Game online buatan Balryu itu bernama ASMARALOKA mengajak para pemain berkultivasi sekaligus bertualang dalam permainan, memperkuat karakter mereka dalam game juga dapat bertemu banyak orang dalam game, mencari harta karun, berburu monster maupun mencari hewan peliharaan berupa hewan spiritual.
"Apakah ada artinya nama ASMARALOKA ini?" "Dunia cinta kasih." Yukine tersenyum membayangkan bagaimana para gamers mencari pasangan di dalam dunia game yang indah ini. "Apakah ada yang lucu?" "Oh, tidak." Setiap naik level akan mendapatkan hadiah dan jika ingin naik level tentunya berburu mangsa bisa berupa apa saja begitu banyak rahasia yang perlu dipecahkan di dalam game. Jika seseorang ingin mengelilingi dunia dalam game nampaknya butuh seharian penuh karena selain dunia itu begitu luas dan banyak tempat yang berbahaya. Ada juga tempat yang terbatas yang hanya dapat dimasuki oleh karakter di level tinggi. Yukine menguap lebar sudah satu jam penuh dirinya menjelajahi dunia dalam game itu dan matanya terasa lelah, awalnya dirinya begitu semangat namun matanya terasa berat meskipun permainan itu begitu seru mungkin karena pengaruh tubuhnya yang kurang fit juga bisa karena obat yang diminumnya membuatnya merasa mengantuk kembali. Tubuh itu berbaring dengan kaki ditekuk di sofa panjang sedangkan pemuda di sampingnya masih duduk dengan tegak. Wajahnya masih menghadap ke laptop dan di sana ada juga wajah lain. Balryu sedang meeting bersama anggota staf dan orang di depannya adalah orang yang memimpin meeting. "Cukup untuk hari ini, terima kasih," ujar laki-laki yang seumuran dengan Balryu. Orang-orang yang ada di ruangan itu pergi satu persatu meninggalkan pemimpin itu dan Balryu yang ada di sisi lain. "Aku rindu masakanmu," ujar Imran dengan sedikit frustasi, ekspresi wajahnya langsung berubah ketika tidak ada orang lain di sekelilingnya. "Datanglah aku masak di rumah," jawab Balryu dengan suara rendah karena takut akan menggangu mahluk indah di sampingnya yang terlelap dalam mimpi. "Aku?" sahut Imran sambil menunjuk dirinya sendiri. "Aku datang ke rumahmu? Kamu bermimpi." "Kamu takut?" sahut Balryu sambil melepaskan kancing bajunya yang paling atas. "Bukannya aku takut hanya saja aku malas bertemu dengan setan kecilmu," jawab Imran sambil menggeleng pelan. "Dia tidak akan lagi mengigit mu." "Aku tidak yakin meskipun kamu bilang jika dia hilang ingatan tapi dulu tiap kali aku bertemu dengannya setan kecilmu selalu mencari alasan untuk menggigit dagingku." "Kamu fobia pada adikku?" "Terserah, bagaimana kamu menyebutkan yang jelas aku merasa jika wibawa ku hancur di tangan adikmu. Adikmu sangat menyebalkan jika saja dia bukan adikmu aku sudah memukulnya sejak lama." "Tidak akan lagi." "Dulu kamu juga sering bicara seperti itu, kamu akan mengendalikan dia agar tidak menggigit tapi tidak pernah berhasil." "Sekarang dia berbeda," ujar Balryu dengan begitu serius. "Kenapa?" Imran juga ikut serius. "Dia berubah begitu banyak?" "Emm." "Kamu merindukan setan kecilmu yang dulu? Yang suka menggigit itu?" "Aku hanya merasa jika aku tidak lagi mengenalnya." Ada keheningan panjang mereka hanya saling lihat dan mengambil napas panjang. "Di mana dia sekarang?" "Tidur," jawab Balryu sambil sedikit menggeser laptopnya agar kameranya menangkap keberadaan Yukine yang tertidur pulas dengan selimut yang dipasangkan oleh Balryu. "Bener," Imran berhenti sejenak sebelum melanjutkan. "Jika itu setan kecilmu yang