Share

5. Wanita Asing

Author: Zuya
last update Last Updated: 2023-10-27 21:12:45

“Maaf, Dek. Saya tadi mendengar percakapan kalian,” sambung suara itu. Alula menatap orang itu tidak enak dengan mata berembun.

“Berapa tagihan rumah sakitnya? Biar saya bayar. Sekalian punya Bu Sulastri pasien di ruang Mekah 2,” sambung orang itu, berbicara kepada petugas administrasi.

“Ta-tapi.” Alula terbata-bata mengucapkannya.

“Sudah, nggak apa-apa.”

“Saya bisa menghubungi teman atau kerabat saya. Tidak perlu dibayarkan.”

“Kelamaan. Kamu diam dan tenang saja, biar saya urus.”

Alula bingung harus bersikap. Bahagia sebab ada yang menolong, atau sungkan karena tidak mengenal orang yang berniat menolong itu, atau justru malu karena terlihat sangat memprihatinkan?

Sekiranya tadi Alula akan menghubungi temannya dengan meminjam ponsel perawat untuk meminta tolong membayarkan tagihan rumah sakit via Me**nger karena perhiasannya tidak bisa dibuat untuk membayar. Namun, belum sempat dilakukan, sudah ada orang itu yang datang menawarkan pertolongan.

Alula menatap orang itu dan perhiasan di genggamannya. Orang itu dan petugas administrasi bercakap sebentar, lalu orang tersebut mengeluarkan kartu. Per sekian menit, pembayaran pun berhasil. Bukti pembayaran juga sudah diterima. Alula hanya menatap tanpa bisa berkata apa-apa. Kaca-kaca di matanya pecah, membentuk lelehan air mata yang berderai di pipi.

“Ayo balik ke kamarmu dulu, biar infusnya dilepas.” Orang itu menatap Alula sambil tersenyum.

Saat orang itu berdiri, Alula ambruk di kaki orang tersebut. Di ruang administrasi yang lumayan ramai, ia menangis tersedu-sedu sambil terus memeluk kaki orang yang dianggapnya malaikat penolong hari ini.

“Terima kasih, Bu. Terima kasih. Saya berhutang banyak sama Ibu.”

“Heh, apa-apaan ini? Ayo berdiri, Dek.” Wanita yang sama saat bercakap-cakap dengan Alula di depan kamar rawat inap tadi, menyuruh Alula berdiri.

Alula menggeleng. “Kita tidak saling kenal. Kenal pun hanya sebatas tadi, tapi kenapa Ibu mau membantu saya?”

“Bukankah sesama muslim harus saling membantu? Sudah, ayo berdiri. Malu dilihat orang banyak.” Orang itu membantu Alula berdiri dan menggandengnya menuju kamar rawat inap sebelumnya.

Sepanjang berjalan, Alula menangis. Air matanya jatuh begitu saja.

“Bu, saya berhutang banyak sama Ibu. Ibu orang yang sangat-sangat baik,” ujar Alula.

“Sudah, jangan nangis terus. Malu sama umur.”

“Kenapa Ibu mau menolong saya? Kenapa Ibu bersedia membantu saya padahal tagihan rumah sakitnya sangat banyak?” Pertanyaan itu diulang-ulang.

Wanita penolong itu berhenti, lalu menatap Alula lembut. “Apakah sebuah pertolongan membutuhkan alasan? Kalau butuh alasan, namanya pertanyaan.”

Orang itu lantas tertawa. Alula ikut tertawa meski air matanya tidak jua berhenti menetes.

“Bu, terima kasih. Terima kasih banyak.”

"Iya, sama-sama."

Keduanya lalu berjalan kembali ke ruang inap Alula sambil bercakap-cakap ringan.

“Sus, tolong infusnya segera dilepas, ya. Biar putri saya ini bisa segera pulang.” Orang itu berbicara dengan perawat ruang jaga.

“Baik, Bu. Nanti saya ke ruangannya.”

