Di dalam mobil yang berisikan empat orang, pasangan itu duduk di depan sedangkan dirinya di belakang dengan pemuda bernama Balryu. Yukine merasa canggung berada di sebelahnya, setelah beberapa saat lalu keduanya beradegan yang tak selayaknya. Namun, Yukine berpikir mungkin ini sudah wajar, dan Yukine hanya belum terbiasa dengan kehidupan milik Fe Fei.
"Kita sampai," ujar wanita yang duduk di depan itu ketika mobil mulai melambat.
Mobil itu berhenti di depan sebuah rumah mewah, dan wanita yang menyebut dirinya sebagai ibu Fe Fei itu mulai bicara tanpa henti membimbing Yukine untuk turun dan membawanya masuk ke rumah asing itu. Ia menunjukkan semua sudut rumah hingga berakhir di kamar milik Fe Fei, tiba-tiba Yukine dibuat kembali sakit kepala ketika melihat kamar Fe Fei karena seperti tidak ada warna lain di ruangan itu selain pink dan putih.
Yukine seorang wanita yang tidak tomboy tapi juga tidak perempuan sekali yang sangat menyukai warna wanita feminim ini.
"Kenapa?" tanya wanita itu melihat Yukine mengerenyitkan keningnya. "Pusing lagi?" lanjutnya bertanya.
Yukine menggeleng pelan dan raut wajah wanita itu sedikit santai. "Aku hanya ingin istirahat sebentar," jawab Yukine pelan.
"Oke, baiklah. Istirahatlah yang cukup, Nak. Ibu pergi dulu, kalau butuh apa-apa panggil ibu."
Yukine tak mengangguk sebagai respon, wanita itu segera keluar kamar meninggalkannya sendirian dengan segala pernak-pernik berbau wanita ini.
"Fe Fei maaf, aku mengambil semua yang kamu miliki," ucap Yukine di dalam hati sebelum membenamkan dirinya di bawah selimut.
Mungkin karena pengaruh obat akhir-akhir ini yang diinginkan hanya terus tidur itu jauh membuatnya lebih baik meskipun ketakutan itu masih saja ada.
***
Setelah beristirahat dengan cukup, Yukine bangun dan itu sudah malam. Keluarga beranggotakan empat orang itu makan malam dengan harmonis, Yukine memperhatikan satu per satu anggota keluarga barunya, semua orang memperhatikan dirinya saat ini mengambil air lauk dan mengupas buah untuknya tiba-tiba matanya terasa panas. Yukine tidak akan menangis meskipun mendapatkan perlakuan buruk, tapi air matanya tidak dapat tertahankan ketika sedang terharu.
"Apakah makanannya tidak enak?" tanya ibunya pada Yukine dan segera Yukine menggeleng pelan.
"Sayang," ucap wanita itu pelan sambil memegang tangan Yukine mengambil napas panjang sebelum melanjutkan bicaranya. "Ibu akan resign, dengan begitu akan lebih banyak memiliki waktu untukmu."
Yukine terdiam keduanya saling bertatapan wanita itu tidak lagi muda tapi senyumannya begitu indah dan manis tampak begitu tulus dengan apa yang dikatakannya.
"Maafkan ibu selama ini selalu sibuk hingga tidak memperhatikanmu, tiba-tiba kamu sudah dewasa," lanjutnya lagi.
"Ibu tidak perlu resign justru karena aku sudah dewasa aku juga memiliki kehidupan sendiri, jika Ibu suka berkerja maka bekerjalah aku tidak apa-apa."
"Tapi sebelumnya kamu selalu merengek meminta ibu untuk berhenti bekerja untuk menemanimu, kamu bilang kesepian."
"Tapi sekarang tidak, aku baik-baik saja." Yukine menjelaskan sambil tersenyum lebar.
Wanita itu terdiam tiba-tiba menunduk sambil menutup mulutnya. "Putriku benar-benar sudah dewasa," gumamnya dan air matanya tiba-tiba jatuh begitu saja.
"Kamu yakin?" Ayahnya ikut angkat bicara. "Kamu sering membuat onar karena masalah ini sebelumnya, ibumu sudah mendiskusikan dengan ayah untuk masalah ini."