dulu dia akan tidur dipangkuanmu." Balryu tidak menyahut karena apa yang dikatakan kawannya itu benar adanya. Tidak hanya sekali dua kali Fe Fei akan membuat keributan ketika merasa mengantuk dan akan menaruh kepalanya pada pangkuannya tapi kini jangankan melakukan itu untuk kontak fisik saja bisa dihitung dengan jari. *** Bumantara mengajak Yukine ke rumah sakit menemui dokter yang dijanjikannya dulu, kenalannya itu cukup sulit ditemui kala itu karena sedang ikut menjadi relawan di luar negeri dan baru kembali belum lama ini. "Bagaimana dengan perasaanmu? Apakah masih ada yang tidak nyaman?" tanya Bumantara ketika mereka akan berangkat. "Gege dan ibu merawat ku dengan baik," jawab Yukine sambil menyunggingkan senyumnya. "Balryu mengatakan jika kamu masih demam." "Gege terlalu membesar-besarkan." "Baguslah jika kamu sudah sembuh." Ayah dan anak itu pergi ke rumah sakit untuk menemui seorang spesialis yang dipercaya oleh Bumantara mengapa laki-laki itu begitu percaya dengan kenalannya itu karena dokter bernama Halaong itu telah menjajah banyak tempat dan juga bisa dikatakan dokter militer jadi untuk pengalamannya tidak perlu dipertanyakan lagi. "Apakah kamu takut?" tanya Bumantara ketika mobil itu sudah memasuki kawasan rumah sakit. "Takut? Takut apa? Untuk apa takut!" "Baguslah jika seperti itu." Setelan melewati beberapa prosedur akhirnya tiba giliran mereka bertatap muka dengan dokter Halaong. Tentunya ketika kenalan lama dan sudah lama tidak saling berjumpa akan saling bertukar kabar sebelumnya setelah mengatakan beberapa hal dokter itu menunjukkan keprofesionalan menangani pasien. Yukine dibawa oleh perawat ke ruang lain untuk melakukan CT scan namun Bumantara juga ingin Yukine melakukan X-ray agar tidak hanya terlihat jika ada masalah di otaknya tapi juga kerusakan di seluruh tubuh. "Terimakasih," ujar Yukine kepada perawat yang mengembalikan pakaiannya kembali dan segera mengenakannya. Saat keluar dari ruangan itu dan akan kembali ke ruangan dokter itu Yukine berpapasan dengan seorang wanita yang membawa banyak berkas berjalan tergesa-gesa, sepertinya wanita itu juga melihat keberadaan Yukine namun karena terburu-buru wanita itu pergi begitu saja meskipun tatapan keduanya bertemu untuk beberapa saat. Yukine yang merasa pernah melihatnya namun tidak tahu siapa juga tidak berusaha untuk menyapa namun ketika jarak mereka sudah jauh Yukine baru mengingat dimana pernah melihat wanita itu. "Ah dia ...," seru Yukine sambil berbalik dan menunjuk gadis yang sudah sangat jauh kemudian hilang di diantara banyaknya pengunjung. "Teman Fe Fei." Yukine ingat ketika membersihkan kamar ada foto dirinya dengan dua wanita lain, satunya Khia Na dan satunya lagi Khia Na lupa memberitahu namanya karena wanita itu menghilang tanpa jejak hingga mereka lupa untuk membicarakannya. Yukine mengambil ponselnya dan menghubungi sahabatnya. "Apa ...?" tanya Khia Na dengan malas setelah panggilan itu terhubung. "Jika aku tidak salah aku melihat kawan kita," jawab Yukine. "Kawan siapa, kita punya banyak kawan," sahut Khia Na sambil menguap lebar. "Orang yang pernah foto bertiga bersama kita, jika wanita itu tidak terlalu penting tidak mungkin ada di kamarku dan kamu belum pernah menyebutkan namanya padaku." "Maksut mu Ischa?" Khia Na nampak bersemangat. "Seandainya kamu mengatakan jika namanya siti pun aku akan percaya." "Apakah kamu menyapanya? Dia tidak tanya apapun padamu?" "Kami hanya berpapasan, aku