Share

Tuan Bodyguard dan Gadis Kecilnya
Tuan Bodyguard dan Gadis Kecilnya
Penulis: Queeny

Tugas Hari Pertama

Raya menatap sosok yang sedang berdiri di hadapannya dengan tajam. Lelaki itu hanya diam tanpa menunjukkan ekspresi apa pun. Tentu saja demikian karena sejak tadi dia tak mau melepas kaca mata hitam yang bertengger di hidungnya. 

"Nama lo siapa?" tanya Rayya angkuh. 

"Ryu," jawab lelaki itu mantap.

"Udah siap kerja sama gue?" Rayya melipat tangan di dada, menunjukkan bahwa dia yang berkuasa di sini. 

"Siap, Mbak Raya!" 

Ryu menatap Rayya dengan lekat. Matanya menelusuri sosok cantik itu dari atas hingga ke bawah. Jakunnya bergerak naik turun, tanda ketertarikan kepada lawan jenis. Lalu dia kembali memasang wajah dingin. Sesuai dengan tugas yang akan diembannya nanti. 

"Lo polisi?"

Rayya menduga bahwa Ryu adalah salah satu aparat yang dibayar sang papa untuk menjaganya. Terlihat dari penampilan fisiknya yang kekar. Lelaki itu cukup tampan. Hanya sayang ada sebuah tanda hitam di dagunya. 

"Bukan."

"Lalu?"

"Saya pernah ikut pelatihan militer beberapa bulan," jawab Ryu cepat. 

"Cuma dapat pelatihan militer beberapa bulan, terus lo berani ngelamar jadi bodyguard gue?" tanya Rayya sombong.

"Tapi saya sudah diterima sama Pak Wisnu," jawab Ryu.

"Gue gak percaya sama pilihan Papa," ucap Rayya sengit. 

Ryu menelan ludah berulang kali, berusaha untuk tak terpancing emosi. Gadis di depan ini sungguh memikat hati, sehingga membuat lelaki itu tak tega untuk membalas. Dia sangat menyayangkan jika bibir seksi yang sungguh menggoda iman itu kerap mengucapkan kata-kata kasar. Rasanya dia ingin menyumpalnya agar diam.

"Saya yakin saya bisa," jawab Ryu lagi.

"Lo tau siapa gue?"

"Rayya Adisty, aktris dan model papan atas. Saat ini berusia dua puluh sembilan tahun. Berstatus single. Pernah menjalin hubungan dengan beberapa aktor terkenal tapi kandas di tengah jalan."

Rayya mengernyitkan dahi mendengar apa yang baru saja Ryu ucapkan. Sepertinya lelaki itu sedang mencari masalah dengannya. 

Tangan Raya mengepal karena geram. Namun, dia masih menahan emosi. Jika sampai Ryu berulah lagi, maka dia akan bertindak. Bukankah lelaki itu bekerja untuknya. Jadi, dia bebas melakukan apa saja, termasuk menghukumnya. 

"Dan batal menikah karena--"

"Stop!" bentaknya. 

Raya sama sekali tidak mau disinggung tentang kehidupan pribadi. Apalagi statusnya yang masih single karena pernikahannya dibatalkan secara sepihak oleh calon suaminya. Si brengsek Romeo. 

"Lo tau banget soal gue?" pancing gadis itu sembari mendelik.

"Tentu saja saya tahu semua tentang Mbak Rayya. Kalau gak, mana mungkin saya diterima."

Kali ini Ryu menjawabnya dengan santai. Bibirnya menyunggingkan seulas senyum. Lelaki itu membuka kacamata, menampakkan seraut wajah tampan dengan cambang halus yang menghiasi dagu dan pipinya.

Untuk sesaat Raya tersentak. Lalu, dia berusaha mengalihkan pandangan. Gadis itu tak menyangka jika wajah Ryu cukup mempesona. Apalagi lelaki itu memiliki sorot mata yang tajam.

"Oke. Karena Papa udah nerima lo jadi pengawal gue, maka mulai hari ini lo kerja."

"Siap, Mbak!"

"Anterin gue ke studio foto. Gue ada pemotretan untuk majalah dewasa," ucap Rayya.

Kali ini Ryu yang tertegun mendengarnya. Lelaki itu tentu tak salah mendengar kalau tadi Rayya mengatakan tentang sesuatu yang dewasa. Tentu saja dia tahu persis apa isi dari majalah tersebut, bukan karena memiliknya. Namun, sering membaca informasinya dari berita. 

"Majalah dewasa itu berarti fotonya dengan pakaian terbuka?" tanya Ryu tak senang.

"Memang iya," jawab Rayya.

"Apa Mbak Rayya yakin?"

"Of course. Body gue seksi gini. Bayarannya mahal," lanjut Rayya.

"Berapa?" tanya Ryu tak senang. 

