Share

Bab 4

Ketika tugas membantu keluarganya di Rusia telah selesai, Hanz kembali ke Swiss dan melanjutkan kegiatannya seperti biasa.

Malam ini di Kafi Dihei. Hanya ada beberapa pengunjung yang sedang menikmati santap malam dan juga ngopi.

Mark punya teman akrab bernama Gerald. Mereka tahu kalau Hanz bekerja di sini. Sengaja mereka datang hanya untuk mempermalukan Hanz.

“Hei, Pelayan!” pekik Mark, padahal ada tiga waiter, tapi yang disahuti hanya Hanz.

Hanz pun mendekat. Merasa kenal, Hanz mau tidak mau tetap melayani dua orang bengal ini.

“Layani kami!” titah Gerald sambil mengangkat kaki.

“Babu kok bisa kuliah di ETH sih?!” sindir Mark. “Kami pesan makanan yang paling mahal dan rekomen. Kau boleh pesan apa saja, Babu, kami yang bayar!”

Gerald mengaparkan buku menu. Plak! “Ya, yang paling sering dipesan orang. Kau tahu kan, kami anak orang kaya?”

Mark melototi Hanz. “Kenapa kau diam ha? Cepat kerjakan!”

Hanz membalik badannya dengan santai, lalu beringsut meninggalkan mereka. Setelah pesanan mereka diantarkan, Hanz ingin segera melayani tamu yang lain, tapi dua orang itu malah banyak kehendak.

“Woi sini dulu! Layani kami!”

“Ini garpu dan pisaunya tolong kau lap pakai tisu!”

“Kau tuangi minuman ini!”

“Kau bersihkan mejanya!”

Selama satu jam mereka berdua asyik mengerjai Hanz, jika menolak, mereka berdua sudah bicara sebelumnya sama manager untuk berbuat demikian. Hanz tak berkutik.

Mark menatap remeh dan berkata, “Wajar saja kekasihku Alyona tidak mau berhubungan lagi denganmu, pria menyedihkan. Mana mungkin Keluarga Lukinov mau menerima orang rendahan seperti kau! Enyahlah!”

Hanz menghela napas sebentar, menatap mata Mark cukup tajam, kemudian berkata, “Mark, bukankah kau disebut sebagai pembawa sial oleh Mikhailovic Lukinov, orang yang katamu sebagai calon mertuamu?” sentak Hanz sambil memasukkan tangan ke dalam saku celana.

Mark terperanjat kaget. Jidatnya langsung mengerut. “Bicara apa kau? Bahkan kau tidak pernah berbicara sekali pun dengan Mikhailovic Lukinov.”

Sepertinya Hanz harus memberi pelajaran pada Mark saat ini juga. Jika dibiarkan, orang ini bakal ngelunjak. Hanz berkata dingin, “Kau tidak mungkin lupa. Kau kena kata-katai sebagai pembawa sial oleh Mikhailovic, bapaknya Alyona, di halaman parkir Oilzprom.

Mark menjadi kikuk, meskipun sudah berlalu, dia tidak mungkin lupa. Waktu itu, Mark tampak bingung karena dimaki-maki oleh Mikhailovic, padahal Mark baru juga mengenal Alyona.

Kejadian sebenarnya adalah Alyona hanya memanfaatkan Mark saja agar Lukgaz bisa dapat jatah minyak dari Oilzprom. Namun, nyatanya, bapaknya Mark selaku salah satu manager di Oilzprom sangat tidak punya pengaruh.

Waktu itu, Mikhailovic sangat kecewa dengan Mark yang tidak berguna. Bahkan, Mikhailovic mencaci putrinya sendiri lantaran saking kesalnya. Baginya, Alyona dan Mark memang pembawa sial.

Hanz sudah melupakan Alyona dalam ingatannya. Dia pandai dalam berdamai dengan masa lalu. Namun, sepertinya Mark sengaja membuka galian yang sudah dikuburnya.

Hanz menatap Mark lurus-lurus, lalu berkata sangat dingin, “Mark, aku tahu saat ini kau menjalani hubungan yang bimbang bersama Alyona. Jika kau tidak bisa membantu Lukgaz untuk maju, berarti kau sampah di mata Mikhailovic! Sebentar lagi, kau akan menjadi sampah!”

Biji mata Mark membulat sempurna. Mulutnya menganga lebar. Ada ekspresi ketidakpercayaan pada dirinya atas ucapan Hanz barusan. Tak dinyana, rupanya Hanz seberani ini. Pada saat awal bertemu, Hanz tampak kalem, makanya Mark cukup berani.