tidak tahu dia siapa sedangkan dia terburu-buru." "Kamu melihatnya dimana?" "Rumah sakit." "Rumah sakit? Kamu sakit?" "Aku hanya melakukan kontrol seperti biasa. Jangan tanya aku hanya melakukan pemeriksaan cukup khawatirkan saja kawanmu itu." "Rumah sakit mana aku akan datang." Panggilan itu berakhir setelah Yukine menyebutkan rumah sakitnya. Yukine kembali melihat dimana wanita bernama Ischa itu menghilang. Nampaknya butuh banyak usaha ketika ingin menemukan seseorang di tempat ramai seperti ini terlebih tempat ini sangat luas penuh sesak di beberapa bagian tertentu. "Semoga kamu beruntung," Yukine menyemangati Khia Na yang akan datang mencari keberadaan kawannya yang sudah lama tidak ada kabar. Yukine ingat waktu pertama bertemu dengan Khia Na jika kawannya itu pernah menyebutkan jika wanita bernama Ischa itu sudah tidak pernah terlihat lagi batang hidungnya setelah kelulusan sekolah mereka.Yukine tidak menyangka jika masakan mantan tetangganya ini ternyata begitu cocok di lidahnya, Yukine bangkit untuk membayar makanannya menemui wanita itu yang hanya tinggal sendirian sedangkan perempuan bernama Rayi itu entah kemana perginya."Buk aku ingin membayar," ujar Yukine berdiri di depan etalase yang memisahkan mereka.Wanita itu menyebutkan harganya dan Yukine membayarnya dan bermaksud untuk membungkus untuk dibawa pulang hanya saja udang besar dan manis yang sama seperti yang dimakannya sudah habis."Aku bayar sekarang dan aku akan mengambilnya besok apakah bisa?""Bisa," jawab wanita itu cukup senang karena Yukine membeli untuk 4 porsi sekaligus."Masakan ibuk sangat enak.""Terimakasih," jawab wanita itu dengan senyuman cerah."Sepertinya rumah makan ini aku belum pernah melihatnya sebelumnya apakah masih belum lama buka?" Yukine bertanya seolah-olah Yukine cukup mengenal daerah sini padahal ini adalah kali pertamanya Yukine melintas di daerah ini. Di lihat dari perabotan
Langkah Yukine menyusuri trotoar yang berantakan karena ulah dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab namun itu tidak menyurutkan niatnya untuk berjalan, entah mengapa hari ini dirinya ingin berjalan kaki ketika pulang. Yukine tidak melewati jalan besar malah memilih jalan gang yang mempersingkat waktu juga bisa melihat sisi lain kota baru yang telah ditempati ini.Yukine rindu ketika dulu lebih banyak berjalan kaki daripada naik kendaraan, ketenangan yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Di pinggir jalan di antara semak-semak terdengar suara anak kucing dengan suara lemah. Yukine mencari-cari asal suara itu dan mendapati ada anak kucing melihatnya dengan matanya yang mengundang simpati."Apa yang kamu lakukan di sini sendiri?" tanya Yukine pada kucing berwarna abu-abu itu. Kucing itu terus memandanginya dan tanpa terasa tangannya terulur membawa anak kucing yang sangat kurus itu."Apa kamu lapar? Tapi aku tidak punya makanan."Yukine melihat sekeliling tidak banyak oran
"Ge ponselmu berdering," ujar Yukine ketika mereka sampai diparkiran.Tautan tangan mereka akhirnya terlepas dan itu membuat Yukine merasa lega karena sejak tadi ingin melepaskannya namun tidak berani. Ponselnya ada di dalam saku jas tentunya Yukine mengambilnya dan melihat nama Beru di sana."Siapa?" tanya Balryu.Yukine tidak menjawab namun menyerahkannya ponsel itu ke pemiliknya tapi ketika melihat nama itu Balryu enggan untuk menjawab dan malah pergi masuk ke dalam mobil. Yukine bingung mengapa Balryu mengabaikan panggilan dari orang bernama Beru itu."Abaikan saja," ujar Balryu ketika panggilan itu datang lagi."Mungkin saja penting, dia telfon terus menerus," Yukine masih tidak enak hati mengabaikan panggilan dari seseorang."Apanya yang penting kami baru saja bertemu.""Memangnya siapa dia?""Atasan.""Kan masih berani tidak angkat teleponnya? Oh aku lupa dia juga temanmu."Mobil itu perlahan meninggalkan tempatnya dan Yukine baru menyadari jika tempat itu cukup penuh pastinya
