Share

Chapter 174

Author: Sya Reefah
last update Last Updated: 2025-04-09 23:56:39

Henry memandang Eva yang tampak terdiam, pikirannya jelas terfokus pada hal lain. Wajahnya yang tampak tenang, kini terlihat lebih serius. Ia bisa melihat Eva tampak merenungkan ide yang ia katakan tadi.

Henry tahu bahwa Eva bukanlah tipe yang cepat merespon, ia memerlukan waktu untuk memikirkan segala sesuatu.

Eva belum memberikan jawaban, tapi Henry bisa melihat bagaimana pikirannya bekerja.

“Tidak mau?” Dia tetap menunggu.

Eva beralih pada Henry, akhirnya, suaranya memecah keheningan dengan lembut, “Aku rasa … menyusuri kota ini saat malam hari bukanlah ide yang buruk.”

Eva tersenyum kecil. “Aku mau, kita jalan-jalan malam ini.”

Henry tersenyum lebar mendengar jawabannya. “Sekarang cepat bersiap.”

****

Henry dan Eva mulai menyusuri jalanan kota Swiss pada malam hari. Keduanya bergandengan tangan dan memakai mantel panjang nan tebal untuk melindungi diri dari udara malam yang terasa lebih dingin.

Udara sejuk terasa begitu segar, dan kota yang biasanya ramai pada siang hari,
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 175 Cemburu

    Ckiit!Mobil itu berhenti mendadak hingga membuat ban-ban depannya berdecit di atas aspal. Seorang pria yang duduk di kursi pengemudi itu tampak kesal. Dengan wajah memerah, dia memukul setir dengan keras. “Sial!” Dia memandang ke arah cermin dengan raut marah, yang memperlihatkan kedua orang yang berada di lampu merah itu mulai meninggalkan area. Rencananya malam ini gagal. Kedua orang itu berhasil menghindar dari mobilnya. Tak berselang lama, dia kembali melajukan mobilnya dan berbelok ke arah lain. Namun dia berjanji jika dia akan kembali lagi. Sementara di dalam Rumah Makan, Henry menarik kursi untuk Eva duduk. Keadaannya masih dalam keterkejutan. Hal yang terjadi beberapa menit lalu masih teringat jelas di dalam kepalanya. Dia tidak melihat asal mobil itu, tapi tiba-tiba saja dia hampir terserempet, beruntungnya Henry segera menariknya untuk menepi. Henry menekuk kakinya, menyetarakan tinggi badannya dengan Eva. “Kau tidak apa-apa, ‘kan?” Tangannya membelai pipi Eva dengan

    Last Updated : 2025-04-11
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 176

    “Naik kapal?” Eva tampak mencerna ucapan Henry. “Bukankah kita sudah pernah melakukannya?”“Emm.” Henry memberi deheman kecil sambil mengangguk. “Tapi bukan kapal waktu kita di danau kemarin.”“Lalu?” Eva menatapnya dengan penuh penasaran.Henry mengangkat bahunya. “Yang aku dengar, kapal ini akan membawa kita ke beberapa negara,” jawabnya sambil sedikit berbisik.“Wah! Benarkah?” Eva terkagum. Henry mengangguk singkat. Sementara Eva, seperti biasa pikirannya akan dipenuhi oleh berbagai macam isi. Perjalanan seperti apa yang akan dia nikmati nanti? Dan seberapa banyak uang yang digelontorkan Tuan Lawson untuk liburan ini? Liburan itu terasa sangat mewah untuknya. Dan mengenai perkataan Henry, ini seperti bukan hanya sekedar liburan baginya. Ini terlalu mewah. Eva menatap sekeliling. Pandangannya terarah pada koper yang akan mereka bawa. Pantas saja koper-koper itu dikemas juga.Henry sedikit menggeser tubuhnya, sedikit menundukkan wajah dan kembali berkata pelan, nyaris berbisi

    Last Updated : 2025-04-13
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 177

    Semuanya panik. Eva segera mendekat mengguncang tubuh Henry, berharap pria itu bangun dan baik-baik saja. “Henry! Apa kau mendengarku?” Suasana menjadi tegang. Tuan Lawson berteriak dengan keras, “Panggil Dokter, cepat!”Para pelayan kapal berhamburan memanggil petugas medis yang ada di sana. Beberapa detik kemudian, petugas medis datang dengan perlengkapan darurat mereka. Salah satu dari mereka memeriksa denyut nadi Henry. Mereka memberikan pertolongan pertama, tapi Henry tetap tak sadarkn diri. Air mata Eva mulai mengalir deras membasahi pipi. Hatinya dikuasai dengan perasaan khawatir. Sementara Sophia berada di sampingnya, mencoba menenangkannya. Setelah pemeriksaan singkat, salah satu petugas medis itu mengungkapkan, “Kami mengidentifikasi ada zat berbahaya dalam makanan yang dikonsumsi, Tuan.” Dahi Lawson mengernyit. “Bagaimana bisa?”Semuanya terkejut, terutama Eva. Sementara Tuan Lawson bertanya-tanya dan merasa bersalah dengan kejadian ini. “Berikan penanganan untukny

