Share

Diskusi

Wisnu mendengarkan penuturan Ryu dengan seksama. Lelaki paruh baya itu mengucap istrigfar berulang kali saat mendengar cerita tentang putrinya di butik kemarin siang. Dia tak menyangka jika Rayya semakin berani mengekspos tubuh. 

Beberapa sinetron yang Rayya bintangi memang menggunakan kostum yang sopan dan tertutup. Sayangnya, Wisnu tak tahu bahwa putrinya kerap berpenampilan seksi di luar. Bahkan kadang-kadang pergi ke kelab dan mencoba beberapa minuman beralkohol. 

"Jadi Rayya pilih warna apa?" tanya Wisnu memancing.

"Saya gak tau, Pak. Saya pilih keluar daripada melihat--" ucapan Ryu terputus karena tak sanggup melanjutkannya. 

"Syukurlah kalau begitu. Jadi Nak Ryu gak ngotorin mata," ucap Wisnu bijak. 

"Saya langsung ke toilet karena perut mendadak mules."

Wisnu tergelak. Ternyata dia tidak salah memilih Ryu sebagai bodyguard putrinya. Rayya memang sedikit liar, sehingga perlu ada yang mengingatkannya. Apalagi pergaulannya cukup bebas. 

"Terus pemotretannya gimana?"

"Aman, Pak. Mbak Rayya cuma ngerjain saya pas bilang majalah dewasa. Ternyata dia malah jadi model iklan gamis keluaran brand ternama."

"Gamis?"

Ryu mengangguk cepat untuk meyakinkan.

"Alhamdulillah. Semoga kelak dia bisa memakainya juga untuk seumur hidup," ucap Wisnu bersyukur.

Ryu mengaminkan ucapan itu, lalu melanjutkan cerita.

"Habis itu kami makan seafood di tenda pinggir jalan. Mbak Rayya bawa bungkusan banyak. Katanya buat yang ngurus rumah sama tukang kebun."

Wisnu kembalimenyimak penuturan Ryu. Rayya memang murah hati di balik sikapnya yang urakan. Gadis itu suka memberi dan menolong orang-orang didekatnya. 

"Tapi kamu masih betah, kan jadi pengawalnya?"

"Insyaallah betah, Pak. Sesuai amanah Abah," jawab Ryu yakin. Selain itu, sosok Rayya membuat hatinya bergetar. Seumur hidup, dia belum pernah melihat gadis secantik itu. 

Rayya bukan berdarah blasteran seperti Claire. Dia adalah keturunan putri Solo yang tersesat dan kehilangan sifat ayu-nya. Gadis itu banyak berubah setelah memasuki dunia entertain yang membesarkan namanya. 

Siapa yang tak kenal Rayya Adisty, aktris yang sedang naik daun. Bayarannya semakin mahal berkat sinetron yang sedang booming yaitu Pernikahan Terpaksa. Ratingnya masih menjadi trending nomor satu selama satu tahun berurut-turut. 

"Kalau begitu lanjutkan tugasmu. Jika kamu berhasil maka saya akan berikan hadiahnya," janji Wisnu.

"Tapi saya sungkan menerima hadiah itu," tolak Ryu halus.

"Tapi kamu gak akan menyesal kalau menerimanya. Hadiah itu adalah harta saya yang paling berharga. Saya berusaha menjaganya mati-matian agar kelak berada di tangan yang tepat."

Ryu terdiam mendengarkan. Entah dia akan menerimanya atau tidak, lelaki itu belum tahu. Dia baru dua hari bekerja dari seratus hari yang telah dijanjikan.

"Itu juga kalau Nak Ryu mau menerima. Jika tidak, maka hadiah pengganti sudah menanti."

"Baik, Pak."

Ryu mengangguk tanda mengerti. Mereka melanjutkan perbincangan hingga makan siang tiba. Hari ini jadwal Rayya syuting dan gadis itu ngotot tidak mau didampingi. Sehingga dia menerima ajakan Wisnu untuk bertemu. 

Selain melalui telepon, Wisnu juga membuat kesepakatan dengan Ryu untuk berjumpa. Lelaki paruh baya itu ingin mengetahui perkembangan putrinya langsung dari mulut sang bodyguard. 

*

Ryu berjalan tergesa-gesa karena dia terlambat datang dari jadwal yang sudah disepakati. Dia khawatir kalau majikannya akan mengamuk dan memarahinya. 

