernah lagi teroles make up. Bibir yang biasanya tersenyum manis kini bergetar hebat. Bukan hanya bibir, tapi tubuh ini pun bergetar. Setiap kali kenangan itu datang, maka tubuh akan memberikan reaksi berlebih. Sudah coba ditahan, tapi tak pernah berhasil karena besarnya pengaruh hal itu.

Gilakah aku? Tidak, aku menolak untuk disebut gila karena semuanya baik-baik saja. Aku masih bisa beraktivitas dengan baik, bekerja, jalan-jalan, dan hal lainnya secara wajar. Tidak pernah mengamuk secara berlebih kecuali saat bayangan-bayangan itu muncul. Ingin enyahkan semua tapi ternyata itu terlalu sulit.

“Gab, Sayang.” Sebuah pelukan kurasakan begitu erat dari seseorang yang selama ini dengan setianya menemani dalam berbagai keadaan, baik suka maupun duka. Orang yang menganggap bahwa apa yang terjadi kepadaku saat ini adalah sebuah reaksi wajar, dan satu-satu orang yang menganggapku tidak gila, dia adalah Aries, seorang sahabat yang begitu menyayangi dan mengerti aku.

Kupeluk tubuh kekar Aries hingga menumpahkan semua sesak di dada. Dia tidak pernah keberatan seandainya pakaian yang dia kenakan menjadi basah karena air mat. Aries memang sahabat terbaik yang pernah kumiliki, tidak pernah mengeluh meski dengan keadaanku yang jauh dari kata baik-baik saja.

“Ada apa?” tanya Aries saat tangis itu perlahan mulai reda.

Tidak ada jawaban yang terlontar dari bibir, lidah ini memang terasa begitu kelu saat mengingat kembali apa yang membuat keadaanku yang awalnya baik kini menjadi kacau, terlebih saat ini sedang berada di kantor, tempat yang paling jarang membuatku tertekan hingga histeris seperti tadi. Andai saat ini aku berada di ruangan, sudah barang pasti menjadi bahan gosip banyak karyawan—Gabriela Armand berteriak histeris saat di ruang rapat. Beruntung, sebelum semuanya memburuk aku sempat undur diri ke gudang peralatan yang sangat jarang sekali karyawan ke sini.

Aku tidak tahu, dari mana Aries mengetahui jika aku berada di sini, seharusnya saat ini dia sedang berada di lapangan untuk meninjau sebuah proyek. Aku dan dia memang bekerja di perusahaan yang sama, tetapi pada bagian yang berbeda. Aries bertugas meninjau semua proyek yang dilakukan oleh perusahaan, sedang aku bagian pemasaran yang lebih sering bertemu dengan klien.

“Gab ....” Aries kembali sambil sedikit menjauhkan wajahku dari tubuhnya hingga meninggalkan jejak basah di kemejanya. Kuusap baju berwarna biru itu dengan perlahan, tapi Aries langsung menjauh seolah tanganku adalah noda yang tidak pantas menyentuhnya.

“Kamu jijik sama aku ya?” tanyaku sambil menggigit jemari yang tadi berusaha membersihkan basah di pakaian Aries.

Aries langsung menarik tanganku dan mendekapnya erat. Sebelah tangannya yang bebas menghapus jejak air mata yang tadi membasahi pipi. “Tidak, kamu tidak menjijikkan, Gab, aku justru suka dengan bekas air matamu, makanya tak ingin kamu menghapusnya.”

Aku menatap mata Aries dengan teliti, mencari kejujuran di mata bermanik biru itu. Jelas, yang kulihat hanya kejujuran serta ketulusan saja, tidak ada kebohongan sama sekali hingga akhirnya membuatku tersenyum. “Aku ... aku ...,” ucapku sambil kembali menarik tangan dan mulai menggigitnya.

“Cerita, Gab!” desak Aries sambil sedikit mengguncangkan tubuhku.

Aku menatap Aries, meyakinkan diri apakah cukup bijak untuk menceritakan semuanya? Bukan hal mudah untuk mengatakan apa yang telah terjadi, semua terlalu menyakitkan, bahkan aku merasa jika hal itu adalah sebuah aib yang harus disembunyikan. Aries belum tentu akan bertahan di sampingku jika mengetahui kejadian sebenarnya.

“Gab, please cerita!” Aries sedikit memohon tapi bibir ini masih juga bungkam dan bayangan-bayangan itu kembali memenuhi pikiran yang sudah sempat tenang selama beberapa saat tadi.

“Gak, kamu gak boleh tahu!” teriakku sambil menutup telinga dan menarik diri.

“Gabriela Armand!” teriak Aries tidak kalah kerasnya denganku dan hal itu membuatku semakin mundur hingga tubuh ini merapat pada dinding. Aries maju dan menarikku ke dalam pelukannya meski sedikit kasar dan mendapat penolakan, tapi tetap saja dia berhasil melakukannya. “Tidak apa aku gak boleh tahu semuanya, Gab, tapi tenanglah! Lupa semua beban yang masih menggelayut di dalam pikiranmu!”

Tangis itu kembali luruh dan membuat baju Aries semakin basah. Beban yang selama ini menggelayut dalam pikiran terasa begitu hingga kadang aku tak yakin mampu menghilangkan semuanya. Bukan tak ingin melepas semua beban, tapi rasanya terlalu sulit hingga membuatku selalu pesimis akan hal itu.

“Gab, kamu tidak usah khawatir dan takut, ada aku yang selalu menemanimu,” kata Aries sambil membelai rambutku dengan begitu lembut, “tidak perlu berusaha melupakan semuanya kalau kamu belum siap. Tidak perlu juga cerita jika hal itu hanya akan membuatmu semakin sakit.”

“Aku ... aku belum siap dengan semuanya, Aries,” ucapku dalam isak yang perlahan mulai mereda.

“Tidak apa jika kamu belum siap,” kata Aries sambil sesekali mengecup puncak kepalaku dan entah mengapa itu rasanya begitu menenangkan, “suatu hari nanti saat kamu mau cerita, jangan pernah sungkan untuk mencariku dan menceritakan semuanya!”

“Terima kasih ... terima kasih karena selalu ada untukku.” Kujauhkan wajah dari pelukan hangat yang selalu berhasil membuatku tenang saat terguncang. “Kamu sangat baik kepadaku, Aries.”

Sesaat kulihat dia menarik napas sambil tersenyum dengan begitu indah. “Jangan berterima kasih, Gab, kamu adalah sahabatku dan akan selamanya jadi sahabat yang akan kujaga meski dengan nyawa sekalipun!”

Terharu? Tentu saja. Tidak pernah ada laki-laki yang berucap seperti Aries, dia memang sangat baik dan begitu peduli kepadaku. Sosok sahabat yang tak akan pernah bisa digantikan oleh siapa pun.

“Sudah kubilang, tidak usah mengkhawatirkan ini, aku bisa mengganti kemejaku nanti,” kata Aries saat dia menyadari tatapanku yang masih terfokus pada kemeja basahnya, “ini bukan masalah, Gab, yakinlah!”

“Terima kasih,” kataku sambil menghapus jejak bulir-bulir air mata yang sudah sepenuhnya berhenti, “aku harus kembali bekerja dan bersiap menghadapi tumpukan file yang diberikan Mr. Thomas.”

“Perbaiki dulu riasanmu agar tetap terlihat cantik dan mampu menarik hati semua klienmu, Gab!” kata Aries dengan sedikit canda tapi mampu membuatku kembali terdiam sebelum akhirnya tersenyum getir untuk menyembunyikan semuanya dari Aries.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status