Share

4. Tidak Bisa Membayar

"Bang, ja hat banget kamu, ya. Aku sudah menggadaikan diriku, kebebasanku, dan cintaku pada pria lain, demi menutupi aib yang ditorehkan Alula.Tapi apa? Seperti ini Abang belesnya?” Aruni menatap sang suami tajam.

“Ini semua sudah menjadi konsekuensimu karena mau menikah denganku. Pernikahan ini hanya maumu, mau keluargamu, dan mamaku. Tapi semua itu bukan kemauan murni dariku. Ingat, Aruni. Jangan pernah berharap cinta karena aku nggak bisa janji ke kamu. Atau mungkin selamanya cintaku mustahil untukmu. Cintaku hanya untuk Alula. Camkan itu!”

Aruni menatap Yongki dengan napas memburu. Harga dirinya seperti diinjak-injak.

“Oh, ya? Kalau kamu nerima aku hanya demi mamamu, setidaknya hormati aku demi dia kalau kamu tidak ingin mamamu menderita. Asal kamu tahu, Bang. Kamu itu bo doh! Bisa-bisanya masih memikirkan wanita yang sudah pergi meninggalkanmu saat pernikahan. Di mana harga dirimu sebagai pria!”

“Aruni! Jangan mengajariku tentang harga diri. Lihat dirimu sendiri yang tidak punya harga diri dengan merebutku dari Alula. Jadi, diamlah!"

“Enggak. Aku nggak akan diam kalau kamu injak-injak kayak gini. Ingat, Bang. Kita sudah sah menjadi suami istri. Semua kata kasarmu bernilai dosa besar untukku. Aku pun melakukan pernikahan ini untuk menyelamatkan keluarga kita, tapi kamu tidak mau melihat dari sisi itu!”

“Sudah bisa bicara dosa? Lalu apa yang pernah kamu lakukan ke Alula itu bukan dosa?”

“Oh, sudah ngadu apa aja di ke kamu, Bang? Mamaku, aku, dan abang-abangku adalah korban dari sikap wanita tuna su*ila ibunya Alula. Alula yang berdosa karena membuat mamaku meninggal! Dosa siapa yang paling besar di sini? Katakan!” Aruni berkata sambil menangis. Sungguh, kedatangan Alula mengusik ketenteraman hidup keluarganya.

“Gara-gara kedatangan Alula, musibah di keluargaku datang. Dia itu pembu nuh mamaku!” Aruni kembali berteriak.

Yongki meraup wajah dengan telapak tangan. Ia benar-benar tidak habis pikir. Baru sehari menikah, tetapi kehidupannya seperti di neraka.

“Semua hal buruk yang kulakukan kepada Alula itu belum seberapa. Semua itu tidak bisa mengembalikan mamaku. Kamu tidak bisa ngerasain bagaimana saat papamu punya anak lain dari wanita lain. Sakit, Bang. Sakit sekali. Dan sekarang Abang berniat nyakiti aku juga? Menurut Abang, apa itu adil?” tanya Aruni.

Yongki masih diam. Selama ini, ia hanya mendengar dari pihak Alula yang bercerita kalau Aruni dan kakak-kakaknya selalu bersikap buruk. Sekarang, pria itu juga mendengar dari pihak Aruni yang merasa tersakiti karena kehadiran Alula. Keduanya sebenarnya tidak ada yang salah. Orang tua yang berulah, anak-anak yang mendapat getah. Getah den*dam yang membuat lengket dan sulit sekali hilang.

“Aku paham bagaimana perasaanmu, tapi tidak baik kalau kamu terus menyakiti Alula. Dia itu tidak salah,” ujar Yongki lembut.

“Yang istrimu aku atau Alula, sih, Bang? Aku nggak tahu apa yang dia ceritakan ke kamu, tapi tolong sedikit saja pahami sakit hatiku karena dia dan tolong jangan tambahi sakit hatiku dengan sikapmu yang suka membandingkan itu. Karena apa? Aku bisa berbuat apa saja.” Aruni keluar kamar setelah mengatakan itu.

Tangan Yongki mengepal, mendarat di tumpukan bantal. Kepalanya benar-benar terasa berat. Pria berkulit kuning langsat itu mengambil ponsel, lalu kembali menghubungi Alula. Untuk kesekian kali, ia kecewa karena hasilnya masih sama.

“Alula, apa benar kamu kabur? Atau ada sesuatu sama kamu? Aku harus bagaimana? Apa keputusanku menikahi Aruni sudah benar?” gumam Yongki.

**

Alula sudah dipindahkan ke ruang rawat inap. Ia memaksa untuk pulang, tetapi pihak rumah sakit belum mengizinkan karena kondisinya masih lemas dan tekanan darahnya masih rendah. Bukan tanpa sebab wanita itu memaksa pulang. Pasalnya, ia takut dengan biaya rumah sakit. Semua barang berharganya ada di kos-kosan termasuk ponsel dan tabungan. Alula yakin keluarga tirinya sudah mengobrak-abrik semuanya atau bahkan menyembunyikan dan membuangnya. Ia tidak tahu harus menghubungi siapa untuk meminta bantuan. Ada beberapa orang terdekat, tetapi ia tidak mau merepotkan

Pikiran Alula juga selalu tersangkut kepada Yongki. Ia sangat merindukan pria itu. Namun, tidak ada yang bisa dilakukan sekarang sebab ia tidak berdaya. Atau mungkin, Yongki sekarang memben*cinya karena tidak hadir dalam pernikahan. Kalaupun nekat, keluarga tirinya mungkin makin bertindak buruk.