"Mbak Rayya di mana?"

"Di dalam, Mas. Kayaknya tinggal sendirian. Soalnya dari tadi nungguin," jelas salah satu crew sinetron.

Suasana memang sudah sepi. Tinggal beberapa orang di depan yang masih membersihkan sisa sampah yang berserakan. 

Syuting kali ini berada di sebuah rumah mewah tetapi terletak di daerah pinggir kota. Di mana Rayya menjadi pemeran utama wanita yang berasal dari keluarga kurang kaya. Gadis itu tentu saja tidak kesulitan melakukannya karena memang berasal dari keluarga berada. 

Rumah itu sengaja disewa oleh rumah produksi agar memudahkan proses syuting. Jaraknya juga agak jauh dari keramaian sehingga tidak menganggu para kru dan para pemeran lainnya. 

"Mbak Rayya?" panggil Ryu pelan. Dia tidak mau berteriak sekalipun sudah cukup panik.

"Mbak?"

Ryu mengulanginya sebanyak tiga kali tetapi tidak ada jawaban. Lelaki itu memeriksa setiap ruangan yang ada untuk mengecek. Jantungnya berdetak kencang ketika tak mendapati Rayya di semua ruangan. Dia mengucap istrigfar berulang kali untuk menghilangkan pikiran buruk yang mulai berkecamuk di kepala. 

Ryu hendak melangkah keluar ketika matanya menatap anak tangga yang posisinya agak tersembunyi di balik partisi. Dengan cepat, dia berjalan ke atas dan mulai mencari. Kali ini lelaki itu tidak memanggil, tetapi langsung memeriksa isi kamar.

Ryu tertegun sesaat saat tiba di sebuah kamar yang pintunya tertutup dan terlihat mencurigakan. Tanpa mengetuk, dia langsung masuk dan tertegun saat menyaksikan pemandangan di hadapannya.

"Shit!" 

Dua orang yang sedang bermesraan segera melepaskan diri. Sebuah umpatan keluar dari mulut Darren, sang aktor utama pria ketika menyadari ada orang yang masuk ke kamar tanpa permisi. Di matanya penuh amarah karena Ryu telah mengganggu aktivitasnya tadi dengan Rayya. 

"Lo ngapain di sini?" teriak Rayya marah. Gadis itu tampak membetulkan letak bajunya yang berantakan dan menyugar rambut yang kusut. 

"Saya mau jemput Mbak Rayya pulang."

Ryu mengucapkan itu dengan gemetaran. Perasaan lelaki itu bercampur aduk, antara marah dan sedih saat melihat apa yang mereka tadi. Tangannya terkepal dengan erat karena menahan emosi. Rasanya dia ingin memukul Darren yang telah lancang menyentuh Rayya.

"Keluar! Gue lagi sama Darren. Lo ganggu," bentak Rayya kesal.

"Mbak Rayya pulang sama saya sekarang," pinta Ryu sopan.

"Gue masih ada urusan sama Darren. Lo tunggu di luar," usir Rayya. Jarinya menunjuk pintu dengan tatapan garang. 

"Mbak Rayya pulang sama saya sekarang!" 

Kali ini nada suara Ryu lebih tegas. Lelaki itu balas menatap Rayya dengan tajam. 

"Kalau dia gak mau, Lo jangan maksa!" 

Darren berjalan ke arah Ryu dengan congkak. Tangannya berkacak di pinggang dengan dagu terangkat. 

Dua lelaki itu kini saling berhadapan. Tinggi mereka cukup berimbang. Hanya saja Ryu lebih jantan dan berkulit gelap. Sementara itu, Darren yang merupakan blasteran Manado dan Belanda, terlihat lebih menawan karena berpenampilan rapi dan bersih.

"Saya pengawalnya. Jadi saya harus menjaga keselamatan Mbak Rayya."

"Raya aman sama gue. Kita lagi have fun," tantang Darren.

"Kamu mau menodai Mbak Rayya," tuduh Ryu.

"Menodai? Hahaha ...."

Darren tergelak sembari menoleh ke belakang menatap Rayya. Lelaki itu memegang perut karena merasa lucu atas apa yang Ryu ucapkan tadi. 

"Kita ngelakuinnya atas dasar suka sama suka."