    Last Updated : 2025-04-14
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 178

    Eva masih berada di samping Henry yang masih belum menunjukkan tanda-tanda sadar. Suasana di luar tampak sedikit riuh dan tegang setelah insiden. Kapal itu bukanlah milik pribadi, jadi, beberapa tamu mulai berbisik dan merasa was-was. Penjagaan ketat dilakukan di luar ruangan. Tim keamanan kapal menyisir setiap sudut dapur dan memeriksa semua bahan makanan yang digunakan. Para karyawan tidak diperbolehkan bergerak atau berpindah tempat sebelum pemeriksaan selesai. Sementara di sisi lain kapal, di koridor sepi yang jarang dijamah, seorang pria memakai jas silver berjalan perlahan dengan tenang. Pria itu menatap sekeliling, memastikan tidak ada yang mengikutinya. Di rasa aman, dia mengeluarkan ponsel dari saku jasnya, dan menekan nomor seseorang.“Halo, Nona.” Dia berbicara pelan.“....”“Racun bekerja sesuai yang diperkirakan. Tapi ….” Ucapannya terjeda sejenak. “Justru yang memakan bukanlah si wanita itu, Nona.”Dia terdiam sejenak, mendengarkan suara di balik telepon yang tidak t

    Last Updated : 2025-04-15
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 179

    Ketika malam tiba, kapal-kapal berukuran kecil berhenti tepat di sebelah kapal pesiar yang mengangkut Henry dan rombongan lainnya. Sebab, rute mereka sudah tidak bisa berubah, dan tidak ada rute yang bisa dilewati kapal pesiar menuju ke pelabuhan terdekat. Tuan Lawson beserta istrinya dan Eva harus pindah ke kapal kecil itu untuk membawa Henry ke pelabuhan terdekat dan membawanya ke rumah sakit. Meski dia sudah mendapatkan penanganan medis, tak ada tanda-tanda sadar darinya. Tuan Lawson dan tim lainnya bergerak cepat dan memilih jalan lain. Kapal-kapal kecil itu mulai meluncur di atas permukaan air menuju pelabuhan sungai Basel, yang terletak di barat laut Swiss di tepi sungai Rhein, tepat di perbatasan Jerman dan Prancis. Eva masih setia di samping Henry dan menggenggam tangan itu. Dalam hatinya, dia tak henti mengucapkan doa untuk kesehatan suaminya. Matanya terpejam. Setiap detiknya dia berdoa.Tuhan … jika Engkau mendengarku, aku mohon bangunkan Suamiku dari kondisi kritisny

    Last Updated : 2025-04-16
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 180

    Suara pintu terbuka. Eva dan lainnya menoleh ke arah dokter yang baru saja keluar dari ruangan. “Bagaimana kondisi Suami saya sekarang, Dok?” Eva berharap akan ada kabar baik. Dengan suara tenang, Dokter itu menjelaskan, “Kami masih harus menunggu hasil laboratorium, Nyonya. Tapi, saya rasa, kondisinya sudah mulai membaik setelah mendapatkan penanganan pertama.” Akhirnya, Eva bisa bernapas sedikit lega sekarang. Setidaknya ada perkembangan dari kondisi Henry saat ini. Tuan Lawson menyahut, “Bisakah kalian mengeluarkan hasil itu dalam waktu singkat?”Dokter itu mengangguk pelan. “Akan kami usahakan, Tuan.”“Bisakah saya masuk ke dalam sekarang?” Rasa tidak sabar menggebu di dalam hatinya.“Silakan, Nyonya,” Setelah mendapat persetujuan, Eva masuk ke dalam ruangan. Dia bisa melihat pria yang biasanya sombong dan arogan itu masih terbaring lemah di sana. Wajah yang sebelumnya pucat, kini terlihat mulai kembali normal. Sementara Tuan Lawson dan Sophia masih berada di luar bersama de

    Last Updated : 2025-04-18
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 181