Putri? Sebuah panggilan yang membuat tangis Alula kian kencang. Tidak ada orang asing begitu baik yang dikenal Alula sebelumnya, selain wanita asing ini.

Wanita asing itu entah disebut terlalu baik atau kelewat bo*doh karena mau membiayai rumah sakit yang nominalnya bisa dibilang tidak sedikit kepada Alula, orang yang sebelumnya hanya dikenal secara sekilas.

Tiba di kamar, Alula didudukkan di ranjang. Orang itu memegang kedua lengan Alula. “Siapa namamu, Dek?”

“Saya Alula, Bu. Saya bersaksi Ibu ini orang yang sangat baik. Tolong terima perhiasan receh saya ini. Sa-saya juga minta kartu nama Ibu. Kalau saya sudah punya uang, saya akan mengganti uang Ibu.” Alula mengambil tangan dan meletakkan di telapak tangan wanita tersebut.

“Husst, kamu ini ngomong apa utang utang. Saya Nur, panggil Tante atau Ibu, silakan. Simpan saja perhiasanmu, anggap pertolongan saya tadi salam perkenalan saja. Berbicara sama kamu sekilas tadi, cukup membuat saya jatuh hati sama kamu. Kamu itu cantik, baik, mandiri, pekerja keras.” Nur mengembalikan perhiasan Alula.

“Enggak, Bu. Tolong diterima. Ibu baru kenal saya, tapi bisa mengeluarkan uang banyak untuk saya. Apa Ibu nggak takut kalau ternyata saya orang jahat?”

Nur malah tertawa. Ia duduk di samping Alula.

“Orang jahat atau bukan, kalau ada yang sedang butuh bantuan, kita wajib membantu. Bukankah begitu? Lagi pula, kamu tidak bertindak kurang ajar sama saya. Jadi, saya menganggap kamu bukan orang jahat."

“Di antara manusia egois yang ada di bumi, ternyata Allah masih menyisakan orang berhati suci seperti Ibu. Bu, boleh saya minta peluk?”

Nur mengangguk, lalu memeluk Alula. Tangis Alula kian pecah di bahu Nur.

“Saya tidak bisa berbuat banyak selain ucapan terima kasih untuk saat ini. Saya berdoa semoga Ibu selalu sehat dan rezekinya diganti oleh Allah dengan berkali lipat. Tapi saya janji akan mengganti uangnya jika saya punya uang nanti.”

Nur hanya mengusap punggung Alula sayang.

"Cukup pikirkan kesehatanmu dulu. Nggak usah mikir hal aneh lain."

Keintiman mereka berakhir saat perawat masuk.

“Permisi, Bu. Saya akan melepas infus.”

Nur mengurai pelukan, sedangkan Alula menghapus air mata yang berderai di pipi.

“Iya, Sus. Silakan,” ujar Nur.

“Bu, pokoknya Ibu harus nerima perhiasan saya. Anggap ini sebagai jaminan. Nanti sewaktu-waktu akan saya ambil kembali sambil melunasi utang saya. Karena kalung ini, barang berharga peninggalan ibu saya.” Alula kembali meletakkan perhiasannya di telapak tangan Nur.

“Alula, jangan kayak gini.”

“Kalau Ibu nolak, saya juga bakal menolak dilepas infusnya. Biar kayak gini terus sampai saya pulang. Atau saya lepas sendiri saja.” Alula hampir melepas jarum infus sendiri.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tunangan Direbut Paksa, Diincar Pria Buruk Rupa   117. Kebahagiaan Bertumpuk-Tumpuk

