“Alula! Kamu masih hidup ternyata!” lanjut pria itu.Alula menoleh dan saat itu juga, sebuah undangan dilemparkan ke wajahnya. Wanita itu terpejam sambil mengatur napas.“Datanglah ke resepsi pernikahan Aruni dan Yongki. Kalau kamu nggak datang, berarti kamu pecundang, cemen,” ledek Adi.“Tadi aku ke sini mau ngundang pemilik kos-kosanmu. Sebagai bentuk rasa terima kasih karena sudah berkenan ketika kusuruh mengusirmu, tapi ternyata kamu ada di sini. Ya udah, undangannya buat kamu aja,” lanjut pria pemilik sebuah bengkel sepeda motor tersebut.Alula masih diam. Ia menunduk, menatap undangan itu. Undangannya dan Yongki sudah selesai dicetak dan sudah disebar, tetapi sekarang ia menerima undangan baru atas nama wanita lain sebagai pendamping Yongki.Alula baru tahu kalau Aruni benar-benar sudah merebut sang tunangan darinya. Lalu bagaimana caranya nanti mengatakan kalau pernikahannya dan Yongki telah batal padahal undangan sudah disebar? PR berat untuk Alula.Pandangan Alula kosong. Ia
Bangunan yang didatangi Alula adalah panti asuhan. Di bangunan itulah, ia merasa dimanusiakan oleh manusia. Di situ, ia mendapatkan kasih sayang meski bukan dari kerabat. Sementara yang tersambung darah, tidak pernah terasa dekat.Alula ambruk di bawah kaki Jannah, ibu asuh sekaligus pemilik panti.“Alulaa, bangun, Nak. Jangan kayak gini. Ada apa?” Jannah mencekal lengan Alula, memintanya bangkit. Ia menatap koper yang dibawa Alula dengan perasaan bingung.Alula menggeleng, terus menangis, dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.“Bukannya beberapa hari lalu kamu baru nikah? Apa suamimu menyakitimu? Mengusirmu?” tanya Jannah yang sudah diberitahu sebelumnya tentang pernikahan Alula. Namun, tidak diminta menjadi saksi pernikahan.Tangis Alula kian kencang. Bukan, bukan Yongki yang menyakitinya, tetapi ia yang mungkin telah menyakiti pria yang selama ini begitu baik dengannya tersebut. Wanita itu tidak bisa membayangkan seperti apa ekspresi kecewa yang ditunjukkan Yongki jika n
Yongki hanya melihat sekilas ketika sang istri menggoda. “Bang.” Aruni mendekat, mengalungkan lengan di leher sang suami. “Ini masih siang, Run.” Yongki melepaskan tangan Aruni ketika wajah wanita itu mendekati wajahnya. Yongki paham, Aruni akan menciumnya. “Dari kemarin kamu terus mengabaikanku. Kenapa? Apa kamu masih kepikiran Alula?” Aruni meraba dada sang suami lembut. Ya! Yongki ingin berteriak kata itu di hadapan Aruni. Namun, ia tahan demi menjaga perasaan sang istri. Ia mencoba bersabar menghadapi Aruni. Menghapus pahatan perasaan tidak semudah menghapus tulisan di atas tanah. Ada pepatah yang mengatakan cinta bisa tumbuh pada pandangan pertama, tetapi melupakannya tidak semudah membuka mata. “Aku mau ada urusan. Mau mandi bentar, nanti mau ke laundry daerah Jalan Hayam Wuruk. Katanya, di sana setrikanya rusak.” Yongki beralasan. Ia mendorong pelan tubuh Aruni, lantas berjalan menuju lemari. Aruni kembali memeluk Yongki dari belakang. “Sentuh aku, Bang. Aku pasrahkan dir
Alula menunduk, berusaha abai dengan kedatangan Yongki. Ia mengikat kuat kasur busanya dengan tali rafia sampai tangannya terasa panas. Ia lampiaskan kekesalan, kekecewaan, dan sedihnya pada tali tersebut. Satu bulir air matanya lolos dan dihapus kasar. Ia belum berani menatap pria itu.“Harusnya aku marah sama kamu, memakimu. Tapi aku nggak bisa. Aku takluk dengan perasaanku sendiri saat melihatmu. Katakan, apa salahku sampai kamu menghilang kemarin?” Yongki kembali mencecar.Alula mempercepat berkemasnya. Semua buku sudah dimasukkan ke koper. Tinggal mengikat kasur agar mudah diboncengnya.“Alula, jangan diam saja!” Kali ini, suara Yongki meninggi. Ia mencekal lengan Alula, tetapi lekas ditepis kasar.“Lalu aku harus apa selain diam? Lalu aku harus apa saat keluarga tiriku menyuruhku pergi, membuangku sampai aku sekarat. Kamu malah menikahi orang yang selalu membuat hidupku menderita. Kamu pikir aku harus apa?” Sesuai perkataan Jannah, Alula memilih jujur.“Alula, apa maksudmu? Kamu