"Tentu." Yukine mempertegas keputusannya.
"Bilang jika nanti kamu berubah pikiran."
Yukine mengangguk kemudian melanjutkan makan. Di piringnya ditambahkan sepotong daging oleh saudara laki-lakinya. "Terima kasih," ucap Yukine sambil melihat sekilas pada Balryu.
"Ayah, Ibu aku akan keluar sebentar ada hal yang harus diselesaikan," pamit pemuda itu setelah menyelesaikan isi piringnya.
"Pergilah," ucap laki-laki itu pada putranya.
"Lihatlah bahkan gegemu sekarang juga sangat sibuk, ayah sering keluar kota begitu juga ibumu."
"Karena aku tidak banyak mengingat, mungkin aku akan dengan cepat terbiasa dengan ini," jawab Yukine pada ayahnya.
Sedikit demi sedikit Yukine mulai membiasakan diri dengan kehidupan barunya, meskipun kadang tidak percaya jika ini sungguhan dan juga perlahan memahami tentang kelurga ini. Ayahnya bernama Bumantara keturunan Jawa China, sedangkan ibunya Xiyun keturunan China Batak, sedangkan Balryu atau biasanya Fe Fei memanggilnya Gege itu sebutan untuk kakak laki-laki dalam keluarga keturunan China baru saja lulus kuliah dan sedang magang di suatu perusahaan. Mereka semua begitu sangat sibuk dengan aktivitasnya, biasanya hanya Balryu yang lebih sering di rumah menemani Fe Fei.
"Apa ini?"
Yukine menatap meja rias di depannya itu sangat penuh dengan banyak produk, bahkan Yukine tidak tahu apa kegunaan dan fungsi dari sebagian besar yang ada di sana. Tadi siang belum sempat memperhatikan dengan benar ruangan ini, dan kini semakin diperhatikan membuat Yukine kembali sakit kepala, terlebih ketika membuka lemari itu penuh dengan pakaian dan banyak hal seperti tas sepatu pernak-pernik yang tersusun begitu rapi.
"Hidupmu benar-benar dimanjakan." Lagi-lagi Yukine memuji anugerah yang dimiliki Fe Fei, hanya saja ada beberapa hal yang disukai oleh Fe Fei tidak sama dengan Yukine.
Seperti warna baju yang dominan pink dan terbuka, sama sekali berbeda dengan Yukine yang lebih suka berpakaian tertutup dan longgar.
"Sepertinya aku perlu beli bajuku sendiri," gumamnya sambil terus melakukan tour di kamar Fe Fei ini.
Tanpa terasa sampai tengah malam, tapi Yukine menolak untuk tidur malah pergi ke balkon dan duduk di kursi gantung menikmati angin malam. Dari lantai dua Yukine bisa melihat jika sebuah mobil datang dan itu Balryu baru saja sampai, pandangannya hanya melihatnya sekilas kemudian menikmati kembali keindahan malam dari balkon kamarnya.
Sepertinya Balryu mengetahui jika adik perempuannya itu belum tidur dan langsung masuk ke kamarnya. "Kenapa belum tidur?" tanya Balryu langsung ketika datang.
"Aku sudah cukup tidur dan sekarang tidak merasa mengantuk," jawab Yukine tanpa melihat ke arah gegenya.
"Angin malam tidak bagus untuk kesehatanmu, masuklah aku memiliki sesuatu untukmu."
Yukine sebenarnya masih ingin berada di balkon, lagi pula kesehatannya sudah membaik apa yang buruk dengan angin malam? Tapi ketika mendengar kalimat terakhir Balryu membuatnya enggan membantah dan mengikuti langkah saudara laki-lakinya masuk ke dalam kamar.
"Apa ini?" tanya Yukine setelah menerima paperbag dari Balryu, tapi pemuda itu tidak menjawab hanya mengisyaratkan untuk membuka.
"Ponsel?" ucap Yukine sambil tersenyum kecil, ponsel itu tampak mahal berbeda dari ponsel bututnya yang dulu.
"Terima kasih."
