Share

Chapter 223

Author: Sya Reefah
last update Last Updated: 2025-06-17 23:13:37

Sementara di Manhattan, Eva duduk di ruang tengah dengan tenang. Di depannya, TV besar menyala. Dia memanggil Rosa. Suaranya terdengar tidak sabar, kontras dengan sikapnya yang biasa kalem dan tenang.

“Rosa! Cepat ke sini!”

Rosa bergegas mendekat. Keningnya sedikit berkerut melihat ekspresi Eva. “Ya, Nyonya? Ada yang bisa saya bantu?”

“Bau apa ini?” Eva mengibaskan tangannya di depan hidungnya, rona pucat di wajahnya masih terlihat. “Apa yang kalian masak? Aku tidak suka bau ini. Rasanya membuatku mual.”

“Itu, Nyonya ….” Tangan Rosa memberi isyarat ke arah dapur. “Lena sedang memasak filet mignon untuk—”

“Filet mignon?” potong Eva, dengan nada tajam. Dia yang biasanya tidak spesifik dan perfeksionis soal makanan tiba-tiba mengerutkan kening. “Aku tidak mau itu! Buang saja. Aku tidak mau memakannya saat ini.”

Rosa terdiam sesaat, mencoba mencerna permintaannya yang tidak biasa. Biasanya Eva tidak pernah marah hanya karena makanan. Banyak pertanyaan yang muncul di benaknya, bercampur
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 224

    Pintu otomatis terbuka pelan, dengan langkah kaki yang berat Henry melangkah masuk. Tangannya penuh dengan kantong berisi panini pesanan Eva. Dia menarik napas dalam-dalam, berusaha menghilangkan rasa lelah setelah perjalanan panjang. Begitu dia menoleh ke ruang tengah, matanya langsung tertuju pada Eva. Wanita itu duduk tenang di sofa, tidak menyadari kedatangannya. Matanya terpaku pada TV yang menampilkan serial komedi.Henry terdiam di ambang pintu, memerhatikan Eva yang tampak tenang. Sebelum berangkat, istrinya tampak sangat lemas dan tak bertenaga. Sekarang, dia bisa melihat istrinya tenang di ruang tengah. Dia bisa bernapas sedikit lega.Rosa yang berdiri di belakang Henry membungkuk sopan, lalu melangkah masuk.Menyadari keberadaan Rosa di dalam penthouse, Eva menegakkan posisi duduknya. Dia bingung. Bukankah baru saja dia memintanya mencari mie kuah? Mengapa Rosa kembali secepat itu?“Kenapa kau kembali?”Langkah Rosa terhenti saat mendengar suara Eva. “Em … itu, Nyonya …

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 223

    Sementara di Manhattan, Eva duduk di ruang tengah dengan tenang. Di depannya, TV besar menyala. Dia memanggil Rosa. Suaranya terdengar tidak sabar, kontras dengan sikapnya yang biasa kalem dan tenang. “Rosa! Cepat ke sini!” Rosa bergegas mendekat. Keningnya sedikit berkerut melihat ekspresi Eva. “Ya, Nyonya? Ada yang bisa saya bantu?” “Bau apa ini?” Eva mengibaskan tangannya di depan hidungnya, rona pucat di wajahnya masih terlihat. “Apa yang kalian masak? Aku tidak suka bau ini. Rasanya membuatku mual.”“Itu, Nyonya ….” Tangan Rosa memberi isyarat ke arah dapur. “Lena sedang memasak filet mignon untuk—”“Filet mignon?” potong Eva, dengan nada tajam. Dia yang biasanya tidak spesifik dan perfeksionis soal makanan tiba-tiba mengerutkan kening. “Aku tidak mau itu! Buang saja. Aku tidak mau memakannya saat ini.”Rosa terdiam sesaat, mencoba mencerna permintaannya yang tidak biasa. Biasanya Eva tidak pernah marah hanya karena makanan. Banyak pertanyaan yang muncul di benaknya, bercampur

