Share

Bab 3

Aku terbangun dari tidurku dan terkejut karena ternyata aku ada dikamar baBa Dion dan tidur bersamanya.

 

Buru-buru aku bangun dan meninggalkan Bang Dion yang masih terlelap. Waktu menunjukkan pukul tiga dini hari aku segera menuju ke kamar si kembar dan melanjutkan tidurku.

 

Tapi mata ini sulit terpejam kembali, aku memikirkan apa yang terjadi semalam. Tatapan tulus Bang Dion yang menyebut namaku, iya namaku bukan nama kak Sarah.

 

Rasanya sudah lama sekali dia tidak menatapku, terakhir kalinya saat dia dan kak Sarah menikah.

 

Jadi teringat awal pertemuan aku dan kak Sarah dengan bang Dion di sebuah pusat perbelanjaan terbesar di kota kami.

 

****

 

"Ayo, Kak cepetan aku sudah lapar!" ucapku sambil menarik tangan kak Sarah.

 

"Sabar Fir, pelan-pelan jalannya," ucap Kak Sarah.

 

"Lagian Kakak, buru-buru aja jadi gak sempet sarapan," ucapku sambil memonyongkan bibir.

 

"Kamu yang bangun kesiangan."

 

"Iya, maaf."

 

Kamipun segera menuju ke tempat makan dan langsung memesan makanan.

 

Karena lapar aku makan dengan lahap, kak Sarah hanya melihatku karena dia sudah makan tadi sebelum kami berangkat.

 

"Pelan-pelan Fir."

 

"Laper Kak."

 

Tidak berapa lama aku selesai makan dan bersiap untuk membayar makananku. Tapi tiba-tiba saja aku baru ingat jika dompetku tertinggal di rumah.

 

"Kak, boleh pinjam uang dulu buat bayar makanan ini?"

 

"Lho, memangnya kamu tidak bawa uang?"

 

"Dompet aku tertinggal di rumah."

 

"Ya sudah, biar Kakak yang bayarin, itung-itung traktir kamu yang mau nemenin Kakak belanja."

 

Kak Sarah langsung membuka tasnya, tapi raut wajahnya terlihat aneh.

 

"Fir, gimana nih?, Dompet Kakak gak ada!"

 

"Lho, kok bisa? Bukannya tadi kakak habis membayar baju?"

 

"Gak tau Fir!"

 

"Terus ini gimana? Masa aku harus mencuci piring di tempat makan ini!" ucapku panik.

 

Tiba-tiba datang seorang lelaki tampan yang menghampiri kami.

 

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya lelaki itu.

 

"Eh, itu, anu, enggak, Mas," jawab kak Sarah.

 

"Sepertinya kalian butuh bantuan?" tanya lelaki itu lagi.

 

"Kak, bagaimana ini?"

 

"Gini Mas, dompet kami ketinggalan di rumah jadi kami gak bisa bayar makanan ini," ucap Kak Sarah.

 

"Owh, jadi itu masalahnya, baiklah saya akan membayar makanan kalian."

 

"Maaf Mas saya tidak menerima bantuan dari orang asing," ucapku.

 

"Maaf, saya belum memperkenalkan diri, nama saya Dion dan saya bekerja di tempat ini!"

 

"Saya Sarah dan ini adik saya Safira, sebelumnya saya ucapkan terimakasih."

 

"Kak, dia kan orang asing!" ucapku.

 

"Sudahlah Fir, dari pada kamu disuruh cuci piring," ucap Kak Sarah.

 

Dion pun membayar apa yang aku makan tadi.

 

"Apa saya boleh minta no telepon kamu?" ucap kak Sarah.

 

"Buat apa sih Kak?" tanyaku.

 

"Biar Kakak bisa gantiin uang yang tadi dia pakai untuk membayar makanan kamu," ucap kak Sarah.

 

"Tidak usah Mbak, saya ikhlas kok."

 

"Tuh kan orangnya juga udah ikhlas."

