Share

Bab 3

Aku terkekeh melihat isi pesan mereka berdua, jika dilihat seperti ini pasti semuanya akan memilih Mas Adnan dan mencurigai Mas zayyan. Tapi ternyata semuanya berbanding terbalik, yang selalu bersikap manis malah lebih lihai dalam bermain di belakang. 

Aku memejamkan mata tidak ingin memikirkan hal apapun lagi, sekarang waktunya untuk istirahat karna berpura-pura baik setiap hari juga membutuhkan tenaga. 

***

Paginya aku bangun dan langsung bersiap untuk pulang, aku tidak ingin Mas Adnan curiga jika melihatku tidak ada di rumah saat dia pulang nanti. 

Tiba-tiba terdengar suara bell pintu berbunyi, membuatku terkejut sejenak sebelum aku segera berjalan mendekati pintu. Aku yakin itu pasti Mas Zayyan yang datang.

Benar saja, saat aku membuka pintu. Mas Zayyan sudah tersenyum manis ke arahku. 

"Masuk, Mas!" 

Lelaki itu mengangguk, ia lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam. 

"Kania, kemarin saya sudah merekam pergumulan mereka. Di tambah dengan beberapa bukti yang kita kumpulkan mungkin semuanya sudah cukup buat saya untuk membongkar semua ini." 

"Aku serahin semuanya sama Mas aja." 

"Baiklah, sekarang biarkan mereka bersenang-senang beberapa hari. Lebih baik kita juga cepat pergi dari sini, hm ... Kamu mau jalan-jalan?" 

"Mas, sepertinya liburan mereka di batalkan ... Lihat ini, " jawabku sembari menyodorkan chat Mas Adnan semalam.

Mata Mas Zayyan mendelik seketika. "Apa-apaan, ini. Kita sudah jauh-jauh ke sini, dan mereka hanya seperti itu." 

Apa? Hanya. Astaga, apa Mas Zayyan tidak punya perasaan, kenapa dia seolah-olah begitu biasa melihat perbuatan mereka. Istrinya sudah berbuat hal di luar batas dan dia bilang hanya, aku curiga. Apa penyebab Mas Zayyan setenang ini, karna walaupun kita sudah tidak mencintai pasangan kita mungkin saja ada rasa sakit yang tidak bisa di jabarkan karna sudah dikhianati. 

"Kania ... Hey, kenapa kamu diam?" 

"Mas, apa tidak ada secuil pun rasa marahmu pada istrimu?" 

"Ada Kania. Saya juga begitu dendam dan kecewa, karna saya merasa direndahkan sebagai suaminya. Tapi tidak berlebihan sepertimu," ucapnya sembari mendengus. Lah, malah nyindir. 

"Sudahlah, ayo. Sebelum pulang, kita makan ke restoran  kesukaanmu." 

"Benarkah?" Mataku langsung berbinar mendengarnya. 

"Iya, ayo!" 

***

Mobil berhenti di sebuah restoran yang cukup sederhana, tapi walau begitu makanan di sini begitu nikmat. Sebagai seseorang yang dulunya hidup dengan sederhana, aku sangat menyukai makan di tempat ini. Apalagi, harganya sangat terjangkau, terutama saat aku masih menjadi seorang mahasiswa.

"Ayok!" ucap Mas Zayyan sembari menarik tanganku untuk masuk ke dalam. 

"Tunggu di sini, saya ke toilet sebentar." 

Aku menganggukkan kepala dan duduk sambil memandangi jalanan. Tiba-tiba, pandanganku tertarik pada mobil yang baru saja berhenti. 

Jantungku seketika ingin melompat saat aku melihat Mas Adnan dan Rayna keluar dari mobil tersebut.

Astaga, mengapa mereka datang ke sini? Aku menjadi panik karena berada di tengah-tengah dan kemungkinan besar akan terlihat oleh mereka. Tanpa pikir panjang, aku segera meraih buku menu dan menggunakannya untuk menutupi wajahku.

"Semoga mereka tidak melihatku."

"Kania ...."

Deg! 

Aku langsung mendongak, mataku melebar melihat Mas Adnan sudah berdiri di depanku. 

"Ma--mas Adnan, kok bisa ada di sini?" tanyaku sembari celingukan. Kenapa tidak ada Rayna, kemana wanita itu. 

"Hm, Mas ke sini ingin membelikan makanan kesukaanmu. Tapi ternyata kamu juga ada di sini," jawabnya membuatku tersenyum. Suamiku ini memang pandai mencari alasan. 

"Kenapa belum pesan, biar Mas pesankan." 

Ia lalu duduk dan mengambil buku menu yang berada di tanganku, wajah lelaki itu juga terlihat begitu santai. Ia begitu pandai menyembunyikan ekspresinya, walau ku tau dirinya terlihat mencemaskan Rayna yang pergi menghilang. 