Alula tertawa sumbang.“Nggak ada kata cemburu pada suami orang dalam kamus hidupku. Pulanglah! Aku nggak mau ada masalah karena kamu ada di sini. Kalau Aruni atau keluargamu sampai tahu, aku yang kena!”“Anggap ini bantuanku untuk yang terakhir. Setelah ini, sesuai permintaanmu, aku akan jadi suami yang baik untuk Aruni. Apa kamu puas?”Tanpa memedulikan raut wajah tidak suka dari Alula, Yongki menurunkan kasur dan memasukkannya ke gedung panti. Mau tidak mau, Alula mengekor.“Loh, ada Yongki?” Jannah yang baru datang dari dalam rumahnya, memicing ketika melihat ada pria itu di sana.Yongki tersenyum, menghampiri Jannah setelah menurunkan kasur, dan mencium tangan wanita paruh baya itu takzim.“Tadi kebetulan ketemu Alula di kos-kosannya. Lihat dia bawa barang banyak, nggak tega. Makanya aku ikuti sampai sini,” tutur Yongki tanpa diminta.Jannah hanya manggut-manggut. "Ibu kira kalian memamg janjian ketemuan.""Enggak, Bu."Sementara Alula berdiri di ambang teras gedung panti dengan
Aruni malah tertawa. “Laporkan, ayo laporkan ke polisi. Ada bukti? Ada saksi?”Yongki tersenyum miring. “Tidak perlu saksi atau bukti. Alula sebagai korban sudah cukup untuk menjebloskan kalian ke penjara! Kalian benar-benar licik! Pernikahan kita ini tidak sah! Aruni, aku men–”“Yongki, Aruni, kenapa kalian ribut-ribut?” Rohima yang tidak sengaja mendengar pertengkaran itu, menegur.Ucapan talak yang hampir diucapkan Yongki terputus.“Ma, Bang Yongki jahat! Dia baru pulang malam-malam begini gara-gara habis nemuin Alula.” Aruni berlari ke arah Rohima dan memeluk mertuanya itu sambil terisak.Meski baru kenal, Rohima memang sangat menyukai Aruni karena merasa sang menantu asal-usulnya jelas dan dari keluarga cukup terpandang. Tidak seperti Alula yang berasal dari wanita perebut suami orang.“Ki, benar apa yang dikatakan istrimu?”“Separuh benar dan setengahnya salah,” jawab Yongki.“Mama nggak mau lagi kejadian kayak gini terulang. Ini baru beberapa hari kalian nikah, tapi kamu sudah
“A-apa? Ni-nikah?” Alula mengucapkannya dengan terbata-bata.Wanita itu kembali menelisik pria di samping Jasman yang terlihat sebagai pria tidak normal. Pria asing itu tersenyum-senyum tidak jelas kala menatap Alula.Yongki tidak kalah syok. Ia sebenarnya ingin memaki sang mertua karena menjodohkan Alula dengan pria aneh seperti itu. Namun, ia menahan diri. Bagaimanapun juga, ia harus hormat pada yang lebih tua. Ia akan mencari cara untuk melindungi Alula agar perjodohan tidak akan terjadi.“Pa, aku setuju banget kalo Alula nikah sama pria ini. Siapa namanya?” tanya Aruni antusias.“Namanya Sandy. Sandy, sapa Alula,” ujar Jasman.Sandi mengangsurkan tangan. “Hai, namaku Sandy.”Dengan tangan gemetar dan mata berkabut, Alula hanya menyatukan kedua telapak tangan di depan dada. “Alula.”Kenyataan kalau ayahnya menjodohkannya dengan pria ini, lebih mengiris hati daripada melepaskan Yongki. Ayahnya begitu tega.Tanpa membuang banyak waktu, Alula memilih bangkit dan ingin pergi sejauhnya
Di perpustakaan, Alula mencari tempat paling sudut. Ruangan itu sudah seperti gudang yang sangat sepi. Hanya ada beberapa orang termasuk penjaga perpustakaan, yang bisa dihitung dengan jari.Alula mengambil asal satu buku, lalu meletakkannya di atas meja. Ia menyenderkan kepada pada dinding, lalu memulai ritualnya. Ritual menangis. Bukannya dibaca, buku itu hanya untuk menemaninya saja.Alula yang saat itu sudah cukup mengerti dengan yang terjadi, masih ingat ketika Jasman membawanya ke panti asuhan yang jauh dari kota tempat tinggal pria tersebut. Alula ditinggal di sana, di panti asuhan negeri yang pengelolanya adalah Jannah.Ketika Lebaran pun, Alula tidak pernah ingin mendatangi rumah Jasman. Pun pria itu tidak lagi peduli.“La, uang santunan dari orang-orang bisa kamu belikan baju Lebaran,” ujar Jannah kala itu.“Enggak, Bu. Aku simpan aja buat ditabung. Pengen beli sepeda, biar nggak jalan kaki kalau sekolah,” tolak Alula kecil.Setelah mengumpulkan beberapa waktu, sepeda akhirn