"Jaga ucapan kamu!" geram Ryu.

"Lagian kita emang lagi satu project. Anggap aja latihan pas scene suami istri nanti," jelas Darren enteng.

"Jangan sentuh Mbak Rayya lagi."

"Lo jangan sok ngatur. Gue bikin dia senang."

Napas Ryu naik turun. Amarahnya kali ini tak dapat ditahan lagi. Ucapan Darren tadi benar-benar melecehkan Rayya. Sayangnya, dia tak mengerti bahwa gadis itu juga senang melakukannya. 

"Raya senang gue sentuh. Lo iri?"

"Saya gak perlu iri sama pelaku zina," jawab Ryu.

"Dasar tompel sok suci!"

Bugh!

Sebuah tinju melayang di wajah Darren. Lelaki itu tersungkur sembari berteriak memegang pipinya yang berdarah. Ryu menarik lengan Rayya yang mematung di ranjang dan membawanya keluar dari kamar. 

"Lepasin gue!" bentak Rayya sembari mengumpat. Gadis itu tak terima jika diperlakukan seperti anak kecil.

Ryu mengabaikan teriakan itu dan membawa Rayya keluar rumah. Beberapa orang terlihat kebingungan menyaksikan kejadian itu. Sandra, manager Rayya yang baru saja datang, berjalan tergesa-gesa menghampiri mereka.

"Ada apa ini?"

"Dia maksain gue pulang," ucap Rayya berusaha melepaskan cekalan Ryu.

"Lepasin Rayya," pinta Sandra.

"Mbak Rayya harus pulang sekarang!"

Ryu membawa Rayya ke mobil dan menyeretnya dengan agak memaksa. Lalaki itu mengaktifkan kunci otomatis agar gadis itu tidak bisa kabur. Dia juga melajukan kendaraannya dengan cukup kencang. 

Sepanjang perjalanan, Rayya berteriak melampiaskan emosinya. Baru kali ini dia begitu marah karena Ryu sudah lancang. Gadis itu pernah beberapa kali memiliki pengawal dan tidak ada yang betah. Baru kali inilah dia kena batunya. 

"Turunin gue di sini!" bentak Rayya.

Ryu mengabaikan ucapan itu dan tetap fokus menyetir. Lelaki itu bahkan hanya menangkis ketika Rayya mulai memukul lengannya. 

"Lu beneran budeg, ya?" teriak Rayya.

"Stop!"

"Gue mau turun!"

"Sinting!" umpat Rayya kesal. 

Setelah hampir satu jam mengamuk dan tidak ditanggapi, akhirnya mereka tiba di rumah. Rayya membuka pintu mobil dan membantingnya dengan keras. Ryu dengan sabar mengikutinya dari belakang.

"Ngapain lo ngikutin gue?"

"Mau minta maaf karena udah bikin Mbak marah," ujar Ryu tenang.

"Lo udah bikin gue malu!" bentak Rayya kesal.

"Saya cuma mau menjaga kehormatan Mbak Rayya."

"Gue bisa jaga diri sendiri."

"Apa kata Pak Wisnu kalau tau putrinya berduaan dengan laki-laki di kamar."

Setelah mengucapkan itu, kejadian tadi kembali berkelebat di benak Ryu. Hati lelaki itu kembali panas saat bayangan mereka tadi muncul kembali. 

"Lo jangan suka ngadu!"

"Job desk saya memang mengadukan semua kegiatan Mbak Rayya ke Pak Wisnu."

"Lo--"

Rayya berjalan mendekat dengan tangan terulur hendak menampar Ryu. Untuk beberapa saat mereka saling terdiam dengan pikiran masing-masing.

"Jangan ikut campur. Lo cuma kacung!" 

Rayya menurunkan tangan dan membalik badan. Lalu, dia membuka sepatu dan melemparnya dengan kasar. Gadis itu berjalan ke lantai atas menuju kamarnya. 

Ryu tertegun lama. Hatinya kembali teriris. Hanya saja kali ini terasa lebih perih. Ucapan kacung itu terdengar lebih menyakitkan daripada umpatan yang lain. 

Ya, dia memang hanya kacung yang diamanahkam oleh orang tua untuk menjaga Rayya. Sekalipun lelaki itu melakukannya dengan terpaksa. Namun, dia telah bersumpah akan menepati janji yang sudah terucap.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status