"Pelayan," panggil Mas Adnan, sembari menatap ke sekeliling. 

Tiba-tiba lelaki itu kembali berdiri, dengan wajahnya yang berubah pucat. 

Aku yang heran melihat ekspresinya, lalu menoleh ke belakang. Seketika aku ikut terkejut saat melihat Mas Zayyan dan Rayna berjalan ke arah kami. Wajah Rayna terlihat begitu masam, berbeda dengan Mas Zayyan yang sangat tenang dengan tangannya di masukan ke kantong celana.

"Bb--bos." 

"Hallo, Adnan. Kebetulan sekali, kita bisa bertemu di sini," ucap Mas Zayan sembari tersenyum ke Arah Mas Adnan. 

"Ii--iya, Pak." 

"Ah iya, bagaimana liburan kamu?" tanya Mas Zayyan membuat keningku berkerut.

"Liburan?" tanyaku. Mas Zayyan seketika menatap lekat ke arahku, aku langsung tersenyum saat tau apa yang dia maksud. Baiklah, aku ikuti permainanmu Mas. 

"Adnan, kenapa diam saja?" tanya Mas Zayyan pada suamiku yang sudah seperti mayat hidup. 

"Mas, apa kamu membohongiku? Bukannya kamu bilang kemarin ada proyek dengan Bosmu? Lalu ... Mas, kemana kamu semalam?" cecarku dengan wajah di buat agar terlihat mencurigainya.

"Mm--mas, kemarin ...." Mas Adnan terlihat gugup untuk bicara, wajahnya pun sudah mengeluarkan keringat dingin. Aku benar-benar ingin tertawa melihatnya, ini baru permulaan Mas bagaimana nanti jika kami nanti membongkar semuanya. 

"JAWAB MAS!" 

"Aku yang mengajak Mas Adnan pergi." 

Aku menatap heran Rayna yang ikut bicara, "Apa maksudmu?"

"Kemarin, memang Pak Adnan aku perintahkan untuk membantuku membuat acara pesta untuk menyambut hari pernikahanku dan Mas Zayyan yang dua hari lagi akan berjalan satu tahun.

Iya kan, Pak Adnan? Aku sengaja menyuruhnya untuk bilang padamu bahwa bosnya yang menyuruh dia. Takutnya nanti kalo kamu tau, kamu bakal overthinkting gak jelas dan sedih semalaman," ujar Rayna sembari tersenyum padaku, senyum yang terlihat begitu sinis. 

"Iya, sayang. Yang di katakan Rayna benar, maafin Mas yah?" 

"Terus bagaimana kejutannya?" tanya Mas Zayyan, membuat mereka saling pandang. 

"Mas, semalam tuh kami cari tempat yang mewah untuk acara kita. Tapi belum dapat, malahan ada satu hotel yang ngga banget ih ... Iya, kan Pak Adnan?" tanya Rayna sembari begidik ngeri. 

"Ii--iya, Pak. Nanti saya akan mencari tempat yang lebih bagus untuk acara kalian berdua, lebih baik sekarang kita makan dulu." 

Aku berusaha mengendalikan emosiku yang terasa ingin meluap, apalagi melihat wajah Rayna yang seperti menatap remeh ke arahku. Kalian berdua memang cocok, sama-sama pandai mencari alasan. 

"Sayang, kenapa masih berdiri di situ? Ayo duduk." 

Aku menghela nafas pelan, lalu akhirnya ikut duduk. 

Seorang pelayan tiba-tiba datang, kami langsung memesan makanan sedangkan Mas Zayyan hanya diam. 

"Suaminya, mau di pesankan apa Bu?" tanya Pelayan sembari melihat ke arah Mas Zayyan yang berdiri di sampingku. 

"Samakan saja," jawab Rayna. 

"Owh, saya pikir Mbak ini istrinya." Tunjuknya ke arahku. 

"Heyy, dia istri saya!" timpal Mas Adnan. 

"Ma--maaf, saya pikir Mbak ini istrinya soalnya mereka cocok," ujar Pelayan itu membuat kami terkejut. Ah, bisa aja si Mbaknya. 

Aku melihat wajah kedua orang itu tampak begitu tidak suka, terlebih ketika Mas Zayyan tiba-tiba nyeletuk. 

"Hm, bagaimana kalau kita tukar istri saja?" tanyanya sembari tersenyum ke arah Mas Adnan, dengan ekspresinya yang merasa tidak bersalah.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Puput Assyfa
gini nih klo pasutri yg kurang bersyukur sm yg ada, dirumah udah ada yg cantik dan ganteng masih kurang puas dgn nyari yg lain. kdang selingkhan gk sebaik yg dirumah
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status