Share

Chapter 05 : Ragamu dan Jiwaku

last update Dernière mise à jour: 2025-10-10 23:47:36

“Ya Tuhan, aku tak sanggup semua ini benar-benar menjijikkan," ujar Valyria sambil menghela napas. Setelah itu Valyria berjalan melalui koridor gedung universitasnya. Dia berjalan dengan tenang dengan raut wajah yang tenang pula, biarpun kepalanya terasa pening akibat kurang tidur. Sepasang mata Violet Valyria melihat Tarra yang berlari dengan secarik kertas yang dibawanya.

Gadis berjilbab merah muda itu tersenyum sumringan. “Ini lihat! Pelelangan lukisan. Kau ratunya urusan ini, ayo ikut.” Tarra berucap dengan antusias sembari memperlihatkan secarik kertas berisi brosur pelelangan lukisan. 

“A-Amsterdam? Kau Gila Tarra, ini jauh sekali dan aku tak punya ongkos untuk ke sana,” ucap Valyria dengan kedua matanya melotot, nyaris melongo tak percaya.

“Ah sudahlah, masalah itu urusanku karena kebetulan acara ini Tante Tasya salah satu staff penyelenggara, ini kesempatan baik untukmu Valyria, " ucap Tarra senyum dengan ceria, dia menggegam tangan sahabatnya itu. Tarra teman terbaik yang Valyria punya. Satu-satunya orang yang Valyria percaya selain Sang Kakak.

Valyria mengangguk haru. "Terima kasih Tarra, semua ini sangat berarti bagiku."

“Oky doky, ayo aku anter pulang.” Diraih tangan Valyria bersamanya. Mereka menuju parkiran, dengan suka hati Tarra menjadi supir ekslusif untuk teman manisnya ini. Valyria Soga Kinaru.

Jika Valyria boleh berkata dengan jujur, dia menginginkan kehidupan masa lalunya kembali. Menatap langit di siang hari, warna cerah dan biru. Panas boleh saja terik namun dia menyukai setiap rasa hangat itu menyapu dingin perasaannya. Valyria sekarang yang dibonceng oleh sepeda motor Tarra hanya bisa diam, menikmati hiruk pikuk macet dan klakson kendaraan yang berlomba-lomba berbunyi. Hidup damai seperti biasanya. 

“Terima kasih Tarra, sudah mengantarku pulang.” Valyria berucap sambil memberikan helm itu kepada Tarra. Begitu baiknya Tarra ini kepadanya sampai terkadang Valyria harus berkata dengan sungkan.

"Santai aja, eh lihat-lihat! ada mobil didepan kontrakanmu. Apa paman dan bibimu datang?” tanya Tarra sembari menatap Mobil itu.

Valyria menoleh untuk melihat mobil itu “Tarra pulanglah, besok akan kuhubungi lagi.”Suruh Valyria, dia tak ingin teman baiknya itu melihat interaksi buruk dengan walinya ini.

Tarra mengangguk, dia kembali menghidupkan motornya kemudian melesat untuk pulang. Biarpun Tarra sempat khawatir, tapi kedua iris violet cantik Valyria begitu tangguh. Hal itu yang membuatnya sedikit lega.

Valyria, menatap dengan jengah. Percuma saja menolak, besok dan besok harinya lagi mereka akan tetap memaksa “Baiklah, aku akan kembali kerumah itu besok.”Valyria berucap sembari membuka pintu rumah kontrakannya, apakah Valyria akan menjamu paman dan bibinya itu? Tidak, dia tak berrencana semanis itu.

 “Nah begitu, besok kami akan menjem—“

 Brakhhh

Pintu itu ditutup dengan sangat tak lembut, biarkanlah. Valyria segera mengunci pintunya. Membiarkan kedua pasangan suami isteri itu mengomelinya, Valyria menutup kedua telinganya dengan tangan kurus itu. Tak ingin mendengar, menolak untuk tahu ucapan mereka yang tak berkenan dihatinya. Sejak awal Valyria selalu membangkang pada Paman dan Bibi, semua itu bukan tanpa alasan. Valyria tahu Paman dan Bibi hanya perduli dengan harta warisan peninggalan kedua orang tuanya.