Belum sempat Mark ingin bicara karena terlusut api amarah, Hanz melenggang meninggalkan meja, lalu masuk ke ruangan karyawan. Di sini, dia menelepon ayahnya.

Dalam pembicaraan tersebut, Hanz menyuruh ayahnya untuk segera menghubungi Harry Gorbachev agar memperbolehkan Lukgaz mendapat jatah minyak, tidak selama enam bulan, tapi satu bulan saja.

Pihak Oilzprom pun segera menghubungi Mikhailovic untuk segera ke kantor Oilzprom malam ini juga. Meskipun dapat jatah satu bulan, bagi Mikhailovic yang saat ini berada di ambang kehancuran, jelas baginya seperti angin segar.

Namun, Hanz memberikan syarat dan syarat tersebut harus dilakukan sekarang juga. Mikhailovic yang tengah kebakaran jenggot menghadapi krisis di tubuh perusahaannya rela melakukan apa saja asal Oilzprom segera memberikan bantuan.

Sepuluh menit kemudian, Hanz kembali ke meja Mark dan Gerald. Hanz menyeret satu kursi dan mendekatkannya ke dua orang itu. Saat ini, penampilan Hanz memang paling rendah di antara mereka bertiga.

Hanz merapikan celemeknya, lalu berkata dingin, “Aku ingin gabung bersama kalian. Tadi aku sudah pesan satu kopi, sesuai dengan pemberian kalian, tapi terima kasih, aku bisa bayar sendiri.”

Drrtt....

Ponsel milik Mark bergetar dan berdering.

Sebelum Mark menjawab telepon, Hanz berkata, “Biar aku tebak. Kau akan berpisah dari Alyona. Karena kau pria menyedihkan!” sentak Hanz dengan tanpa ekspresi.

Mendengar itu, Gerald emosi dan ingin memberikan pukulan terhadap Hanz, tapi Gerald hanya menggertak. Hanz tersenyum getir saja. Dia melipat tangan di dada dan tidak sabar menunggu.

“Halo?” sapa Mark dengan wajah biasa. Cara bicaranya pun masih santai.

“Mark! Aku Mikhailovic Lukinov, papanya Alyona!”

Mendengar suara tinggi seperti orang marah itu, Mark bergidik. Baru saja dia ingin menyapa dengan suara sopan, malah sekarang wajahnya pucat pasi. Matanya memancarkan rasa kekhawatiran.

Mark mencoba berbicara. Suaranya melirih dan terbata-bata. “Iy-iya, Om. Ada apa?” Mark sangat kikuk. Gelagapannya lebih parah daripada bandar narkoba kena gerebek polisi.

“Kau sampah yang tidak berguna! Kau tidak bisa diandalkan dalam bisnis! Kau tidak pantas menjadi kekasih anakku dan menjadi menantuku! Kau PEMBAWA SIAL! Berhenti kau berhubungan dengan anakku. Mati saja kau!”

Memang tidak di-loudspeaker, tapi getaran suaranya masih jelas terdengar oleh Hanz dan Gerald.

Wajah Mark makin pucat seperti mayat. Dia dibunuh oleh rasa yang terlalu banyak dan tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata.

“Kau PEMBAWA SIAL! Jangan pernah juga kau sombong di hadapan orang orang, siapa saja! Kau salah dalam menilai orang! Enyahlah!”

KLIK!

Mark langsung tersandar lemas. Rasa kopinya seperti oli dan rotinya seperti sandal. Bibirnya bergetar hebat. Matanya langsung memerah tapi tidak ingin menangis.

Gerald tertunduk. Tidak tahu dia harus mau ngomong apa. Prihatin, tapi juga tidak bisa bantu. Sahabat macam apa itu?

Hanz beranjak dan mengambil kopinya, lalu berkata, “Tisunya masih banyak. Gratis bagi pelanggan. Jika ada yang kalian berdua butuhkan, silakan panggil aku.” Hanz tersenyum hambar.

Rasanya, wajah Mark lebih baik digilas pakai mobil truk tronton saja. Dia bingung mau meletakkan di mana mukanya.

Mark terlalu bocah jika dihadapkan dengan persoalan seperti ini. Mem-bully, nomor satu. Lucunya, dia bangga dengan status sebagai anak manager Oilzprom.

Hanz belum cukup puas dengan hal barusan. Dia harus memberi pelajaran lagi terhadap Mark.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status