"Mas, kenapa lemarinya bergoyang?"
"Sepertinya ada sesuatu di dalam sana, kita harus periksa," ujar Mas Adnan."Tapi sayang, kita belum selesai sampai puncaknya!" Aku mendengus mendengar ucapan Rayna, wanita itu benar-benar gatal. Di posisi seperti ini ia masih saja membicarakan tentang hasratnya, sedangkan respon Mas Adnan, dia terlihat tidak peduli dan kembali memakai bajunya lalu mendekati lemari ini. Ya tuhan, aku benar-benar takut. Bagaimana jika Mas Adnan sampai melihat kami berdua. "Mas Zayyan, bagaimana ini?" bisikku padanya. Tapi lelaki itu malah sibuk mengutak-atik ponsel miliknya. "Buat lemari ini semakin bergoyang!""Apa?" Brak! Brak! "Cit ... Cit!"Mataku terbelalak saat melihat Mas Zayyan menggoyangkan lemari dengan kuat, sambil menghidupkan suara tikus di ponselnya yang terdengar seperti ribuan tikus berkeliaran."AAA DI DALAM SANA BANYAK TIKUS!" Aku melihat Rayna menjerit histeris, Mas Adnan yang sudah mendekati lemari ini pun langsung mundur dengan wajahnya yang juga terlihat ketakutan. "Mas, di dalam sana kayaknya isinya tikus semua." Rayna menangis sembari memeluk Mas Adnan."Kenapa di hotel bintang lima seperti ini ada tikus. Ini tidak bisa di biarkan, sekarang pakai bajumu. Mas akan melapor pada menejer hotel ini!" "Mas tunggu, aku takut."***"Ayok, keluar!" ujar Mas Zayyan saat melihat mereka berdua sudah pergi. Lelaki itu menarik tanganku, ia tampak celingungan menatap ke sekeliling. Kami akhirnya bernafas lega saat sudah keluar dari sana. "Hampir saja," ucapku sembari menoleh ke arahnya. Aku melihat wajah Mas Zayyan yang terlihat begitu tenang, aku heran apakah dia benar-benar tidak merasa terluka saat melihat istrinya bercumbu dengan lelaki lain. Rasanya aku sendiri ingin sekali menyiram bubuk cabe pada wanita itu, tetapi aku menahan diri karena tahu bahwa Mas Zayyan memiliki rencana yang lebih baik.Tiba-tiba aku terkejut saat Mas Zayyan mengusap kedua pipiku dengan lembut."Sudahlah, jangan menangis lagi. Air matamu terlalu berharga untuk untuk lelaki seperti dia," katanya membuatku terpaku.Ia lalu melirik arlozinya yang sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Dengan tegas, lelaki itu kembali menarik tanganku, membawaku masuk ke dalam kamar hotel yang berbeda."Mm--Mas, kenapa kita masuk ke kamar hotel?" tanyaku dengan gugup. Mataku kembali melebar saat seorang lelaki juga masuk ke dalam kamar ini. Mas Zayyan tidak menjawab apa-apa, ia hanya tersenyum tipis lalu menghampiri lelaki itu. "Terimakasih atas kerja samanya, Pak.""Pak Zayyan, jika bukan karena Bapak adalah teman pemilik hotel ini, saya mungkin tidak akan bisa membantu Anda. Sebenarnya, tindakan seperti yang Anda lakukan tadi melanggar aturan hotel ini karena itu termasuk privasi pengunjung. Namun, karena ini adalah perintah langsung dari atasan dan dengan alasan yang masuk akal, kami akan dengan senang hati membantu Anda. "Apakah tadi mereka curiga?""Mereka sempat marah-marah, wanita tadi juga bilang akan memviralkan hotel ini. Tapi kami sudah mengatasi semuanya, mereka juga tidak curiga karna kami langsung menyuruh yang lain untuk membawa lemari itu keluar.""Terimakasih Pak, saya senang bekerja sama dengan anda," ujar Mas Zayyan sembari menjabat tangannya. "Sama-sama Pak," jawabnya sembari menoleh ke arahku. "Dia?" "Namanya Kania, dia istri dari pria yang bersama Rayna.""Wanita secantik itu diselingkuhi," ucap lelaki itu sembari terkekeh. "Yah, tapi perselingkuhan mereka ada untungnya untuk saya." Aku melebarkan mataku mendengar jawaban Mas Zayyan. Sedangkan lelaki tadi, ia juga tampak kaget. Tapi seolah enggan untuk bertanya. ***Setelah melihat kepergian lelaki tadi, Mas Zayyan menghampiriku yang masih berdiri di sisi kasur. Ia lalu mengajakku duduk dengan matanya yang terus menatap wajahku. "Benar kata lelaki tadi ... Sayang sekali, lelaki bodoh itu mencampakan bidadari sepertimu," ucap