“Mas, maafkan aku.” Alula bergumam.

**

 

Siang ketiga dirawat, Alula yang bosan, keluar kamar melihat taman kecil di bawah dari lantai tiga, tempatnya dirawat. Nanti sore, kemungkinan ia diperbolehkan pulang. Namun, wanita itu justru bingung harus pulang ke mana. Ke kos-kosan, sepertinya tidak dulu. Belum lagi memikirkan tagihan rumah sakit.

Saat melamun, ada seorang wanita paruh baya yang memakai hijab lebar menyapanya. “Adek sakit apa?”

Alula menoleh, lalu tersenyum. “Tekanan darah saya sangat rendah, sempat kejang juga kata dokternya.”

“Oh, semoga lekas sembuh. Rumahmu mana?”

“Saya Purwoasri, Bu.”

Percakapan keduanya makin akrab.

“Sudah kerja?” tanya wanita itu.

“Sudah, kerja buruh nyuci sambil ngasih les ke anak-anak sambil kuliah juga.”

“Masyaallah, wanita pejuang. Tapi jangan lupa jaga kesehatannya juga, Dek.”

“Iya, Bu. Ibu ke sini jenguk siapa atau lagi nunggu keluarganya yang sakit?”

“Jenguk teman pengajian. Ini saya sudah mau pulang, tapi masih menunggu anak saya jemput.”

Keduanya asyik mengobrol sebelum akhirnya terjeda karena perawat memanggil Alula untuk pemeriksaan akhir sebelum pulang. Alula pamit kepada wanita tadi.

“Sesuai dengan yang tadi Dokter katakan, Mbak bisa pulang. Ini tagihan rumah sakitnya, ini resep nebus obat di apotek. Mbak kemarin datang tanpa identitas, jadi kami masukkan pasien umum. Tidak ada KTP dan tanda pengenal untuk mengecek apa Mbak masuk daftar peserta BPJS atau tidak, jadi sampai pulang tetap masuk pasien umum. Mbak lunasi dulu pembayarannya, baru nanti dilepas infusnya. Atau mau menghubungi keluarga, monggo bisa menggunakan telepon rumah sakit atau pinjam ponsel punya saya,” jelas perawat.

Alula menerima slip tagihan perawatannya. Jumlahnya lumayan banyak menurutnya. Bahu wanita ayu itu terkulai.

“Saya tidak punya keluarga, Sus. Dan saya dirampok. ATM, KTP, dan semuanya entah ke mana. Tapi saya punya kalung emas ini. Apa ini bisa?” tanya Alula sambil memperlihatkan perhiasan emasnya yang tadi sempat dilepas.

“Kalau masalah itu, coba ke bagian administrasi saja, Mbak. Saya kurang tahu masalah itu. Baju Mbak juga sudah bersih, silakan kalau mau ganti.”

Alula menelisik baju yang dipakai. Baju khas rumah sakit dengan hijab ala kadarnya. Ia lalu mengangguk. Tagihan yang tertera juga mencantumkan laundry beberapa baju yang sempat dipakainya.

“Baik. Terima kasih, Sus. Saya mau ganti baju dulu, baru nanti ke bagian administrasi.”

Perawat mengangguk. Sementara Alula ke kamar mandi untuk berganti pakaian.

Alula berjalan dengan membawa infus yang masih terpasang di punggung tangan. Hanya saja, infusnya sudah tidak menetes. Wanita itu berjalan menuju bagian administrasi dengan lesu.

Hidup sebatang kara nyatanya sangat sulit. Alula belum pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya. Ini pengalaman pertama dan ia berharap menjadi yang terakhir.

Tiba di bagian administrasi, Alula duduk dengan wajah lesu menunggu giliran. Administrasi bagian pasien BPJS dan pasien umum berbeda. Pasien umum antrean tidak sebanyak pasien BPJS. Wanita itu kembali memperhatikan orang-orang. Ia merasa iri karena para orang sakit pasti didampingi keluarga. Tidak seperti dirinya.

Giliran Alula tiba.

“Bu, kalau saya membayar dengan kalung emas, anting, dan cincin saya bisa nggak?” tanya Alula sambil memperlihatkan perhiasan yang dilepas dari badannya.

“Mohon maaf, Mbak. Tidak bisa. Apa pun alasannya, tidak bisa membayar pakai barang. Harus pakai uang.”

Alula menatap petugas administrasi sendu. “Tolong, Bu. Saya tidak punya apa-apa selain ini.”

Petugas administrasi menghela napas panjang, lalu mengembuskan kasar. "Tetap tidak bisa."

"Saya tidak punya uang. Saya tidak bisa membayar rumah sakit selain dengan ini," ujar Alula sambil menunduk.

“Apa kamu benar-benar tidak bisa membayar rumah sakit?” Suara seseorang menginterupsi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status