Yukine memandangi laki-laki di depannya itu yang sedang membawa sekuntum mawar putih ditangannya."Terima kasih," ujar Yukine sambil mengambil bunga itu dari tangan sang pemuda bernama Kun itu."Sampai jumpa di klub besok, sayangnya aku harus pergi sekarang."Yukine hanya mengangguk pelan sambil tersenyum tipis pemuda itu pergi, Yukine kembali ketempat duduknya. Orang yang diundang oleh Damar tidak begitu banyak dan Yukine hanya mengenal beberapa yang pernah bertemu sebelumnya di klub taekwondo salah satunya Kun. Orang yang melihatnya mungkin akan berpikir jika Kun menyatakan cinta pada Yukine menggunakan sekuntum mawar putih tapi sayangnya tidak seperti itu.Kun sering melihat Yukine di klub namun tidak pernah benar-benar berkenalan dan kali ini seperti kesempatan itu datang dan pemuda itu mengajaknya berkenalan, memberinya bunga hanyalah sebagai simbol saja bukan apa-apa. Tapi sayangnya itu membuat beberapa pasang mata salah paham dengan itu.Salah satunya sang pemilik acara, Damar
Balryu sudah ada di belakangnya Yukine sama sekali tidak mendengar suara Balryu masuk sepertinya pemuda itu memiliki cara agar berjalan tanpa suara."Ini," Yukine menunjukkan foto yang ada di tangannya.Balryu mendekat Yukine pikir Balryu akan mengambil foto dalam bingkai itu yang ada di tangan kirinya ternyata yang diambilnya adalah minuman dingin yang masih di pegang oleh Yukine di tangan kanannya. Nampak pemuda itu berkeringat banyak karena tiga kali naik turun membawa bawaan begitu besar. Minuman itu habis hanya dengan sekali napas.Yukine segera mengembalikan foto itu kembali ke tempatnya dan posisi yang sama seperti semula. Yukine menerima gelas kosong dari tangan Balryu."Bajumu kotor tidak ganti baju dulu sebelum kembali pergi," ujar Yukine dan Balryu mengikuti kemana pandangannya melihat tubuhnya.Kemeja putihnya kusut, kotor dan sedikit basah karena keringat."Aku akan mandi sekalian.""Aku juga akan mandi."Yukine mengangguk kemudian segera keluar dari kamar itu membawa gel
Untuk kesekian kalinya Yukine dibuat terkejut oleh ayahnya, tidak pernah terbersit sedikit pun jika Balryu adalah putra dari cinta ayahnya ternyata semua ini lebih rumit daripada yang dipikirkan olehnya."Kenapa gege bisa bersamamu bagaimana dengan wanita itu?" Rasa penasaran Yukine menggebu-gebu."Kamu tidak tanya Balryu itu anakku atau bukan?" Bumantara malah sengaja menggoda putrinya."Yang aku tahu gege anak adopsi jika dia putramu maka kata adopsi tidak akan digunakan.""Anak pintar," puji Bumantara nampak puas dengan putrinya sekarang. "Wanita itu meninggal ketika melahirkan Balryu."Yukine untuk ini tidak siap awalnya dirinya sudah ingin cemburu pada wanita itu mewakili ibunya akan tetapi tidak berguna wanita beruntung yang mendapatkan semua cinta dari ayahnya ternyata tidak seberuntung itu."Bagaimana dengan ayah biologis gege?""Aku tidak tahu."Bumantara bangkit dari duduknya sambil merenggangkan tubuhnya. "Sejak lahir aku sudah mengumumkan pada dunia jika Balryu adalah putr