Mas Zayyan membuatku tersipu. Lelaki itu mengelus rambutku dengan lembut, entah kenapa aku begitu gugup sekarang, biasanya Mas Zayyan tidak seperti ini. Aku memejamkan mataku saat Mas Zayyan mendekatkan wajahnya padaku, tapi tiba-tiba lelaki itu seperti tersadar dan langsung berdiri. "Ma--maafkan saya, Kania. Saya tidak bisa menahan diri saya ...." Ia menyugar rambutnya dengan kasar dan wajahnya tampak terlihat penuh penyesalan."Mas, kamu tidak melakukan apapun padaku. Tenanglah!""Tidak Kania, sekarang saya bisa menahannya. Tapi nanti mungkin tidak." Aku benar-benar tertegun mendengar ucapan Mas Zayyan, lelaki itu memang tidak pernah menyentuhku. Ia selalu bilang bahwa jika dia berbuat seperti itu, maka kami sama bejatnya dengan mereka. "Sekarang lebih baik kamu tidur, saya akan pergi memesan kamar lain. Sekamar berdua seperti ini tidak baik untuk kita." "Mas tunggu," teriakku membuat Mas Zayyan yang akan pergi kembali menoleh ke arahku. "Terimakasih!" ucapku membuatnya tersenyum."Hm ... Jangan kecewakan saya, Kania. Setelah semuanya terungkap, semoga saja kamu tidak berbuat bodoh dengan tetap mempertahankan lelaki itu." Tidak Mas, sekarang aku hanya mencintaimu. Tapi, ucapan itu hanya ada di hatiku. Entahlah, aku tidak bisa mengatakan itu semua padanya. Mas Zayyan menutup pintu dan pergi keluar, meninggalkanku yang masih sendirian di kamar ini. Aku kembali tersenyum mengingat kejadian tadi, apakah malam indah mereka kembali berlanjut atau ah sudahlah, aku tidak ingin memikirkannya. Ting! Ting!Aku meraih ponselku sesaat setelah mendengar suara notifikasi yang berdering.Mas Adnan:[Sayang, sepertinya pekerjaanku dipercepat. Besok, aku akan pulang. Beristirahatlah dengan nyenyak, selamat malam.]Mas Zayyan:[Cepat tidur.]"Selamat, Pak Zayyan. Anda sudah dibebaskan, namun Anda harus tetap stay selama 24 jam karena akan menjadi saksi dalam kasus ini." Seorang polisi bersalaman dengan Zayyan setelah mengeluarkannya dari sel tahanan.Zayyan hanya mengangguk dan mengikuti polisi tersebut. Pikirannya kini terarah pada keluarganya dan istrinya yang pasti sangat khawatir tentang keadaannya."Mas Zayyan!" Kania yang melihat Zayyan datang langsung berlari ke arahnya dan memeluk lelaki itu erat. Seketika, tangis Kania pecah di pelukan Zayyan. "Mas, apakah kamu baik-baik saja? Apakah ada yang terluka? Apa polisi menyakitimu?" tanya Kania khawatir. Namun Zayyan hanya menggeleng, sambil terus menatap wajah istrinya dan menciuminya di seluruh wajahnya. "Jangan khawatir, sayang. Mas baik-baik saja!""Zayyan, Nak!" Ibu, ayah, dan yang lainnya segera menghampiri Zayyan, dan memeluknya satu per satu. Dika dan Helena, yang melihat itu, tersenyum lega. Beban yang begitu berat seketika hilang dari pundaknya."Ayo, Hele
"ARGH!" Dika mengusap wajahnya dengan kasar, penyesalan jelas terpancar di wajahnya. Sekarang, di mana dia akan menemukan mereka, apalagi membuktikan bahwa dia dan Zayyan tidak bersalah.Dika melihat sekeliling, namun tiba-tiba dia terkejut ketika seorang wanita berdiri di depannya, menatapnya dengan tajam.Dika menatap sekeliling, namun tiba-tiba ia terperanjat saat seorang wanita berdiri di hadapannya sembari menatap tajam dirinya. "Siapa kamu? Apakah kamu arwah gentayangan?" tanyanya membuat Dika langsung mengerutkan keningnya. Namun tidak terlihat raut ketakutan di wajah wanita itu, Dika yang sedang tidak ingin bercanda langsung bangkit dan hendak pergi. "Jika kamu bukan hantu, kamu pasti pembunuh itu!" Deg! Ucapan yang di lontarkan wanita itu membuat Dika langsung menghentikan langkahnya, ia kembali berbalik dan menatap datar wanita tersebut. "Apa maksudmu?" Wanita itu terkekeh pelan, ia lalu kembali mendekat ke arah Dika. "Saya tau, semenjak kejadian penemuan mayat di sini