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 222

    Jalan Old Post Road di Millbrook mulai tenang dan damai saat sore hari tiba, hanya dengan sedikit aktivitas yang sedang berlangsung. Jalanan tidak terlalu ramai dengan kendaraan, beberapa penduduk lokal berjalan-jalan, beberapa siswa pulang dari aktivitas sekolah, lalu beberapa kafe dan restoran mulai bersiap melayani para pengunjung untuk makan malam.Sinar matahari menembus celah-celah daun pohon maple, membentuk pola cahaya dan bayangan di jalanan. Rumah-rumah di sepanjang jalan itu sebagian besar adalah bangunan batu bata tua yang bergaya kolonial dengan perkebunan atau peternakan yang terawat. Semua memiliki karakternya masing-masing.Tak ada hiruk pikuk kota di sana. Yang ada adalah suara alam—suara angin berhembus pelan, suara tawa jauh dari area taman, dan sesekali deru mobil yang melintas tidak terburu-buru.Saat itu, mobil yang dikendarai Henry tiba di depan kedai yang jelas bertuliskan ‘The Millbrook Press & Panini’. Jendela depannya yang menampilkan etalase kaca berisi an

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 221

    Ya Tuhan … apalagi ini?Ini lebih diluar ekspektasinya. “Apa tidak ada opsi lain yang ingin kau makan?” Henry mencoba mencari penawaran lain. Namun, Eva tetap menggeleng, tak mau mengubah keputusannya. Di tengah semua pilihan yang ada, hanya satu yang terlintas di pikirannya–panini. Itu satu-satunya makanan yang paling enak saat ini, tidak ingin yang lain. “Hanya itu yang ingin ku makan sekarang,” jawabnya.“Tapi akan butuh waktu lama untuk mendapatkannya. Sedangkan kondisimu sekarang?” Henry kembali mengamati wajah pucat Eva.Eva tak langsung menjawab. Dia memejamkan matanya sejenak lalu membukanya kembali dengan berkata pelan, “Aku bisa menunggunya. Asal kau yang bawakan.”Henry menghela napas panjang. Ada sesuatu dalam nada suara Eva, lemah dan lembut, membuatnya tak mampu untuk menolaknya. “Baiklah ….” Henry menyetujui, membuat wajah Eva Cerah kembali. “Aku akan meminta Ryan datang ke Millbrook untuk mencarinya.”Ekspresi Eva berubah cepat dalam hitungan detik. Dari lemah, men

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 220

    Henry membiarkan Eva membaringkan kepalanya di pangkuannya. Dia menatap wajah Eva yang tampak tenang, meski rona pucat belum sepenuhnya memudar. Momen seperti ini jarang terjadi, sikap manja Eva membuatnya tak bergerak.Jika kondisinya sekarang membuatnya lebih manja, maka Henry tak keberatan sedikitpun. Justru ada rasa senang, sesuatu yang jarang dia temui, dan kini terasa begitu berarti. Henry meletakkan ponsel di atas nakas. Niat mau menghubungi dokter dia urungkan. Bukan karena lupa, tetapi saat ini ada hal yang lebih penting. Dia menoleh ke arah Eva yang berbaring di pahanya, dan tanpa ragu dia memutuskan untuk tetap di sisinya. Tangannya membelai rambut Eva yang tergerai di pangkuannya. “Bagaimana kalau kita makan siang bersama?” katanya, sedikit menunduk agar wajahnya sejajar dengan Eva. “Aku akan meminta Rosa membawa makananmu ke dalam,” lanjutnya, suaranya pelan tapi penuh perhatian. “Atau … mau ku pesankan makanan yang lain? Apa kau ingin makan sesuatu?”Setiap perkata

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 219

    “Ada apa, Tuan? Sepertinya ada sesuatu mendesak?” Philip bertanya ketika Henry menutup panggilan teleponnya.Henry mengangguk. “Maafkan saya, Tuan Philip. Saya tidak bisa berlama-lama. Istri saya kurang sehat, saya harus segera kembali,” katanya, dengan sedikit cemas. “Lain kali, saya akan mengganti hari ini,” lanjutnya.Philip mengangguk mengerti. “Jangan khawatir, Tuan Henry. Kita masih memiliki banyak waktu. Salam untuk Istri Anda.”Begitu selesai berjabatan tangan, Henry melangkah cepat menuju lift, diikuti oleh Ryan di belakangnya. Ting!Mereka sampai di loby. Dengan terburu-buru Henry keluar meninggalkan lift.“Kau urus sisanya di kantor,” katanya, tanpa menoleh ke arah Ryan, langkahnya tetap cepat dan mantap. “Aku pulang lebih awal hari ini.”“Saya mengerti, Tuan.”Henry duduk di kursi pengemudi, menyalakan mesin mobil lalu melajukan mobilnya cepat. Dalam perjalanan pulang , pikirannya tidak tenang. Ucapan Rosa yang mengatakan istrinya kurang sehat itu terus terngiang. Pagi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status