    Alula mengesot menuju pintu, lalu membuka pintu itu sedikit kesusahan.“Tolong. Perutku sakit sekali,” ujarnya sambil menangis ketika tubuhnya sudah mencapai luar. Kebetulan ada orang yang lewat. Setelah itu, Alula tidak sadarkan diri.**Alula mencoba membuka mata. Ia merasa tubuhnya sakit semua. Wanita itu mendesis.“Alhamdulillah, kamu akhirnya sadar juga, Nak. Apa yang kamu rasakan? Bentar, Ibu panggil perawat.” Nur memekik.Alula meraba perut sambil menangis.“Apa anakku masih selamat, Bu?” Alula balik tanya.“Alhamdulillah masih selamat.” Sebuah suara menyahut, membuat Alula memalingkan wajah.Alula terus menangis. Wajahnya masih melengos, enggan menatap pemilik suara itu.Sementara Nur sudah pergi dari sana, mencari perawat untuk melaporkan Alula sudah sadar.Lutfan menyentuh tangan Alula yang tidak terpasang jarum infus, mengecupnya lembut. “Jangan pergi tanpa pamit kayak gini lagi, Sayang. Mas rasanya mau ma*ti.”Alula berusaha menarik tangannya, tetapi tidak berhasil. Air ma

  • Tunangan Direbut Paksa, Diincar Pria Buruk Rupa   116. Sakit-Sakitan

    Kehamilan yang dijalani Alula di trisemester pertama tidaklah mudah. Wanita itu mengalami morning sickness parah hingga berkali-kali masuk rumah sakit. Lutfan dengan setia dan sabar mendampingi sang istri.“Sayang, maaf sudah membuat kamu kayak gini,” ujar Lutfan sambil menyuapi Alula di rumah sakit.Ini sudah kesekian kali Alula dirawat di rumah sakit karena tubuhnya sangat lemas. Badannya pun makin mengurus.Pria itu pulang hanya untuk mandi dan ganti pakaian. Ia menghabiskan waktunya di rumah sakit setelah mengajar.“Nggak apa-apa. Aku menikmati masa-masa ini. Bukankah Allah memberi seribu kebaikan dan menghapus seribu keburukan pada wanita hamil?”Lutfan tersenyum.“Udah, Mas, enek.”Lutfan pun menyudahi suapan.“Aku yang minta maaf karena selama beberapa waktu ini, aku nggak bisa memenuhi kebutuhan biologis Mas.”Alula tahu betul kalau suaminya itu memiliki na*su yang menurutnya tinggi. Entah memang semua pria seperti itu atau tidak, Alula juga tidak tahu. Saat belum sakit dulu,

  • Tunangan Direbut Paksa, Diincar Pria Buruk Rupa   115. Hujan Cinta

    “Kami sudah resmi bercerai. Ini keputusan terbaik. Daripada kami saling menyakiti,” jawab Yongki sendu. “Jadi pernikahanmu benar-benar tidak bisa lagi dipertahankan?” Yongki menggeleng. “Sebenarnya bisa, Bung. Kamu saja yang tidak mau berusaha. Aruni itu wanita baik. Buktinya, dia tidak meninggalkanmu saat kamu dipenjara kemarin. Dalam pernikahan itu, yang penting ridho orang tua. Orang tuamu yang kulihat sangat menyayangi Aruni. Itu awal yang baik. Jungkir balik kamu mencintai seseorang kalau orang tua nggak ridho, nggak bakal berkah.” Lutfan sedikit mengingat ke belakang. Saat ibunya sudah rida, ia langsung bisa bertemu Alula. “Kamu bisa bilang seperti ini karena kamu menikahi Alula atas dasar suka, bukan terpaksa. Berat, Bung, rasanya berusaha mencintai. Aruni beda dengan Alula. Ibaratnya siapa pun yang dijodohkan paksa dengan Alula, pasti mudah jatuh cinta. Kalau Aruni, harus sabar menghadapi sikap buruknya. Kamu mau nyoba? Ayo tukeran istri.” Lutfan terkekeh. “Gila, enggak

