Share

4

Author: nura0484
last update Last Updated: 2025-08-24 14:29:48

"Motornya tinggal aja, bareng saya saja."

Vania menatap ragu pada sepeda motornya "Terus motor saya gimana?"

"Saya hubungi bengkel, sebentar." Zafran menghubungi seseorang dengan Vania yang menatap sedih pada sepeda motornya "Beres, nanti kesini. Kamu pulang sama saya saja."

Menatap sepeda motornya dengan helaan napas panjang, tidak ada pilihan selain mengikuti Zafran ditambah keadaan sekitar yang sudah sepi. Keadaan kantor memang sudah sepi berbeda dengan ruangan produksi dimana masih terdapat aktivitas didalam sana, mengikuti Zafran yang sudah melangkah ke arah parkiran mobil.

"Bapak mau ngapain ke pos satpam?" Vania menatap bingung ketika Zafran membuka pintu saat mobil berhenti.

Mengikuti arah dimana Zafran berada, tampak berbicara serius yang semakin membuat Vania bertanya-tanya, tidak lama kemudian kembali menuju mobil dan Vania hanya diam menatap kearah pria yang menjadi atasannya itu.

"Kasih tahu satpam kalau nanti ada orang bengkel kesini benerin motor kamu." Zafran menjawab pertanyaan Vania yang tidak dijawabnya tadi "Masukkan alamat kamu di ponsel."

Vania mengambil ponsel Zafran dan langsung mengetik alamatnya, meletakkan di tempat semula dan Zafran menjalankan mobilnya sesuai dengan petunjuk suara dari ponsel. Satu hal yang membuat Vania sedikit bersyukur adalah Zafran menyalakan musik, setidaknya suasana dalam mobil sedikit lebih hidup dibandingkan dengan tidak ada suara.

"Pak Andreas sangat percaya sama kamu, ya? Gimana bisa dia percaya sama kamu?" Zafran membuka suara dengan pertanyaan tidak terduga.

"Nggak tahu, pak. Semua terjadi begitu saja." Vania menjawab sebenarnya.

"Kalian ada perasaan satu sama lain?"

"Perasaan atasan dan bawahan, pak." Vania menjawab jujur "Kenapa bapak bertanya begitu? Cemburu?"

"Iya." Vania seketika menatap Zafran ketika menjawab dengan sangat cepat "Kamu bisa menarik perhatian atasan dengan sangat mudah, saya pikir kamu pick me atau dibuat-buat tapi ternyata memang kamu seperti itu dan membuat saya juga seketika tertarik."

"Program bapak gimana? ACC?" Vania mengalihkan pembicaraan karena seketika tidak nyaman.

Zafran tersenyum "Pak Andreas nggak kasih tahu kamu?"

"Nggak, hubungan kami nggak sedekat itu. Kami hanya membahas tentang pekerjaan yang saya kerjakan nggak lebih, pak." Vania seketika menatap tidak terima "Bapak pikir kita ada romansa begitu?"

"Bagus kalau nggak, saya bisa maju." Zafran mengatakan dengan suara pelan.

"Apa, pak?" Vania mengerutkan keningnya dan mendekatkan telinga ketika melihat Zafran bicara.

Zafran memundurkan kepala saat melihat kepala Vania mendekatinya "Jangan terlalu dekat. Saya nggak bisa fokus nyetir ini."

Vania memundurkan kepalanya dengan mengerucutkan bibir "Makanya kalau bicara yang jelas, pak."

Menatap jalanan yang padat, sebenarnya jarak antara tempat kerja dengan rumah Vania tidak terlalu jauh tapi keadaan jalan yang membuatnya jauh. Vania harus menghadapi kemacetan setiap kali pulang, hal itu sudah membuatnya kesal sendiri. Beberapa kali ada keinginan untuk resign karena terlalu lelah dalam perjalanan, bukan hanya masalah tekanan di kantor saja. Semua itu seketika terhenti saat dirinya masih membutuhkan uang untuk memenuhi dirinya sendiri, tentu dirinya sendiri karena orang tuanya sudah tidak memberikan uang semenjak tahu dirinya bekerja.