    Sophia juga merasakan kelegaan, karena akhirnya ada perkembangan keadaan Henry. Dia ikut menyimak setiap penjelasan yang dokter katakan. Dan ketika dokter keluar dari ruangan, dia berpesan pada Eva. “Sekarang sebaiknya kau istirahat dulu, kau sudah berjaga sampai hampir pagi.” Yang Eva rasakan saat ini adalah mengantuk, tetapi dia menggelengkan kepala. “Aku takut jika nanti Henry membutuhkan sesuatu. Sebaiknya kau lanjut istirahat.” Sophia mendengus. Ternyata Eva memiliki sikap sedikit keras. Dia hanya tidak ingin wanita itu juga tumbang. Dia kembali mengingatkan dengan nada sabarnya, “Perhatikan juga kondisimu, Eva. Bagaimana kalau nanti Henry terbangun tapi justru kau yang jatuh sakit?”Eva terdiam, merenungi perkataan Sophia. Yang dikatakan wanita itu memang benar. Matanya beralih ke arah Henry. Dia pun tersenyum ke arah Sophia, lalu mengangguk. “Baiklah. Aku akan tidur sebentar saja.” Sophia mengangguk tidak mempermasalahkan. “Tidurlah sekarang. Aku keluar sebentar memberit

    Last Updated : 2025-04-21
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 182

    “Kenapa kau menempatkan Istrimu seperti seorang Penjahat yang tidak memiliki hati?” Eva melayangkan protesnya cepat. Henry terkekeh pelan, sedikit terhibur. Entah kenapa hati istrinya begitu sensitif sekarang. “Memeluk Istriku sendiri membuatku harus memohon. Aku heran, dunia apa yang sebenarnya kita jalani saat ini?” Henry menjawab dengan sindiran khasnya. “Kau benar-benar membiarkan Suamimu memohon?” Dia tak mau menghentikannya.Eva masih berpikir. Saat ini mereka di rumah sakit, bagaimana jika seseorang melihatnya? Pasti sangat memalukan. Henry memandang wajahnya dengan tatapan sayu. Dia tahu apa yang ada di pikiran istrinya. Dia mendengus. Sementara Eva menggigit bibir bawahnya, apakah dia harus menuruti permintaan Henry? Bagaimana jika ada yang tiba-tiba masuk? Henry masih menatapnya dengan raut sedikit cemberut, menunggu bagaimana reaksi Eva. “Sudahlah. Sebaiknya aku kembali tidur,” katanya dengan sedikit tidak suka dan pasrah. Henry mengembalikan posisi kepalanya menja

    Last Updated : 2025-04-22

Latest chapter

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 191

    Perlahan, Eva mengerjap. Dia tak tahu sudah berapa lama tertidur. Cahaya senja masuk melalui celah tirai, menandakan waktu sore. Sudah sore?Seketika, mata Eva terbuka lebar. Ternyata, dia tertidur dalam waktu yang lama. Dia berniat untuk bangun, tapi gerakannya terhenti saat menyadari ada tangan kekar yang melingkar di pinggangnya. Dia menoleh perlahan dan melihat sosok di sampingnya. Sudah pulang? Sunyi beberapa saat.Dia memerhatikan wajah Henry yang masih tidur dengan napas teratur dan wajah tenang. Pria itu masih mengenakan baju kantornya, dengan kancing kemeja atasnya terbuka. Saat tidur, pria ini begitu pulas seperti bayi, tapi saat terbangun, sikapnya begitu menyebalkan. Entah mengapa, pria ini membingungkan, terkadang tak masuk akal bahwa ada orang sepertinya di dunia ini. Masih dengan mata terpejam, Henry bergumam, suaranya serak khas seseorang yang baru bangun tidur. “Apa kau selalu menatapku diam-diam seperti itu?”Eva terkejut, tidak menyangka jika pria itu sudah ban

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 190

    Ryan meringis, lalu menjawab, “Tuan … apakah Anda tahu berapa banyak laporan yang saya kerjakan saat Anda liburan?”Henry menatapnya datar. “Itukan memang tugasmu sebagai Asisten,” jawabnya santai dan bodo amat. “Berarti saya tidak bermalas-malasan, Tuan ….” Ryan menjawab dengan suara merendah. “Kalau tidak malas, kenapa dokumen ini masih menumpuk di mejaku?” Henry ngotot menyalahkannya.Ahirnya Ryan terdiam sejanak, meratapi nasibnya. Dalam lubuk hatinya, dia bertanya-tanya, kenapa hari ini Henry begitu menyebalkan? Biasanya, bosnya itu biasa saja mengatasi semua dokumen itu dan asik tenggelam dalam pekerjaannya. Namun, kenapa hari ini berbeda sekali? Dia seperti serba salah di mata Henry. Pasti gara-gara tadi pagi aku menerornya!Tapi, itukan karena Nyonya Besar. Kenapa tidak marah saja padanya? “Baiklah, maafkan saya, Tuan,” katanya pasrah.Tak ada yang menang berdebat dengan Henry. Henry menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi. Matanya melirik ke arah ponselnya yang ada di s