  • Tunangan Direbut Paksa, Diincar Pria Buruk Rupa   114. Maaf

    “A-aku alhamdulillah baik,” jawab Alula gugup.Yongki mendekat. Namun, sebelum sampai di hadapan Alula, wanita itu memilih berlalu dari sana. Alula tidak ingin suaminya salah paham jika memergokinya.Alula kembali ke ruang tamu, duduk di samping Lutfan. Yongki menyusul setelahnya.Acara di sana adalah makan bersama. Alula juga belum tahu apa maksud Jasman melakukan itu.“Aku masih bingung ini ada apa,” bisik Alula pada sang suami.“Sama. Tapi Bu Jannah kayaknya sangat bahagia,” sahut Lutfan sambil menyuapi istrinya.“Trus katanya Aruni sama Mas Yongki mau cerai, tapi kenapa masih datang berdua ke sini?”“Mungkin sudah rujuk. Kenapa memangnya? Kamu cemburu?”“Dih, sorry. Suamiku lebih menggoda dan lebih menggigit daripada mantan.”Lutfan tergelak sampai tersedak. Alula memberinya minum.“Makanya, Mas, kalo makan jangan sambil ngomong.”“Kamu yang mulai.” Lutfan kembali menyuapi istrinya.Pandangan beberapa mata bergantian menyaksikan mereka.Setelah makan-makan dan membereskan sisanya,

  • Tunangan Direbut Paksa, Diincar Pria Buruk Rupa   113. Apa Kabar?

    “Bagian ini yang harus kamu revisi, Sayang. Bolak-balik Mas ingatkan. Jangan asal tulis. Buka buku, cari referensi yang lebih segar, yang lebih bermutu. Jangan itu-itu mulu,” omel Lutfan suatu hari saat membimbing skripsi sang istri di gazebo.Setelah sekian lama skripsi mangkrak, kini Lutfan memaksa Alula menggarapnya lagi.“Udah aku revisi, Mas. Emang Mas aja yang sensi banget sama aku. Disalahin terus. Benerin sendiri, kek. Jangan marah-marah mulu.” Alula tidak mau kalah.“Benerin itu perkara mudah. Skripsi ini anggap saja sebagai senjata. Kamu harus tahu asal-usul dan seluk-beluk senjatamu sampai kamu benar-benar paham. Apa kelemahannya, apa kelebihannya, kenapa begini, kenapa begitu, kamu harus tahu. Jadi, ketika perang nanti, kamu bisa memakai senjata ini sebaik-baiknya. Ketika ada serangan tiba-tiba dalam bentuk apa pun, kamu siap karena sudah menguasainya. Kamu paham, kan, maksud Mas? Perang yang dimaksud adalah ketika sidang skripsi nanti.” Lutfan mode serius.“Bu, Mas–“Belu

  • Tunangan Direbut Paksa, Diincar Pria Buruk Rupa   112. Menangislah

    Lutfan membawa Alula dalam dekapan. “Sudah, Sayang, jangan diteruskan.”“Beruntung saat itu aku nggak dibuang sama Pak Jasman, tapi dititipkan di panti Bu Jannah. Setidaknya bapak saat itu masih punya nurani. Atau mungkin sebenarnya dia sudah punya ikatan batin denganku, tapi tidak mau mengakui atau lebih tepatnya menepis perasaan itu. Mungkin beliau sudah tahu aku ini anak kandungnya, hanya saja situasinya sangat tidak tepat. Coba kalau aku dibuang, mungkin aku jadi anak jalanan.”“Sayang, sudah. Jangan dibahas hal yang sudah lalu.”“Dari Bu Jannah, baru aku mendapatkan kasih sayang. Di panti, barulah aku merasa menjadi manusia seutuhnya. Temanku banyak, kadang uangku santunan juga banyak. Uang yang tidak pernah kudapat langsung dari ibu atau budhe. Tapi bagaimanapun juga, aku tetap merasa hampa. Kasih sayang Bu Jannah nyata, tapi tetap saja kadang suka iri melihat teman di sekolah bahagia bersama keluarga kandung mereka.”Alula meraup banyak oksigen, lalu mengembuskan panjang.“Labe