"Jadi gimana? ACC, pak?" Vania teringat dengan pertanyaan yang belum terjawab.

"Belum sih masih dipertimbangkan. Kita sudah membahas hal ini beberapa kali dalam meeting internal, apa menurut kamu program yang saya ajukan terlalu cepat?" Zafran melirik Vania dari ekor matanya.

"Nggak cepat dan nggak lambat juga, Pak. Posisi bapak sebagai manager pastinya harus cepat adaptasi dan membuat program untuk satu dan dua tahun kedepan. Saya sudah bilang juga waktu di meeting internal, pastinya akan membutuhkan penyesuaian dari karyawan lainnya. Hal itu pasti yang menjadi pertimbangan para atasan, semua program yang bapak buat memang bagus tapi kesiapan kita sebagai karyawan bagaimana. Bapak sendiri sudah memikirkan bagaimana caranya membuat mereka mengikuti apa yang kita arahkan? Bapak sambil menunggu keputusan dari atasan coba memikirkan apa yang harus dilakukan saat mereka setuju, arahan bagaimana yang harus dilakukan, menghadapi penolakan dan protes dari mereka, dan banyak yang lain."

Zafran menganggukkan kepalanya "Beberapa hari ini saya lebih banyak di lapangan, semua itu untuk tahu bagaimana karakter mereka semua. Kita makan malam dulu, perut saya lapar dan sambil kita bicara."

"Bapak nggak dicari nanti?" tanya Vania sebelum Zafran membelokkan mobilnya menuju tempat makan.

"Siapa? Kekasih? Kamu tahu data diri saya, jadi nggak perlu ditanyakan."

Latar belakang Zafran tidak jauh berbeda dengan Andreas, yaitu duda. Vania tahu alasan Andreas berpisah yaitu sudah tidak ada kecocokan dan anak mereka bersama mantan istrinya. Zafran, sampai sekarang Vania tidak pernah bertanya tentang kegagalan rumah tangganya tapi menurut Titik adalah sang istri selingkuh dengan pria lain.

Kehidupan percintaan yang terkadang membuat Vania takut menjalin hubungan asmara, lebih baik menghabiskan waktu untuk dirinya sendiri bukan orang lain, masalah anak bisa saja mengadopsi anak dari panti asuhan. Saat ini proses adopsi tidak terlalu susah, mungkin nantinya akan mendatangi panti asuhan atau dinas sosial.

Vania mengikuti Zafran yang sudah masuk ke tenda pinggir jalan, tenda dengan penjual yang menjual aneka sambelan. Vania hanya menghela napas melihat sikap Zafran yang sama sekali tidak menanyakan tentang pendapatnya, tapi dirinya cukup sadar diri dengan tidak protes.

"Kamu nggak masalah saya ajak kesini?" Zafran menatap dalam Vania yang lanysung menggelengkan kepalanya "Saya hanya ingin bicara dan mengajak diskusi."

"Apalagi yang mau dibicarakan?" Vania mengerutkan keningnya.

"Masalah pekerjaan." Vania mengerutkan keningnya mendengar jawaban Zafran "Saya tahu job desc kalian masing-masing. Apa kamu harus langsung berhubungan dengan Pak Andreas?"

"Saya sudah pernah bilang jika setelah Pak Zafran datang secara otomatis langsung dengan bapak, bukan saya lagi. Saya tahu kalau semua tidak baik, bagaimanapun saya sudah punya bapak jadi semua harus melewati bapak, beda dengan dulu ketika tidak ada manager. Bapak bisa langsung mengatakan ke Pak Andreas terkait keberatan yang bapak katakan ini." Vania menjawab sesuai dengan apa yang sudah dikatakan ke Andreas.

"Kamu mengenal keluarga Pak Andreas?" tanya Zafran yang sedikit aneh.

"Anaknya, memang kenapa?"

"Kamu sendiri atau bersama lainnya?" tanya Zafran tanpa menjawab pertanyaan Vania.

"Sendiri, waktu itu pulang dari acara seminar dan jemput anaknya. Ada yang salah, pak?" Vania mengerutkan keningnya.