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 189

    “Kurang ajar sekali mereka mengganggu waktuku!” gerutunya, di selah-selah memasang dasinya. Waktu paginya yang indah itu terganggu, semua orang menghubunginya dengan hal-hal yang tidak penting menurutnya. Dia merasa belum puas menghabiskan waktu bersama Eva.Benar-benar menyebalkan!Eva mendekat, mengambil alih untuk mengikat dasinya. “Mungkin ada hal yang benar-benar mendesak,” katanya dengan suara menenangkan. Pandangan matanya turun menatap Eva. Dia meletakkan tangannya di pinggang istrinya dengan nyaman. Hanya butuh satu menit dasi itu terpasang dengan rapi. Eva mendongak, matanya bertemu mata gelap Henry. “Jangan terlalu keras pada dirimu, kau baru saja sembuh,” katanya penuh perhatian. Henry menarik napas panjang. “Kau tidak mau menahanku?”Eva memandangnya malas. Pria ini mulai bersikap dramatis. “Untuk apa?”Seketika Henry memasang wajah serius. “Kau benar-benar tidak peka dengan keadaan.”Eva mengedipkan matanya cepat. “Memangnya apa yang harus kulakukan?” Wajah Henry s

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 188

    Pagi menyapa dengan cahaya lembut menyusup dari celah gorden. Henry dan Eva masih tertidur pulas. Kehangatan masih terasa di antara mereka, sisa dari kebersamaan yang baru saja terjadi semalam. Eva membuka matanya perlahan, mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya dia benar-benar terbangun. Kedua matanya mencerna suasana kamar yang begitu asing. Di mana ini?Dia belum sepenuhnya sadar. Hingga dia merasakan tangan kekar memeluk tubuhnya. Dia menoleh. Di sampingnya, Henry masih tertidur pulas. Deru napasnya terdengar begitu teratur. Henry? Butuh tiga detik untuk mencerna hingga dia benar-benar sadar dengan kejadian semalam. Dia mengangkat selimut dan melihat ke dalamnya. Rona merah mulai terlihat di pipinya. Dia malu, dan segera menarik selimut untuk membungkus kepalanya. Pergerakannya itu membuat Henry terbangun. Mata Henry masih setengah terpejam, ekspresi khas seseorang yang baru saja terbangun. Dengan mata setengah terbuka itu, dia bisa melihat gundukan selimut di depannya.

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 187

    Dengan satu gerakan cepat, Henry mengangkat tubuh Eva, merasakan betapa ringannya tubuh itu dalam dekapannya. Eva begitu terkejut ketika tubuhnya terangkat begitu saja. Matanya menatap Henry dengan penuh kebingungan. “Apa yang sedang kau lakukan?” “Yang kulakukan …?” Henry tersenyum penuh makna. Tanpa menjawab lagi, dia membawanya menuju tempat tidur. Henry membaringkan tubuh Eva perlahan. Eva merasakan jantungnya mulai berdetak lebih kencang saat ini. Suasana hening sejenak sebelum akhirnya Henry meraup bibir Eva. Awalnya ragu-ragu, tapi semakin lama, semakin dalam dan penuh hasrat. Tindakan itu begitu cepat. Eva yang sedikit terkejut kini memejamkan kedua matanya, merasakan gelombang hasrat yang Henry ciptakan. Kali ini, Henry seperti tidak memberikan ruang lagi untuk mereka berjarak. Kemudian, bibirnya turun perlahan menyentuh leher Eva.Eva bisa merasakan hembusan napas berat menyentuh kulitnya. Dia mencoba mendorong tubuh Henry, tetapi, Henry menarik tangannya ke atas kep