  • Tunangan Direbut Paksa, Diincar Pria Buruk Rupa   111. Pemb*nuh Kecil

    Alula lantas menuju ruang Lutfan setelah membayar makanannya. Dengan langkah tergesa-gesa, ia berjalan dengan degup jantung menggila.“Assalamualaikum.” Alula masih berusaha formal. Ia mengetuk pintu sambil mengucapkan salam.“Waalaikumussalam. Masuk!” titah Lutfan.Alula pun masuk. Lutfan melihat sekilas siapa yang datang.“Kunci pintunya, Sayang.” Lutfan kembali fokus pada layar laptop.Alula mengernyit. “Kenapa?”“Udah, tutup aja.”Alula pun menurut, mengunci pintu. Ia lalu berjalan dan duduk di hadapan sang suami.“Mas dapat kabarnya kapan?”“Barusan. Ini kamu buka coba WA-nya.” Pria berkacamata itu mengeluarkan ponsel dari saku. Sementara fokusnya pada laptop belum beralih.Alula mengulurkan tangan.“Ke sini, Sayang. Nggak sampai.”“Sampai, Mas aja yang nggak serius.”“Ke sini!”Alula berdecak, lalu bangkit menghampiri Lutfan. Tiba di dekat sang suami, Lutfan memundurkan kursi, lalu menarik tubuh Alula dalam pangkuan. Pria itu meletakkan ponselnya di meja.Alula langsung memekik.

  • Tunangan Direbut Paksa, Diincar Pria Buruk Rupa   110. Mendadak Artis

    “Sayang, ayo skripsinya dilanjut,” ucap Lutfan suatu hari ketika melihat Alula asyik dengan ponsel tengah duduk di ranjang.“Ini juga lagi berusaha lanjutin, Mas.” Alula belum mengalihkan pandang dari ponsel.“Apaan? Hapean gitu.” Lutfan mendekat.“Semua naskah skripsiku emang ada di ponsel. Aku, kan, nggak punya laptop.”“Kenapa nggak bilang dari dulu? Ya udah, sana pakai punya Mas.”“Serius?”“Huum.” Lutfan mengambil paksa ponsel Alula, lalu meletakkan di nakas.“Sini biar Mas kasih sesuatu dulu yang bikin kamu semangat.” Lutfan menatap Alula nakal.“Gini amat nasibku jadi mahasiswi. Harus melayani dosennya dulu. Boleh nggak, aku nyebut Mas itu dosen c*bul?”Lutfan tertawa. “Apa saja sebutanmu, Mas terima.”“Tapi janji kalo aku lanjutin, jangan banyak revisi. Kalaupun ada revisi, tolong Mas perbaiki langsung, trus ACC biar aku lekas sidang.”“Bisa dibicarakan.”Maka terjadilah yang terjadi.“Kapan aku wisuda, Mas. Kalau mau serius dikit aja kamu tubruk,” protes Alula setelah ibadah

  • Tunangan Direbut Paksa, Diincar Pria Buruk Rupa   109. Hujan Cinta

    Jasman, Aruni, dan Adi sikapnya berubah. Tidak sebenci dulu. Mereka merasa bersalah dan jatuhnya malah malu sendiri dengan kelakuan mereka yang pernah dilakukan pada Alula.Alula merawat mereka seperti tidak ada masalah apa-apa sebelumnya. Mereka juga tidak menolak dirawat, tetapi terkesan canggung.“La, aku minta maaf,” ujar Aruni tiba-tiba saat Alula membantunya berganti pakaian di kamar mandi. Aruni mengalami luka lecet lumayan luas di punggung dan lengan. Itu membuatnya kesulitan memakai baju sendiri.“Iya, aku juga minta maaf.”“Sebenarnya, kami pas kecelakaan itu mau mengacaukan resepsi pernikahanmu. Dari pagi kami mencari informasi di mana resepsimu dan baru dapat info malamnya setelah melihat unggahan pernikahanmu yang viral. Kami ingin mengatakan pernikahanmu tidak sah karena tidak memakai wali nasab di hadapan tamu. Tapi Allah menghentikannya.”Gerakan Alula berhenti. Namun, sesaat kemudian kembali meneruskan kegiatannya.“Aku tahu kamu bakalan syok mendengar semua ini. Tapi

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status