"Em."
"Kamu suka?" lanjut Balryu setelah beberapa saat memperhatikan Yukine tidak mengalihkan pandangannya dari ponsel itu.
"Tentu."
Setelah menelusuri ponsel itu Yukine semakin berterima kasih pada Balryu karena ponsel itu sudah siap pakai. Yukine menyodorkan ponsel itu pada Balryu.
"Apa?" tanya Balryu bingung.
"Tuliskan alamat rumah ini."
"Kamu membutuhkan sesuatu?" jawab Balryu sambil meraih ponsel itu dan melihat aplikasi belajar online di layarnya.
"Belanja pakaian." Yukine tidak menyembunyikan apa pun yang diinginkannya.
Balryu tidak bertanya lagi pemuda itu hanya dengan patuh memasukkan alamat lengkap. Belanja online adalah pilihan termudah saat ini untuk Yukine, selain tidak tahu apa pun tentang daerah sekitar seluruh orang di rumah ini begitu sibuk sehingga sangat tidak nyaman meminta mereka menemaninya berbelanja.
Di pagi hari ketika bangun Yukine merasakan tenggorokan terasa tidak nyaman dan bersin terus menerus juga merasakan jika suhu tubuhnya sedikit lebih hangat daripada biasanya tapi Yukine memiliki kelas pagi apalagi dirinya harus datang ke klub hari ini karena tidak ingin menunda menjadi kuat Yukine memaksakan tubuhnya untuk bangun dan mandi air hangat. "Ini bukan apa-apa, aku pernah demam parah tapi masih bisa melakukan banyak hal," ujar Yukine meyakinkan dirinya sendiri.Akan tetapi tekatnya runtuh ketika sang permaisuri rumah ini mendengar dan melihat langsung jika sang putri bersin sampai dua kali ketika menuruni tangga."Kamu sakit?" ujar Xiyun yang sedang ada di meja makan sendirian."Tidak, ini hanya flu ringan," jawab Yukine sambil mendudukkan tubuhnya di samping wanita itu."Sudah minum obat?""Setelan sarapan.""Kamu kehujanan kemarin?""Emm ... tidak." Yukine kembali mengingat semalam memang dirinya tidak kehujanan tapi hanya menerjang hujan sebentar ketika keluar dari rumah
Balryu langsung bertanya kepokok permasalahan, sebelum berangkat pagi ini Yukine sudah memberi tahu kepada ibunya jika akan pergi keluar kota dan akan kembali malam, wanita itu awalnya tidak memperbolehkannya jika Yukine bepergian sendirian akan tetapi terlambat putrinya sudah berada di dalam kereta, Yukine memberitahu wanita itu bukan untuk meminta ijin melainkan sebuah pemberitahuan agar tidak mengkhawatirkannya."Aku akan sampai sekitar jam 7 malam jika tidak ada keterlambatan keberangkatan," jawab Yukine."Aku akan menjemputmu di stasiun. Hati-hati.""Em," Segera panggilan itu berakhir, suara laki-laki itu masih nampak dingin namun terlihat jelas jika sedang mengkhawatirkannya."Siapa?""Kakakku," Yukine menjelaskan situasinya dan mereka memutuskan untuk kembali bersama meskipun mereka naik kereta yang sama dan satu gerbong tapi mereka tidak duduk berdekatan. Setelah kereta itu sampai Damar menghampiri Yukine dan keluar stasiun bersama-sama.Ketika akan berpisah Damar sekalian men
Dengan tergesa-gesa dan tanpa arah Yukine segera meninggalkan tempat itu mereka belum bertemu tapi Yukine sudah melihat Alga dari kejauhan padahal meskipun mereka bertatap muka laki-laki itu tidak akan mungkin mengenali dirinya yang sekarang hanya saja Yukine tidak yakin dengan dirinya sendiri dapat menahan diri untuk tidak memukul wajah itu dengan kayu. Langkah itu masih tergesa-gesa tanpa tujuan pasti tapi gerimis menyadarkannya."Meskipun sudah berlalu cukup lama aku masih belum dapat menenangkan diriku," gumam Yukine pada dirinya senyuman mengejek tercipta karena kekonyolannya sendiri. Kemudian mengabaikan keberadaan laki-laki itu melanjutkan urusannya.Yukine menepi ke sebuah toko serba ada dan membeli sebuah payung tiba-tiba bibir itu tertawa kecil, Yukine menertawakan dirinya sendiri betapa konyol dan cerobohnya dirinya yang datang jauh-jauh hanya demi mengikuti perasannya dan hasilnya kini dirinya terjebak hujan dan tidak tahu akan kemana, jembatan itu masih menjadi tujuan uta