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 186

    Eva membalas dengan tatapan bingung. “Kenapa? Apa kau perlu sesuatu?”Henry hanya diam, dan tatapan mata yang masih tertuju pada Eva.Dia kenapa? Apa ada yang salah?Eva berdehem pelan. “Aku ambilkan makan malam untukmu.” Dia bersiap untuk bangkit dari duduknya.Namun, dengan gerakan cepat, Henry menariknya, membuatnya terduduk kembali. Akan tetapi, kali ini ia terduduk di pangkuan Henry. Saat itu, jantungnya berdetak lebih kencang, antara rasa terkejut dan tatapan dalam suaminya padanya. “Kenapa kau buru-buru sekali?” Suaranya pelan dan sedikit serak. “Aku hanya ingin mengambilkan makanan untukmu.” Eva sedikit gugup dan mengalihkan pandangannya lurus ke depan. “Jangan seperti ini. Tidak enak jika pelayan melihatnya.” Dia berusaha bangkit, tapi tangan Henry menekan pinggangnya, memaksanya untuk tetap tinggal. “Memangnya kenapa jika mereka melihat?” jawabnya dengan acuh tak acuh. “Mereka tahu kalau kau Istriku.” Eva menoleh.Pria ini memang benar-benar keras kepala dan tidak ped

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 185

    “Ayolah … tidak ada yang salah jika kita melakukannya. Kenapa wajahmu seperti itu? Kau bahkan sering menuntut lebih,” ucapnya dengan penuh percaya diri.Tatapan mata Eva menjadi tajam. Pria ini benar-benar tidak punya malu dan terlalu percaya diri!Pintar sekali membalikkan fakta!“Racun itu bersarang di perutmu, tapi kenapa jadi otakmu yang bermasalah?” Kata-kata itu terlontar begitu saja dari mulut Eva. Ekspresinya yang datar dan tanpa emosi itu membuat setiap kata yang diucapkan terdengar lebih tajam dan menusuk. Henry tidak mau kalah. Dia terus melayangkan serangannya menggoda Eva. “Aku hanya bicara sesuai fakta.” Eva membantah cepat, “Tapi fakta yang kau katakan justru sebaliknya.” “Coba katakan di mana kebohongannya? Setiap kau membalas, aku selalu kuwalahan.” Eva terdiam. Melihat wajah dan senyum nakal Henry itu membuatnya semakin jengkel. Rasanya dia ingin keluar dan mengambil sesuatu untuk memukul kepalanya yang sedang bermasalah. Dasar pria mesum!“Aku rasa, racun itu

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 184

    Dua hari kemudian.Lawson menutup teleponnya, lalu mengambil mantel panjangnya dengan tergesa-gesa. Sophia mendekat, memasang wajah penasaran. “Papa mau ke mana? Ada kabar apa?”Gerakannya saat memakai mantel tampak terburu-buru. “Papa mau ke Dermaga. Kepala Koki menjadi tersangka dari insiden kemarin.”“Kepala Koki?” Mata Sophia terbelalak lebar. “Papa pergi dulu, ya.”“Mama ikut!” Sophia menyambar tas, kemudian berlari mengejar langkah suaminya. ****Dermaga. Di tengah suasana tegang, kepala koki itu terlihat berlutut, dengan suara gemetar. Dia menahan tangis, dan memohon ampunan di depan orang-orang yang berjejer penuh kekuasaan, memandang ke atas dengan tatapan penuh harap. “Saya berani bersumpah, saya tidak pernah melakukannya.” Salah satu tim keamanan itu menjawab dengan penuh otoriter, “Simpan semua jawabanmu itu, kita tunggu Tuan Lawson datang.” Kepala koki memegang ujung bajunya dengan tangan gemetar, dia terus memohon, tetapi tak ada seorang pun yang bergeming, maupun

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 183

    “Itu ….” Dengan sekuat tenaga, Henry mengangkat kepala, mendekat, lalu menempelkan bibirnya di atas bibir Eva, memberikan ciuman yang lembut tanpa terburu-buru atau memaksa. Dia memberikan jeda satu detik. Namun, detik berikutnya dia sedikit menekan kepala Eva.Ciuman yang semula lembut itu perlahan semakin dalam. Eva yang mencoba mengimbangi irama Henry itu kini dibuat kuwalahan. Tangannya bergerak, mencengkeram baju yang dikenakan oleh Henry. Suasana di antara mereka semakin memanas, bukan sekedar hasrat, tetapi seperti pengakuan diam-diam tentang rindu yang tertahan, luka yang perlahan sembuh dalam pelukan. Ruangan itu hanya berisi helaan napas yang mulai tak beraturan, dan ciuman itu masih terus berlanjut, menghapus batas logika di antara keduanya. Henry melupakan kondisinya. Yang ada dalam pikirannya saat ini adalah, menciptakan momen bersama istrinya. Dia menginginkan lebih. Ciuman itu bergerak perlahan ke leher Eva. Namun, tidak lama ciumannya terhenti karena Eva menarik

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status