Valyria yang sudah lelah pun berjalan ke arah kamar, sempat menatap kunci yang diberikan kepadanya oleh Orang misterius itu. “Kunci apa ini sebenarnya?'' Valyria, duduk ditepian ranjang kasur bututnya sembari memandangi kunci itu. Valyria kini beralih pada buku dan beberapa kertas yang berserakan itu. 

''Buku ini kosong, tak ada isinya disetiap halaman.'' Valyria justru penasaran dengan Buku itu sehingga ia meletakkan kunci tadi diatas nakas meja. ''Ayolah, tadinya aku berharap menemukan secercah petunjuk!'' erang Valyria frustasi sembari melempar buku itu ke lantai.

Tak lama bunyi goresan tinta yang berisik terdengar dari buku. Valyria dengan hati-hati membalikkan buku itu. Buku itu mulai menggoreskan tintanya yang berjalan dengan cepat. Seolah dengan ajaibnya seseorang tengah menulisnya disana, Valyria merasa aneh akan buku ini. Takut dan seram namun tetap ia perhatikan buku itu hingga halaman kosong itu menuliskan narasi yang cukup panjang.

''Oh Tuhan, ini tak mungkin.'' Valryria berucap sambil membuka lembar halaman itu, sepasang iris violetnya membaca setiap kata dalam kalimatnya. Semuanya, mengenai sang kakak dan kedua orang tuanya, mengenai dunia yang terselubung didunia ini, mengenai kemustahilan yang hanya menjadi dongeng penghantar tidur, dan tragedi yang terjadi. Semuanya, Valyria membaca semuanya.

Valyria cepat-cepat menutup buku itu. ''Aku pasti kelelahan, ini pasti halusinasi.'' Valyria pun meletakkan buku diatas meja kemudian beranjak naik ke atas ranjang kasur. Ia segera memejamkan matanya dan berharap keanehan ini hanyalah mimpi buruk. 

Drrrt ... drrrtt ...

Valyria terbangun karena ponselnya sendiri. Valyria mengangkat sambungan telepon dari Tarra. Valyria baru dikabari jika ibunya Tarra masuk Rumah Sakit setelah penyakitnya kembali kambuh. Valyria cukup tahu soal ini. Latar belakang pendidikan yang tengah ditempuhnya ini berada disekitaran kesehatan dan masalahnya. Sama dengan Valerin mendiam Sang Kakak. Valyria pun sengaja mengambil jurusan yang sama seperti Valerin yang dianggap seperti rolemodel kehidupannya. Panutannya yang sudah tiada lagi.

Butuh beberapa menit bagi Valyria untuk bersiap-siap setelah itu beranjak pergi. Valyria baru turun dari bus yang berhenti didepan halte bus rumah sakit. Valyria bergegas menuju ruangan unit kritis di Rumah Sakit itu, tepat didepan ruangan itu Tarra sudah berdiri bersama anggota keluarga lainnya. ''Tarra!'' teriak Valyria.

“Bagaimana keadaan ibumu?” tanya Valyria dengan lembut. Sepasang mata violetnya, sempat melihat melalui pintu kaca yang ia tangkap pandangannya akan seorang wanita yang berbaring dengan alat-alat life support pada tubuhnya. Valyria melihatnya, mengetahuinya dan hal yang paling ia benci dari dirinya itu. Keadaannya sudah amat kritis dan jauh dari kata selamat.

''Dokter tidak bisa berbuat banyak, meminta kami berdoa,'' jawab Tarra sambil terisak.

Dia tak henti-henti mengusap pundak Tarra yang bergetar samar. Kehilangan seseorang yang dikasihi? Valyria serasa dipaksa mengenang kematian sang kakak. Satu-satunya anggota keluarga yang tersisa. Setidaknya, yang paling dikasihi. 