 

"Itung-itung buat silaturahmi, karena udah baik sama kami," ucap kak Sarah.

 

Mereka pun bertukar nomor telepon, dan semenjak saat itu kami sering berjumpa dengan Dion.

 

    ******

 

Dion pria yang baik, sangat perhatian dan ramah, satu lagi dia itu tampan pasti sangat mudah menaklukkan hati wanita dengan ketampanannya tapi aku tidak menyukainya, entahlah menurutku jika laki-laki tampan itu sudah pasti playboy.

 

"Fir, kayaknya Dion suka sama kamu deh," ucap kak Sarah yang sedang berbaring di sampingku.

 

"Dih, apaan sih, dia itu playboy, Kak."

 

"Dia sering banget nanyain kamu, nih liat," ucap kak Sarah sambil memperlihatkan ponselnya di mana ada pesan dari Dion.

 

"Biasa Kak, modus itu mah," ucapku.

 

"Emangnya kamu gak suka sama dia?"

 

"Enggak."

 

"Kenapa? dia kan ganteng dan tempat makan waktu itu juga punya dia."

 

"Jangan-jangan Kakak yang suka sama dia?"

 

Kak Sarah tidak menjawab, tapi terlihat jelas di wajahnya jika dia menyukai Dion.

 

        **********

 

Hari-hari berlalu dengan cepat, Dion pun sering berkunjung ke rumah untuk bertemu denganku dan kak Sarah, hubungan kami bertiga semakin akrab.

 

Aku tahu jika kak Sarah menyukainya jadi saat Dion berkunjung ke rumah aku selalu punya alasan untuk meninggalkan mereka berdua, berharap mereka memiliki perasaan yang sama.

 

Tak butuh waktu lama hingga akhirnya Dion datang melamar, aku senang sekali saat Dion bicara pada kedua orang tuaku dan meminang Kak Sarah sebagai istrinya, kak Sarah juga sangat gembira, hingga dia terus tersenyum.

 

     *********

 

Hari akad nikah kak Sarah dan Dion pun digelar.

 

"Saya terima nikahnya Sarah Amalia binti Saepuloh, dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan tiga puluh gram emas di bayar tunai." ucap Dion dengan lantang.

 

"Sah," ucap para saksi.

 

Kuhampiri pasangan pengantin itu.

 

"Selamat ya kak, selamat ya Bang," ucapku.

 

"Sekarang panggil Dion Abang?" tanya kak Sarah.

 

"Iya donk, dia kan sudah jadi suami kakak, jadi dia Abangku," ucapku sambil tersenyum.

 

Bang Dion menatapku dengan tatapan yang sulit aku jelaskan.

 

*****

 

Hari beranjak siang, buru-buru aku mencari baju yang akan aku pakai untuk mengantar si kembar sekolah.

 

Kali ini aku memutuskan untuk memakai baju milik kak Sarah lagi, karena menurut ibu-ibu wali murid aku terlihat cantik.

 

"Tante cantik banget," ucap Zyona.

 

"Iya, mirip bunda," ucap Zyan.

 

Si kembar pun langsung keluar dari kamarku dan mereka menuju ruang makan untuk sarapan, saat aku hendak memakai jilbab datang bang Dion.

 

"Jadilah dirimu sendiri, jangan jadi bayangan Sarah," ucapnya.

 

Degh!

 

Ucapan bang Dion membuat dadaku panas dan mataku basah.

 

Plak!

 

"Aku dandan seperti ini bukan untukmu Bang, tapi untuk anak-anak, aku tidak ingin mereka kehilangan sosok Bundanya," ucapku dengan mata basah.

 

"Dengan kamu berdandan seperti itu akan membuat mereka sedih!"

 

"Mereka baru lima tahun, Bang, mereka belum mengerti hal itu."

 

"Sudahlah!" ucap bang Dion.

 

"Bukan mereka Bang yang sedih, tapi Abang," ucapku sambil mengusap air mata.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status