Share

Part 2 - Penolakan Angga

Sepulang dari liburan, Angga langsung mengajak Amanda untuk tinggal berdua. Dewi dan Feri menolak keras usul darinya dengan alasan takut bila Angga menyakiti wanita itu. Amanda sendiri juga sempat berpikir demikian. Namun, ia mencoba menepisnya. Yakin bahwa Angga tak mungkin bermain kasar meskipun tiap ucapannya selalu tak mengenakkan hati.

Dewi memberikan banyak wejangan supaya Angga menjaga Amanda dengan baik, wanita paruh baya itu benar-benar tak rela berpisah dengan sang menantu. Demi kemandirian ia pun harus rela membiarkan anak dan sang menantu tinggal berdua.

***

Setelah menempuh perjalan yang cukup lama, kini mereka telah sampai di kediaman milik Angga. Rumah minimalis bergaya modern dengan dua lantai. Berpagar besi berwarna hitam yang lumayan tinggi. Amanda terus mengekor di belakangnya sambil menikmati suasana rumah yang akan mereka tinggali berdua. Rumah dengan warna abu-abu yang mendominasi.

"Kamarnya cuma satu. Kamu di kamar dan aku di ruang tengah," ucap Angga dingin sambil memutar anak kunci, seperti biasa Amanda hanya mengangguk tanpa bersuara. "Aku mau membersihkan diri. Kamu beres-beres dulu. ingat! Jangan pernah merubah apa pun yang berada di ruangan ini, atau pun melepas semua foto-foto itu." Angga menunjuk beberapa bingkai foto yang berada di ruang tamu. Foto-fotonya dengan Nessa---wanita yang seharusnya menjadi istri Angga---ketika mereka masih bersama.

"Iya, tapi Angga, aku, 'kan sudah jadi is ...."

"Istriku gitu. Kamu lupa, aku menikah sama kamu, karena terpaksa Amanda," jelas Angga penuh penekanan supaya Amanda sadar akan posisinya, bahwa pria itu tidak akan pernah menganggapnya ada.

"Setidaknya hargai aku sebagai istri kamu," jawab Amanda sambil menahan tangisnya yang entah sudah keberapa kali.

Angga tersenyum remeh sambil menatap Amanda lama. "Jangan pernah berharap aku akan melakukannya, kamu tahu benar seharusnya yang aku nikahi itu siapa?" Tepat setelah mengatakan demikian, Angga pergi meninggalkan Amanda yang mulai menangis.

Amanda terduduk lemah di atas lantai, menatap nanar bingkai foto kemesraan Angga dan Nessa. "Kenapa kamu harus pergi dan melimpahkan semuanya padaku. Sekarang lihat! Bagaimana sikap Angga padaku, ia muak dan benci. Menolakku dalam hidupnya." Di hari pertama tinggal berdua Amanda sudah menangis. Bagaimana jika satu bulan lamanya. Apakah ia akan sanggup menghadapi sikap acuh Angga yang tidak pernah menghargai dirinya. Kesabarannya mulai di uji oleh tuhan. Amanda sanggup atau tidak melewati itu atau malah menyerah dan mundur.

***

Hubungan keduanya masih sama, tak ada perkembangan sama sekali. Angga sudah aktif di kantor, tetapi Amanda belum. Wanita itu meminta cuti selama satu bulan penuh dan Jadwal cutinya masih tersisa lima hari lagi. Merasa mulai bosan Amanda memutuskan untuk mengunjungi sang bunda. Sekali pun baru minggu lalu bertemu, tetapi sekarang ia merindukan wanita yang telah melahirkannya itu. Amanda memasuki area rumah sederhana milik ibundanya dengan hati bahagia. Ia rindu kepada Rania---sang Ibunda.

"Assalamualaikum, bunda, Amanda datang," ucap Amanda penuh binar bahagia. Namun, tak ada sahutan dari yang bersangkutan. "Bunda," ulangnya dan tetap sama, Rania tidak menyahuti. Mengetahui pintu tidak di kunci membuat Amanda memutuskan masuk begitu saja.

***

Amanda terus menangis di samping gundukan tanah yang masih basah, sungguh, ia benar-benar tak menyangka bahwa Rania akan meninggalkannya secepat ini. Ia menemukan Rania tak sadarkan diri di rumah, dengan perasaan kalut ia membawa wanita itu ke rumah sakit. Rupanya penyakit jantung yang selama ini di derita kambuh yang mengakibatkan anfal saat itu juga.

"Bunda ... Kenapa pergi? Amanda nggak bisa tanpa bunda, masih ingin bunda di sini. Amanda sendirian sekarang." Masih dengan tangisan, Amanda mengusap nisan sang ibunda. Selama ini hanya Rania yang ia miliki, dan sekarang wanita itu malah pergi.

Dewi memeluk menantunya penuh sayang. "Amanda nggak sendirian, ada mama sama papa dan juga Angga. Kami keluarga kamu, Sayang," kata Dewi penuh kelembutan. Memberi kekuatan kepada menantu malangnya.

"Iya, Nak. Kami juga orang tuamu, jadi jangan pernah berkata kamu sendirian," sahut Feri yang berdiri di belakang istri dan menantunya membuat Amanda tersenyum masih dengan tetesan air mata, lalu menatap Angga sekilas yang saat itu entah sedang memikirkan apa.

'Bahkan, saat aku kehilangan, sekali pun kamu nggak peduli. Aku tahu apa yang sedang kamu pikirkan, Ga. Pasti Nessa,' ucap Amanda dalam hati sambil menahan rasa sakit yang terasa kian nyata.

"Sebaiknya tinggal dengan mama-papa dulu, mama khawatir sama keadaan kamu."

"Nggak perlu, Ma. Amanda harus ikut sama Angga," tolak Amanda halus dan sesekali melirik Angga dengan ekor matanya.

"Apa Angga bisa menjaga kamu?" ucap Feri, seolah ia tahu bahwa Angga tidak mampu menjaga sang menantu dengan sangat baik. Mengingat sikap Angga pada wanita itu membuat Feri meragukan sang anak.

"Mama-Papa tenang saja. Angga akan menjaganya dengan sangat baik." Angga merangkul bahu Amanda dan berdiri di sampingnya membuat wanita itu terkejut dengan dada yang berdebar, karena pertamakalinya ia sedekat ini dengan lelaki itu. "Angga juga akan membahagiakannya," lanjutnya masih merangkul bahu Amanda dengan sebelah tangan, membuat senyum bahagia terbit di bibir Feri dan Dewi.

***

Mereka berpisah di luar pemakaman, Amanda langsung ikut Angga pulang ke rumah mereka. Sepanjang perjalanan ia terus tersenyum, teringat akan perlakuan Angga beberapa menit lalu dan juga janji pria itu.

"Jangan pernah berharap lebih tadi hanya sandiwara." Angga menoleh, menatap Amanda dengan senyum satu sudut. Senyum meremehkan karena wanita yang duduk di sampingnya telah percaya akan sandiwaranya.

"Maksud kamu apa?" Amanda benar-benar tak tahu maksud dari ucapan Angga, jangan-jangan janjinya tadi ....

"Itu hanya janji palsu, Amanda. Kamu tahu benar bagaimana sikapku terhadapmu, sampai kapan pun aku tidak akan menerimamu, A--manda Fri--sela," jelas Angga mengeja nama lengkap sang istri. Amanda terdiam, mengalihkan pandangan ke jendela mobil di sampingnya. Baru menit yang lalu ia berharap dan kini sudah dijatuhkan. Namun, dalam hati terus merapalkan do'a supaya sikap sang suami segera berubah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status