Tepat saat jam dua belas malam, ayah Tarra menghampiri ruang tunggu. Valyria yang ada bersama Tarra, dia menyampaikan kabar kematian sang ibu. Kematian ibunya Tarra. Valyria bisa melihat  kesedihan yang histeris dirasakan sahabat baiknya itu, Valyria tak bisa melakukan hal yang banyak biarpun dia tahu. Takdir tetaplah takdir. Tidak ada yang bisa melarikan diri dari takdir. Valyria hanya menatap Tarra yang menangisi sang ibu dari luar ruang unit kritis itu.

            “Kau bisa mengetahuinya, Nona?''

Valyria terkejut bukan main, sepasang iris violetnya melebar. Dia langsung menoleh kearah seorang Gadis yang ada disebelahnya, sejak kapan berdiri disampingnya. “K-kau? Bagaimana kau bisa tahu?”Valyria menahan suaranya, biar bagaimanapun dia tak boleh membuat keributan saat berkabung ini.

Wanita muda yang mengenakan hoodie hitam itu hanya mendelik. “Hanya menduga.'' Wanita itu menjawab sembari beranjak pergi meninggalkan Valyria yang menatap bingung.

“Apa-apaan dia, dasar aneh.'' Valyria menggerutu kesal, dia pun mengabaikannya.

Kini suasana berduka dirumah Tarra masih terasa, dimulai dari sanak saudara yang datang berbela sungkawa. Valyria malah menemani Tarra dikamarnya, dia hanya menenangkan Tarra yang berbaring dengan wajah sembabnya. “Tarra ... Makan siang dulu.” Valyria bukan orang yang pandai membujuk, dia pun hanya bisa duduk dipinggiran ranjang kasur Tarra dengan wajah bingungnya. Tarra belum makan sejak pagi, Valyria cemas jika sampai Tarra sakit.

“Valyria ... Kemarin saat tahu kakakmu meninggal, apa yang kau lakukan?”

“Aku sedih tapi tak larut. Menyembuhkan perasaan sulit itu susah, tapi aku berusaha untuk ikhlas menerima keadaan,'' jawab Valyria sambil mengulum senyumannya.

“Bagaimana ... kau bisa menghadapi hidup ini?” Tarra kembali bertanya.

 “Akan kujalani hidup seperti biasa, bukan untuk melupakan tapi menerima kehilangan,'' jawab Valyria sambil tersenyum

Pintu kamar berdecit terbuka tampak seorang bocah kecil membawa sebuah nampan berisi makanan. Bocah itu dibantu oleh seorang wanita cantik yang menyapa mereka dengan ramah. “Oh ada teman Tarra, perkenalkan Tasya Sinclair tantenya Tarra, Ayo Bobby berikan nampannya ke kakakmu,'' suruh Wanita itu kepada bocah lelaki manis ini.

Valyria langsung menyambut nampan itu “Terma kasih Bobby,'' ucap Valyria.

''Ini anakku, Bobby,'' ucap Wanita itu ketika Bobby buru-buru menghampiri ibunya setelah memberikan nampan berisi makanan itu kepada Valyria. Dia bersembunyi dibelakang kaki Sang Ibu dengan malu-malu. “Bobby memang pemalu,'' ucap Tasya Sinclair kepada Valyria.

“Aku akan makan nanti, Tarra ingin tidur.” Tarra berucap sembari menutup sekujur tubuhnya dengan selimut.

Valyria mengangguk sambil meletakkan nampan itu diatas nakas meja .“Kalau begitu, aku akan keluar dulu ya,'' Valyria. Dia tahu Tarra sedang ingin sendiri. Valyria pun beranjak keluar dari kamar Tarra bersama dengan Tasya dan Bobby.

Tasya memerhatikan raut wajah Valyria yang kaku. ''Valyria ya, Tarra banyak cerita soalmu ... Pelukis Berbakat itu.''

