LOGIN"Aku mau kasih kabar kalau sabtu ini aku sama Pak Andreas akan menikah."
Suasana seketika hening ketika Vania memberikan kabar tentang pernikahannya dengan Andreas, ditambah keberadaan Andreas yang duduk disampingnya. Mereka memutuskan berbicara dengan tim HR mengikuti saran Zafran dan sebenarnya Andreas juga memberikan usul yang sama."Kenapa pada diam?" Vania menatap mereka satu per satu "Kalian takut ada Pak Andreas disini makanya diam?""Sabtu ini?" Putri yang membuka suara terlebih dahulu, Vania menganggukkan kepalanya "Kamu nggak...maaf, pak." Putri menghentikan kalimatnya setelah menyadari keberadaan Andreas.Andreas tersenyum tipis "Nggak hamil, Vania menikah dalam keadaan nggak hamil. Kalian pastinya sudah tahu kalau kita berdua menjalin hubungan, bahkan jauh sebelum kasus Aulia. Kita sudah yakin akhirnya memutuskan menikah.""Kenapa diam-diam? Kenapa lainnya nggak dikasih tahu? Atau undang mereka, maksudnya biasanya ada peray"Cik Fifi datang langsung ke ruang produksi, Pak Isa bingung harus ngapain karena memang nggak ada arahan." Vania menghentikan gerakannya meletakkan tas, menatap Titik yang cerita dengan semangat ke Putri "Kapan datang, bu?" "Sore pas kita semua udah pulang. Pak Andreas nggak dihubungi?" Vania menggelengkan kepalanya mengingat mereka berdua di apartemen setelah pulang kerja "Pak Fandy kesini dan langsung bawa Cik Fifi pulang, dipegang sama dua cowok.""Pakai seragam, bu?" tanya Putri.Titik menggelengkan kepalanya "Pakaian biasa, mungkin sengaja begitu agar kita nggak mikir yang aneh-aneh." Pembicaraan tentang Fifi terhenti ketika Zafran masuk kedalam ruangan dengan tatapan tegasnya, mulai mengerjakan pekerjaannya masing-masing. Semua itu bukan karena kedatangan Zafran, melainkan memang mereka sadar dengan pekerjaan dan tanggung jawab masing-masing.Zafran keluar ruangan dengan ekspresi serius, pekerjaan mereka terhenti tapi t
"Pak Gun masuk di restoran baru? Asistennya Chef Edwin?" "Katanya sih begitu." Vania memilih jawaban aman.Berita tentang restoran lama yang akan buka kembali gagal sudah di dengar satu kantor, mereka semua bertanya-tanya tentang alasan sebenarnya. Ketidakhadiran Fifi di perusahaan semakin membuat orang berpikir yang tidak-tidak, Vania dan Zafran tidak mengeluarkan sama sekali. Semua orang tahu dimana Fifi yang sangat ambisius membuka kembali restoran lama agar bisa kembali berjaya seperti dulu, dan pastinya menyaingi restoran baru."Restoran lama nggak jadi?" tanya Titik dengan nada penasaran."Belum tahu, bu." Vania menjawab kembali."Kandidatnya gimana?" Titik masih penasaran dengan banyak hal."Kandidat sudah ketemu sama Pak Edwin dan Pak Bayu, mereka yang lolos langsung masuk kesana," jawab Adel yang diangguki Vania."Cik Fifi kemana sih? Aneh banget tiba-tiba nggak datang lagi." Titik menatap Vania dalam seakan in
"Kenapa nggak kasih tahu tentang Cik Fifi?"Andreas menatap sambil mengangkat alis mendengar kalimat pertanyaan Vania "Siapa yang kasih tahu?" "Kemarin-kemarin mas ngurusin Cik Fifi?" tanya Vania tanpa menjawab pertanyaan Andreas.Andreas menghela napas panjang "Nggak, ada kerjaan disini. Ngurus masalah Bu Fifi hanya sehari itu. Kamu tahu darimana? Gun?" Vania menganggukkan kepalanya "Jangan kesebar, bisa marah Pak Fandy." "Anak-anak curiga sudah," ucap Vania mengingat pembicaraan di ruangan."Biarin. Jangan sampai dibuka, bagaimanapun bisa dikatakan aib." "Cuman periksa saja, kan?" tanya Vania penasaran."Pak Fandy nggak kasih tahu lagi selanjutnya, beliau sibuk mengurus masalah Bu Fifi. Aku menggantikan beberapa tugasnya yang nggak bisa dijalani karena masalah ini. Masalah Gun sendiri aku juga nggak tahu gimana, Pak Fandy belum membicarakan hal ini sama sekali." "Separah itu?" Andreas mengangkat bahunya "K