"Kepo. Yang ngurus manajer gue, lah."

Ryu kembali mengepalkan tangan. Dia tak mau berdebat dengan kaum wanita. Akhirnya lelaki itu mengalah. 

"Eh iya. Bay the way, itu tompel lu beneran asli?" tanya Rayya mengejek.

Ryu tertegun lalu mengusap dagunya dan berkata, "Asli, Mbak."

"Padahal lo cakep kalau gak ada tompelnya," puji Rayya.

Ryu mengulum senyum, lalu mengekori gadis itu. Ketika tiba di depan, lelaki itu berbelok arah menuju garasi untuk mengambil mobil. Sementara itu, Rayya memilih untuk menunggu di teras. 

*

"Studio fotonya di mana?" tanya Ryu sembari menghidupkan mesin. 

"Jalan kebangsaan," jawab Rayya.

"Oke. Kita jalan sekarang."

"Tapi kita mau ke mall Cindere dulu. Gue mau beli bikini," ucap Rayya blak-blakan.

Ryu memukul setir karena geram. Pantas saja jika Rayya diputuskan oleh kekasihnya. Ternyata sikapnya sungguh keterlaluan. Wajar jika lelaki merasa enggan untuk menjadikannya sebagai istri. Selain bermulut tajam, gadis itu juga gemar mengumbar aurat. 

"Kenapa? Lo gak suka kalau gue pakai bikini?" tantang Rayya.

"Apa Mbak Rayya gak malu mengumbar aurat?"

"Semua artis itu pekerjaannya mengumbar aurat, Mas Ryu," ejek Raya.

"Astagfirullah."

"Kenapa lo istigfar? Sok alim banget kayak pak ustadz."

"Memangnya kenapa?"

"Lo di pesantren sana. Jangan jadi pengawal artis yang hobinya mengumbar aurat," sindir Rayya.

Ryu tersenyum pahit, mendapati kenyataan bahwa pekerjaan Rayya memang menuntut gadis itu untuk berpakaian serba terbuka. 

"Tinggalin aja, Mbak. Masih banyak pekerjaan lain. Jangan kayak murahan begitu."

"Maksud lo apa murahan? Lo pikir gue cewek gampangan?" tanya Rayya geram. Jika saya mereka tidak sedang dalam perjalanan, mungkin dia sudah menampar Ryu karena menganggapnya rendahan.

"Cewek yang suka pake baju terbuka memang--"

"Berhenti di sini!" titah Rayya.

"Kita belum sampai," tolak Ryu.

"Gue bilang berhenti ya berhenti! Lo budeg apa bego?" ucap Rayya kasar.

"Saya gak mau! Tugas saya mengantar Mbak Rayya ke tempat tujuan. Terus mengawal Mbak balik lagi ke rumah."

Raya melempar bantal Dorameon ke arah Ryu. Untunglah lelaki itu sigap sehingga tak mengacaukan konsentrasinya saat menyetir. Mereka saling terdiam sepanjang perjalanan. Gadis itu bahkan menekuk bibir karena kesal.

"Belok kanan! Kita mau ke mall dulu," pekik Rayya ketika melihat Ryu mengambil jalan lurus.

"Kita langsung ke studio foto."

"Gue bilang ke mall!" ucap Rayya ngotot. Matanya meloto karena tak terima. Itu membuat Ryu mengulum senyum. Gadis memang cantik, bahkan saat marah sekalipun.

"Oke tapi beli bikini-nya saya kawal."

"Ya jangan, dong. Masa lo mau lihat dalemannya cewek," protes Rayya.

"Justru itu yang saya sukai. Apalagi punya Mbak Rayya."

Rayya mengumpat berulang kali karena tak dapat meninju Ryu. Dia masih ingin hidup dan tak ingin terjadi sesuatu kepada mobil mahalnya ini. Jika sampai mereka kecelakaan karena sikapya saat ini, maka gadis itu akan menyesal seumur hidup.

Tahan Rayya. Tenangkan dirimu, bisiknya dalam hati.

"Oke, lo ikut. Nanti sekalian lo bantu pilih warna yang cocok buat gue," tantang Rayya lagi.

"Oke, deal!" jawab Ryu.

Mobil pun berbelok arah memutari jalan menuju mall Cindere, salah satu mall terbesar di ibukota. Setelah Ryu memarkir kendaraan di basement, langkahnya mengikuti Rayya darai belakang. Gayanya yang cool sempat menarik perhatian beberapa gadis yang lewat.

Mereka melewati beberap gerai hingga tiba di sebuah toko pakaian dalam wanita merek dengan nama yang cukup unik. Rayya memasuki tempat itu dengan santai sembari menyapa karyawannya. Sepertinya gadis itu adalah pelanggan tetap, sehingga sambutannya begitu hangat.