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Transmigrasi Tuan Muda Palsu yang Malang   Chapter 07 : Unjuk Bakat

    Kedua mata violet berkedip-kedip lucu, wajah penasaran dengan bibir ranum yang terbuka. Dia masih tak percaya. “Woah~Paris! Paris!” jerit Valyria takjub.Valyria baru sampai di Paris. Seharusnya mereka menuju Amsterdam hari ini namun Tarra meminta untuk menenangkan diri di Paris terlebih dahulu, jadi disini mereka sekarang menghantarkan Tarra ke kediaman kerabatnya yang ada di Paris. Kemudian siangnya, Valyria bersama tantenya Tarra itu akan menuju ke Amsterdam. “Untung saja ini liburan semester, jadi tante bisa membawa kalian berdua," ujar sang tante sambil menggendong anaknya, Bobby yang tampak masih mengantuk itu.“Iya Tante, Tarra titip Valyria ya. Good luck, Valyria.”Gadis yang mengenakan jilbab cokelat muda itu tersenyum sekenanya, dia masih tampak lesu dengan dukanya. Valyria memeluk dirinya itu. Ia tersenyum melihat Valyria yang tersenyum sumringah."Aku berangkat dulu ya Tarra!” Valyria berseru, baru kali ini dia tersenyum amat manis bahkan bersemangat pula. Valyria memakl

  • Transmigrasi Tuan Muda Palsu yang Malang   Chapter 06 : Hidup Punya Kisah Sendiri (Done)

    Sebenarnya, ini pertama kalinya Valyria bertemu keluarga besar Tarra. Selama ini jika Valyria berkunjung ke rumah Tarra, dia hanya bertemu ayah dan ibunya. Maka dari itu Valyria menjadi canggung .“N-namaku Valyria Soga Kinaru, tante Tasya,” ucap Valyria yang menuruni tangga dari lantai dua kamar Tarra. ''Namamu cantik begitu juga orangnya, apa kamu Bule Nak?'' tanya Tante.Valyria hanya terkekeh nanar. Wajahnya ini sering disangka ‘bule’ oleh orang kebanyakan. Apalagi kedua iris mata violetnya. “Tidak juga, Ibu memang orang Indonesia kalau Ayah, kata kakakku Ayah berasal dari Belanda, Valyria juga tak terlalu tahu soal itu.'' Valyria menjawab sebisanya dengan senyum nanar itu.“Oh pantas aja, sama dong, Bobby juga campuran Belanda, Ayo sapa Kak Valyria Bobby,'' suruh Tante pada Bocah itu.Bocah itu malu-malu menatap Valyria. “H-halo. Namaku Bobby balu ti-tiga tahun.” “Oh iya, Tarra sempat mengatakan padaku soal temannya yang jenius dalam seni. Apakah itu kamu Valyria? Mengingat, Ta

  • Transmigrasi Tuan Muda Palsu yang Malang   Chapter 05 : Ragamu dan Jiwaku

    “Ya Tuhan, aku tak sanggup semua ini benar-benar menjijikkan," ujar Valyria sambil menghela napas. Setelah itu Valyria berjalan melalui koridor gedung universitasnya. Dia berjalan dengan tenang dengan raut wajah yang tenang pula, biarpun kepalanya terasa pening akibat kurang tidur. Sepasang mata Violet Valyria melihat Tarra yang berlari dengan secarik kertas yang dibawanya.Gadis berjilbab merah muda itu tersenyum sumringan. “Ini lihat! Pelelangan lukisan. Kau ratunya urusan ini, ayo ikut.” Tarra berucap dengan antusias sembari memperlihatkan secarik kertas berisi brosur pelelangan lukisan. “A-Amsterdam? Kau Gila Tarra, ini jauh sekali dan aku tak punya ongkos untuk ke sana,” ucap Valyria dengan kedua matanya melotot, nyaris melongo tak percaya.“Ah sudahlah, masalah itu urusanku karena kebetulan acara ini Tante Tasya salah satu staff penyelenggara, ini kesempatan baik untukmu Valyria, " ucap Tarra senyum dengan ceria, dia menggegam tangan sahabatnya itu. Tarra teman terbaik yang Val