"Apakah gegeku tahu jika aku menyukainya?" Itu adalah pertanyaan pertama Yukine pada Khia Na ketika keesokan harinya ketika mereka bertemu kembali di universitas."Aku tidak tahu," jawab Khia Na sambil menggeleng pelan. Yukine mengerenyit sambil menggigit bibir bawahnya hal ini sangat menyita perhatian dan pikirannya."Kamu nampak frustasi? Kenapa aku merasa jika perasaanmu pada gegemu seperti sebuah aib.""Aku merasa malu saat memikirkannya," jawab Yukine jujur dan mengimbuhkan di dalam hatinya, "Terlebih setelah membaca diary itu." Yukine merasa merinding sampai saat ini sampai tidak berani membuka diary itu lagi."Menurutmu bagaimana reaksinya jika gege tahu tentang perasaanku?""Emm aku tidak yakin tapi di matanya kamu tetap adik kecilnya aku rasa dia memperlakukan dirimu layaknya saudara bukan sebagai seorang wanita.""Semoga saja seperti itu. Lalu apa pendapatmu tentang perasaanku ini?""Maksudnya?""Sebaiknya aku tetap jadi adiknya atau ... bagaimana jika aku jatuh cinta lagi p
Balryu menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya Yukine hanya sekilas melihatnya dan kembali minum setelah itu musik sudah bergulir di playlist berikutnya, Yukine kembali melakukan boxing tidak berani terlalu memperhatikan keberadaan Balryu usahanya akan gagal total jika terus melihatnya. Ketika melihat Yukine begitu bersemangat untuk berolahraga Balryu meninggalkan kamar itu dan Yukine dapat bernapas lega. "Akhirnya pergi juga," gumamnya sambil melirik tempat dimana pemuda itu tadinya berada. Tubuhnya terasa sangat lelah setelah melakukan beberapa putaran lagi sarung tangan itu di buang sembarangan dan kini Yukine merebahkan tubuhnya di kasur untuk merenggangkan otot-ototnya.Pintu itu di ketuk dua kali tapi segera terbuka tanpa menunggu Yukine untuk membukanya, "Turunlah aku sudah menyiapkan makan malam," ucap Balryu sambil memegangi kenop pintu.Yukine menelan ludahnya bukan karena tentang makanan yang disebutkan oleh pemuda itu akan tetapi penampilan Balryu yang masih menggu
Musik itu menggema di kamar Yukine dengan sangat keras sedangkan gadis itu begitu sibuk memukul mesin boxing bundar di depannya, pukulannya selaras dengan musik yang terputar tapi kali ini pukulannya cukup kuat berbarengan dengan gejolak emosi yang ada di hatinya karena perkataan dari Khia Na terngiang di benaknya. Yukine ingat ketika membersihkan kamar Fe Fei dan merapikan barang-barang milik gadis itu menemukan sebuah diary tapi kala itu sama sekali tidak ingin mengintip rahasia Fe Fei."Kamu menyukainya" Kata-kata itu terus terngiang di kepalanya hingga Yukine mencarinya kembali barang yang mungkin menyimpan rahasia itu dan mencoba untuk mengenyampingkan rasa tidak enak hati karena mengintip rahasia orang lain meskipun ragu.Tapi ketika kembali mendengar kalimat itu kembali terlintas di otaknya fakta tentang Balryu. "Maaf," gumam Yukine lirih sambil menatap diary yang tidak terlalu besar itu dan halamannya sudah hampir penuh. Di halaman pertama nampak tulisan gadis itu belum stabil