"Kamu tahu arti itu semua? Arti buat kami yang duda atau janda?" Vania menggelengkan kepalanya "Kamu benar nggak tahu atau nggak mau tahu?"

"Saya benar nggak tahu, Pak." Vania mengerucutkan bibirnya "Lagian waktu itu anaknya pulang dari les dan kebetulan kita selesai seminar."

"Kamu kerumahnya?" Vania menganggukkan kepalanya "Masuk?" Vania lagi-lagi menganggukkan kepalanya "Lama? Ngapain?"

"Nggak terlalu lama dan nggak terlalu cepat juga, memastikan anaknya bersama pengasuh dan memberikan instruksi sebentar. Memang kenapa? Bapak mau jemput anaknya sekarang?" Vania memicingkan matanya "Bukannya ini sudah terlalu malam, Pak."

"Aku nggak suka kamu dekat dengan Andreas, kalau bisa kamu hanya fokus sama aku saja. Mulai besok aku jemput dan antar pulang, kamu nggak perlu melapor ke Andreas karena aku yang akan melakukannya."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Turn Out   7

    "Kalian tahu letak kesalahannya? Bagaimana bisa outsourcing belum membayar gaji karyawan pabrik?" "Mereka belum menerima uang dari kita, Cik. Saya sudah bicara sama Aulia, dia bilang Cik Fifi belum tanda tangan." Titik menjawab pertanyaan Fifi dengan santai."Harusnya kalian berdua bisa handle. Selama ini kita nggak pernah telat bayar mereka." Fifi menatap penuh emosi kearah Titik."Pihak outsourcing sudah kasih bukti rekening koran, Cik. Mereka juga berkali-kali hubungi Aulia dan jawabannya minta dibayar dulu sesuai perjanjian, tapi sudah tiga bulan ini pembayaran terkesan lamban." Vania membuka suaranya."Kita nggak pernah telat bayarnya!" Fifi mengatakan dengan suara keras "Kamu ada di pihak kita atau mereka?" "Saya berada di pihak yang benar, Cik." Vania menjawab santai."Jangan mentang-mentang Andreas membela kamu jadinya besar kepala. Kamu bisa saya pecat kalau memang nggak becus kerja." "Siap, Cik. Apa Cik Fifi

  • Turn Out   6

    "Bagaimana bisa lupa? Bukannya harus sudah siap waktu meeting? Kalau begini apa yang saya sampaikan?" Vania menundukkan kepalanya, tugasnya benar-benar lupa dikerjakan. Zafran sudah mengatakan berkali-kali, bukan hanya Vania saja tapi Putri juga melakukan hal yang sama jadi wajar jika Zafran marah pada mereka. Helaan napas terdengar berkali-kali, Vania mencoba menatap laptopnya dan mulai mengerjakan apa yang bisa dikerjakan, setidaknya Zafran tidak membawa tangan kosong tanpa materi didalamnya."Saya nggak tahu harus bicara apa." Zafran menggelengkan kepalanya "Kerjakan apa yang bisa dikerjakan, walaupun saya sudah mempunyai bahan sedikit. Bu Titik, permasalahan gaji anak-anak aman?" "Sejauh ini aman, pak." Zafran menganggukkan kepalanya "Kalau bisa jangan sampai salah dalam menghitung, mereka akan marah dan tidak terima." Pembicaraan yang terjadi di ruangan sama sekali tidak Vania dengarkan, fokusnya adalah mengerjakan bahan meeting

  • Turn Out   5

    "Kamu nggak peka jadi cewek." "Memang apaan?" Vania menatap sang sahabat, Syifa."Manager dan bos kamu itu suka sama kamu." Vania bergidik pelan "Mereka duda, gimana suka sama anak kecil?" "Memang kenapa?" Syifa mengerutkan keningnya "Bagus duda karena pengalaman, siapa yang lebih cakep?" "Semua cakep." Vania menunduk lemas setelah apa yang dikatakan Syifa "Kamu jangan suka ngarang, Cip."Liburan dihabiskan Vania bersama dengan sahabatnya Syifa, mereka sudah bersahabat dari jaman putih abu-abu dan ajaibnya mereka kuliah di kampus sama tapi berbeda fakultas. Kisah percintaan mereka berdua pastinya berbeda, Syifa sudah memiliki kekasih dan berencana menikah kemungkinan tiga bulan lagi. Vania sendiri kisah asmaranya berakhir saat menjelang wisuda, dimana sang mantan mendapatkan pekerjaan ditempat jauh dan mereka tidak sanggup melakukan hubungan jarak jauh."Kenapa memang sama duda? Abi masalah?" "Abi? Kenapa malah bawa abi? Abi sama umi nggak tahu, aku juga nggak bayangin mereka tah