  • Transmigrasi Tuan Muda Palsu yang Malang   Chapter 04: Pecahan Misteri

    Tok...tok...tokSuara ketukan pintu terdengar nyaris keseluruh rumah kontrakan sederhananya ini. “Engh, siapa?” sayup-sayup Gadis itu melenguh, meregangkan tubuhnya. Mengucek-ucek matanya yang masih kantuk, ketika sadar hari sudah malam. Tampak dari jendela yang lupa ditutupnya itu.“Hoam~ aku ketiduran ya? tadi rasanya masih sore.” Gadis itu bermonolog sendiri. Melirik jam dinding bututnya yang menunjukkan pukul delapan malam. Dia mengaku masih lelah.Tok … tok … Kembali suara ketukan itu terdengar, dengan langkah gontai. Dia pun berjalan untuk membukakan pintu. Didapatkan, seorang pria mengenakan setelan jas rapi tampak sudah berumur namun memiliki postur tubuh yang tegap. “Apakah Anda Nona Valyria Soga Kinaru?” Gadis itu, Valyria mengangguk. “Benar, Siapa Anda?” “Saya dari lembaga Asuransi, memberikan beberapa santunan asuransi kematian dari Tuan Kinaru, dan juga ... Tuan Kinaru pernah menitipkan kunci ini untuk diberikan kepada Nona.” Pria it

  • Transmigrasi Tuan Muda Palsu yang Malang   Chapter 03: Kabar Kematiannya

    Kabar mengenai kematian kakak laki-lakinya itu baru ia terima pagi ini, tepat pada pukul tujuh pagi. Dari sebuah ponsel genggam yang dipegangnya, dia hanya bisa bergetar dengan kedua mata membelalak namun air mata dari pelupuk matanya hampir jatuh. Mengairi, wajah manis yang sembab. Namanya Valyria Soga Kinaru, baru berusia dua puluhtahun. Kini setelah jadisebatang kara kemudian harus kehilangan sosok penyokong kehidupan utamanya, Sang Kakak. “Baik, saya akan kesana. Saya akan membawa kakak saya untuk segera dimakamkan serta mengambil barang-barangnya.” Valyria berucapsembarimengakhiritelepon. Keduamatavioletnyajadikosongmenatapkehampaan. Tubuhnya langsung lemas, berpegang pada nakas meja yang ada disampingnya. Terisaklah dia dengan seluruh kepedihannya. Mengutuk takdir yang kejam, setelah kedua orang tua yang meninggal saat dia masih begitu kecil. Kini kakak laki-lakinya, yang tercinta. Tulang punggung keluarga, penyanggah hidup sebagai satu-satunya keluarga y

  • Transmigrasi Tuan Muda Palsu yang Malang   Chapter 02: Sebab Kegilaannya

    “Tuan, terimakasih atas makanannya!” “Hm~ tentu saja, nanti akan yang banyak dan tersenyumlah.” Pria muda itu baru membagikan roti-roti hangat yang baru ia beli, berdiri ditengah kerumunan tawa dan canda anak-anak yang terlantar disebuah wilayah kumuh pada ujung kota pusat disebuah negara kerajaan yang megah. Nasib yang tak berpihak kepada anak-anak kumuh itu membuatnya menghibur anak-anak ini.“Ayo, aku punya sebuah permainan kalau kalian bisa menjawab kuis ini, aku akan memberi ini secara Cuma-Cuma,” ucap Pemuda itu mengeluarkan sekantung permen dari saku mantelnya. “Wah permen!” sorak anak-anak yang menginginkan permen yang dipegang Pria itu. Pria Bangsawan Muda itu. Ia tersenyum suka cita dan memulai permainannya. “Kalau begitu jika kalian memiliki tiga belas apel jika aku minta tiga apel dari kalian. Kira-kira kalian masih memiliki berapa apel ya?” tanya Pria itu. “Tiga puluh, Tuan,” jawab asal seorang anak, dikala sem

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status