"Claire!" teriak Rayya ketika seorang wanita cantik berwajah blasteran keluar dari sebuah ruangan.

"Hai, Rayya. Lama gak ke sini," sapa wanita yang dipanggil Claire tadi. 

"Gue baru ada pemotretan lagi. Jadi gue nyari yang agak hot dan beda," ucap Rayya sembari mengedipkan mata.

"Tenang aja. Gue punya beberapa koleksi baru buat summer," tawar Claire. 

"Keluarin semua. Gue mau seleksi," ucap Rayya bersemangat.

"Yuk, ikut gue ke dalam," ajak Claire.

Rayya menggandeng lengan sahabatnya sembari berbincang. Melihat itu Ryu bergegas mengikuti mereka. Hingga ketika pintu ruangan akan ditutup karena gadis itu adalah pelanggan khusus, tiba-tiba saja Claire menyadari sesuatu hal. 

"Siapa? Cakep juga," ucap Claire sembari berbisik.

"Anak baru. Pilihan bokap."

"Lo enak banget sih gonta-ganti pengawal."

"Maunya bokap gue begitu," jawab Rayya malas.

"Ciee yang anak pejabat penting," canda Claire. 

"Udah gak usah bahas itu lagi."

"Bay the way, dia ikut masuk juga?" Mata Claire berkeliaran menatap wajah tampan Ryu. Sementara lelaki itu bersikap cuek dan berpura-pura tak mendengar ucapan mereka.

"Wajib. Katanya mau sekalian bantu pilihin warna," jawab Rayya cuek. 

"Eh, jangan! Ntar dia ngiler ngeliatin lo. Kan lo mau cobain satu-satu," tolak Claire.

"Biarin. Dia nantang gue tadi."

"Oh, what?" tanya Claire tak percaya. 

"Yaudah. Kita terima tantangannya," jawab Rayya sembari tersenyum licik.

*

Ryu terbelalak saat melihat sosok Rayya yang keluar dari sebuah bilik hanya dengan memakai bathrobe. Lelaki itu menunduk untuk menjaga pandangan. Tadi dia hanya mengancam agar Rayya membatalkan niatnya. Ternyata gadis itu malah lebih berani dari yang diperkirakannya.

"Mas Ryu udah siap?" pancing Rayya yang membuat lelaki itu terkejut. Hampir saja ponselnya terlempar saat gadis itu mendekat.

"Ehem! Siap, Mbak."

"Kalau gitu jangan nunduk. Liat gue dong," pancing Rayya sembari membuka ikatan bathrobenya. 

Tubuh Ryu menegang. Seumur hidupnya lelaki itu belum pernah melihat wanita berpakaian seksi secara langsung. Di tempat tinggalnya yang lama, wanita yang sudah akil baliq diwajibkan menutup aurat dengan rapat. Bahkan, laki-laki dan perempuan yang bukan mahram tinggal di tempat yang berbeda. 

"Liat yang jeli ya, Mas. Ada sepuluh koleksi terbaru milik butik ini. Dan gue ... cuma mau beli dua," titah Rayya.

Ryu mengangguk dan menelan ludah beberapa kali. Jantung lelaki itu berdetak semakin kencang ketika simpul bathrobe terbuka dan Rayya mulai menyibaknya.

"Perut saya mules," ucap Ryu sembari bergegas keluar ruangan. 

Begitu pintu kembali tertutup gelak tawa Claire dan Rayya menggema seantero ruangan. Kedua gadis itu merasa lucu dengan tingkah Ryu yang malu-malau saat melihat wanita berpakaian seksi. 

"Dia ternyata polos banget, ya," komentar Claire.

"Tampangnya aja yang sok cool," umpat Rayya.

"Lo jangan galak-galak. Nanti dia kabur," saran Claire.

"Bagus juga kalau begitu. Gue gak butuh pengawal. Gue bisa jaga diri."

"Kasihan bokap lo udah tua."

"Papa menang suka nyari penyakit sendiri. Anak udah dewasa malah mau dijagain kayak bayi."

Rayya mulai memilih beberapa model bikini tanpa memakainya. Gadis itu tadi sengaja mengerjai Ryu hanya untuk mengetes. Ternyata lelaki itu canggung dan tak kuat iman melihatnya.

"Lo jangan suka zalim sama orang. Apalagi dia baru kerja. Ntar dia ngadu lagi sama bokap lo."

"Biarin aja. Kalau sampai dia berani ngomong macam-macam sama Papa, awas aja."

Rayya termenung sesaat, mengenang kembali hubungan dengan papanya yang tidak harmonis. Ada banyak hal yang membuat gadis itu kecewa. Sehingga dia kerap bersikap semaunya kepada orang yang statusnya berada di bawah. Dan itu sudah menjadi karakter yang sulit untuk diubah. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status