  • Turn Out   4

    "Motornya tinggal aja, bareng saya saja."Vania menatap ragu pada sepeda motornya "Terus motor saya gimana?" "Saya hubungi bengkel, sebentar." Zafran menghubungi seseorang dengan Vania yang menatap sedih pada sepeda motornya "Beres, nanti kesini. Kamu pulang sama saya saja." Menatap sepeda motornya dengan helaan napas panjang, tidak ada pilihan selain mengikuti Zafran ditambah keadaan sekitar yang sudah sepi. Keadaan kantor memang sudah sepi berbeda dengan ruangan produksi dimana masih terdapat aktivitas didalam sana, mengikuti Zafran yang sudah melangkah ke arah parkiran mobil."Bapak mau ngapain ke pos satpam?" Vania menatap bingung ketika Zafran membuka pintu saat mobil berhenti.Mengikuti arah dimana Zafran berada, tampak berbicara serius yang semakin membuat Vania bertanya-tanya, tidak lama kemudian kembali menuju mobil dan Vania hanya diam menatap kearah pria yang menjadi atasannya itu."Kasih tahu satpam kalau nanti ada orang bengkel kesini benerin motor kamu." Zafran menjawa

  • Turn Out   3

    "Manager kalian baik banget." "Baik, gimana?" Putri tampak penasaran, menatap Aulia yang berada di department keuangan."Baik, kemarin nyapa dan ngikutin dari belakang.""Ngikutin gimana?" Putri semakin bingung dengan kalimat Aulia."Kemarin aku diminta Cik Fifi buat ke bank, dia bilang sama Pak Aan agar nggak jauh-jauh dari aku. Pak Iwan dulu mana ada begitu?" "Aku baru tahu kalau begitu baik, itu mah standard aja apalagi berkaitan sama pekerjaan." Vania menggelengkan kepalanya mendengar kalimat Aulia "Aku duluan." Berdiri meninggalkan meja tempatnya makan bersama dengan Putri dan Aulia, suatu hal yang jarang terjadi dan biasanya hanya satu kali dalam seminggu, berada dalam satu pekerjaan yang sama tidak membuat mereka bisa makan bersama. Vania memegang pesan dari Iwan jika jangan terlalu dekat dengan rekan kerja, hubungan harus profesional karena tidak semua mereka itu baik, kalaupun baik jangan terlalu membuka hal yang berhubungan dengan pekerjaan dan pribadi."Putri mana?" Vani

  • Turn Out   2

    "Pak Zafran, ini ruangan HR. Selamat datang."Vania bertugas memperkenalkan manager baru pada semua departemen, nantinya Putri yang akan memberikan training pada sang manager. Setelah serah terima Zafran pada Putri, Vania kembali pada pekerjaannya yaitu mencari kandidat untuk manager departemen lain."Vania, Putri dan Pak Zafran dipanggil Pak Andreas." Titik memberikan informasi setelah menutup telepon.Vania dan Putri saling menatap satu sama lain, membawa buku kecil setiap bertemu dengan Andreas, biasanya pertemuan dengan Andreas bersamaan dengan keberadaan Fandy dan Fifi."Pak Andreas sendiri atau ada lainnya?" bisik Putri yang dijawab Vania dengan mengangkat bahunya.Memasuki ruangan Andreas dan tampaknya hanya beliau sendirian, mereka duduk di sofa setelah Andreas menyuruhnya dan tidak lama bergabung bersama. Membicarakan tentang kondisi pabrik saat ini dan juga karyawan mereka yang terkadang membuat pusing, pembicaraan terhenti saat pemilik pabrik masuk ke ruangan Andreas dan ik

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status