"Pak Gun yang memutuskan kandidat." "Cik Fifi memang kemana? Udah lama beliau nggak datang." "Baru dua hari nggak kesini, lamaan yang waktu kasus Aulia." Zafran memutar bola matanya malas mendengar kalimat Vania."Tetap aja lama, mas. Jadi ini kandidat Pak Gun yang seleksi? Aku hubungi beliau gitu?" Zafran menganggukkan kepalanya "Serius, nggak ada informasi Cik Fifi kemana?" "Mungkin nggak boleh kesini sama Pak Fandy." Zafran mengangkat bahunya "Udah buruan hubungi Pak Gun, kalau bisa lusa ketemu sama dia."Rasa penasaran atas ketidakhadiran Fifi membuat banyak pemikiran yang tidak-tidak, ditambah pembicaraan mereka bertiga terakhir di rumah orang tua Vania. Mereka bahkan belum melakukan apa yang direncanakan, apa sudah melakukan tapi tidak ada yang memberitahu dirinya.Mengambil ponselnya untuk menghubungi Gun, menanyakan waktu luang agar bisa melakukan seleksi pada karyawan yang akan masuk di restoran. Pintu terbuka sebelum
"Gajinya kebesaran, nggak cocok sama anggaran yang sudah dibuat." "Maaf, bukannya kisaran gaji ini sudah sesuai dengan arahan Pak Fandy? Kita menggunakan..." Zafran menutup mulutnya seketika."Restoran ini nantinya yang megang saya atau Pak Fandy?" potong Fifi membuat semua terdiam "Perhitungan saya nggak segini. Kalian ini apa-apa dengarin Pak Fandy. Saya yang pegang restoran ini bukan dia. Jadi apa kata saya." "Maaf, bu. Instruksi Pak Fandy adalah menyamakan dengan restoran yang dibuat olehnya." Zafran masih mengatakan dengan nada sopannya."Kamu nggak kesal Vania sama Andreas?" "Maaf? Maksudnya apa ya, bu?" Zafran mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan yang diluar pembahasan."Saya tahu kalau kamu menyukai Vania, bahkan kalian sudah melakukannya. Memang kamu nggak masalah mereka bersama?" Fifi menompang dagunya dengan tangan menatap dalam Zafran."Kami nggak berjodoh, bu." Zafran menjawab dengan bijak dan tenan
"Bu Fifi belum datang, tumben?""Ada urusan mungkin. Del, kandidatnya udah datang?" Vania menatap Adel yang menganggukkan kepalanya "Kita interview bareng aja, berapa kandidatnya?""Sepuluh, mbak." "Bagi dua aja. Kamu di tempat biasa, aku di tempatnya Pak Andreas. Besok masih ada lagi?" "Masih, mungkin lebih banyak. Memang nggak papa pakai ruangan Pak Andreas? Pak Andreas ada di ruangan atau nggak?" "Nggak papa, Del. Khusus dia aja." Putri membuka suara yang ditanggapi Vania hanya dengan gelengan kepala "Aku penasaran kenapa Cik Fifi belum datang, nggak mungkin karena kemarin." Semua hanya tahu jika Fifi memarahi Vania yang berkaitan dengan rekrutmen karyawan restoran yang dipegangnya, tidak ada yang tahu kalimat yang keluar dari bibir wanita itu yang menyakitkan Vania. Terjawab sudah alasan dibalik sikap Fifi pada dirinya, tidak tahu siapa yang salah tapi memang perasaan tidak akan pernah bisa disalahkan. Fifi yang memang su