"BAJINGAN!" Semuanya terperanjat ketika melihat Ayah Zayyan langsung menghantam wajah Dika dengan keras hingga lelaki itu terhuyung ke belakang. Rasa perih seketika menjalar bersamaan dengan darah keluar di sudut bibirnya. "Kenapa kau melakukan itu, Dika? Kenapa?" teriak Ayah Zayyan sambil memegang kerah baju milik Dika.Sela tidak bisa berhenti menangis, ia belum pernah melihat Ayahnya yang semarah itu Pada Dika. Wanita itu juga sangat terguncang, terlebih ia menganggap Dika seperti kakanya sendiri. Melihat Sela yang terus menangis, Dika tidak tahan lagi. Ia yang sedari tadi hanya diam akhirnya kembali bersuara."Karna, dia!" Tunjuk Dika ke arah Sela. "Saya tidak ingin Sela tersakiti, dan saya akan menyakiti orang yang telah menyakiti orang yang saya cintai!" Deg! Kata terakhir yang keluar dari mulut Dika benar-benar membuat mereka melebarkan matanya. Dika kembali tersenyum, ia lalu menatap ke arah Sela."Sela, saya memang yang membawa pisau itu untuk membunuh Adnan. Namun, bu
"M- Mas, aku percaya. Kamu pasti tidak melakukan semua itu!" Mendengar hal itu, Zayyan tersenyum. Ia lalu mengelus puncak kepala Kania. "Terima kasih, Sayang!" "Maaf, waktu menjenguk sudah habis!" Salah seorang polisi tiba-tiba datang dan membawa Zayyan pergi. Kania ingin mengejar, namun Dika langsung menahannya."Jangan berbuat bodoh, Kania. Jika kamu membuat keributan di sini, semuanya bisa menjadi lebih buruk!" peringat Dika dengan tegas, membuat Kania terdiam. Matanya terus menatap punggung Zayyan yang dikawal seperti tahanan. Rasanya begitu berat melihatnya dalam situasi seperti ini."Mas, aku akan mencari si pelaku sebenarnya dan membebaskanmu dari penjara," gumam Kania pelan, suara itu terdengar oleh Dika. "Ayo, Kania. Kita harus pulang sekarang!" kata Dika, Kania hanya mengangguk pasrah. Saat mereka hendak pergi, Ayah Zayyan mendekati mereka."Kania, Dika. Di mana Zayyan?" tanya Ayah Zayyan dengan wajah penuh kekhawatiran. "Tuan Zayyan telah dibawa masuk kembali, Pak. W
"Aa--adnan, bangun. Kamu ingi menipu saya 'kan? Bangun Adnan!" Zayyan terus menggoyangkan tubuh Adnan hingga darah lelaki itu mengenai tangannya, bau anyir begitu menyeruak membuatnya seketika tersadar. Dengan nafas yang tersenggal-senggal, Zayyan mengambil tangan Adnan dan merasakan bahwa urat nadinya sudah tidak berdenyut. Demi meyakinkan diri, ia kembali menempelkan jarinya di hidung lelaki itu."Tidak mungkin!" Lelaki itu seketika memejamkan mata dengan badannya yang seketika melemas, saat menyadari jika Adnan sudah tiada. Tubuh Zayyan gemetar, ia tidak tau harus berbuat apa. Terpaksa lelaki itu menelpon ambulan dan membawa jenazah Adnan ke rumah sakit. ***Di sisi lain, Kania dengan cemas menunggu Zayyan. Lelaki itu bilang akan pulang pukul sepuluh malam, namun sekarang sudah tengah malam akan tetapi Zayyan tak kunjung datang. Kania berkali-kali menghubungi ponselnya, namun tidak ada jawaban. Ia yang kesal langsung melempar ponselnya ke sembarang arah. "Mas, kamu kemana si
Zayyan tidak bisa menahan senyumnya saat melihat wajah Kania yang tampak kesal, wanita itu terus menggerutu karna tau Ibunya mendengar apa yang mereka bicarakan. "Mas Zayyan, kenapa bahas itu. Malu ih, di denger Ibu," keluhnya.Zayyan terkekeh, ia lalu mendekat ke arah Kania. "Hm, memangnya kenapa? Kan kita sudah suami istri!" bisiknya di telinga Kania. "Tapi 'kan, Mas ...."Cup! Mata Kania melebar saat Zayyan mencium bibir wanita itu sekilas, Kania yang sejak tadi tidak berhenti bicara langsung diam seketika. Kania yang sudah salah tingkah memilih untuk bangkit, namun Zayyan langsung menarik tangannya hingga badan wanita itu jatuh di pangkuan Zayyan. "Mau kemana, hm?" tanya Zayyan sambil melingkarkan tangannya di pinggang Kania. "Mas lepasin!" Kania memberontak namun Zayyan semakin mempererat pelukannya. "Diam Kania, saya masih merindukanmu," lirihnya membuat kania mengulas senyum tipis, ia yang menundukan kepala langsung mendongak menatap Zayyan. "Maafin kelakukan Mas kemari