Share

Bab 3

Author: Puput Gunawan
last update Huling Na-update: 2021-06-18 13:34:37

Aku terbangun dari tidurku dan terkejut karena ternyata aku ada dikamar baBa Dion dan tidur bersamanya.

 

Buru-buru aku bangun dan meninggalkan Bang Dion yang masih terlelap. Waktu menunjukkan pukul tiga dini hari aku segera menuju ke kamar si kembar dan melanjutkan tidurku.

 

Tapi mata ini sulit terpejam kembali, aku memikirkan apa yang terjadi semalam. Tatapan tulus Bang Dion yang menyebut namaku, iya namaku bukan nama kak Sarah.

 

Rasanya sudah lama sekali dia tidak menatapku, terakhir kalinya saat dia dan kak Sarah menikah.

 

Jadi teringat awal pertemuan aku dan kak Sarah dengan bang Dion di sebuah pusat perbelanjaan terbesar di kota kami.

 

****

 

"Ayo, Kak cepetan aku sudah lapar!" ucapku sambil menarik tangan kak Sarah.

 

"Sabar Fir, pelan-pelan jalannya," ucap Kak Sarah.

 

"Lagian Kakak, buru-buru aja jadi gak sempet sarapan," ucapku sambil memonyongkan bibir.

 

"Kamu yang bangun kesiangan."

 

"Iya, maaf."

 

Kamipun segera menuju ke tempat makan dan langsung memesan makanan.

 

Karena lapar aku makan dengan lahap, kak Sarah hanya melihatku karena dia sudah makan tadi sebelum kami berangkat.

 

"Pelan-pelan Fir."

 

"Laper Kak."

 

Tidak berapa lama aku selesai makan dan bersiap untuk membayar makananku. Tapi tiba-tiba saja aku baru ingat jika dompetku tertinggal di rumah.

 

"Kak, boleh pinjam uang dulu buat bayar makanan ini?"

 

"Lho, memangnya kamu tidak bawa uang?"

 

"Dompet aku tertinggal di rumah."

 

"Ya sudah, biar Kakak yang bayarin, itung-itung traktir kamu yang mau nemenin Kakak belanja."

 

Kak Sarah langsung membuka tasnya, tapi raut wajahnya terlihat aneh.

 

"Fir, gimana nih?, Dompet Kakak gak ada!"

 

"Lho, kok bisa? Bukannya tadi kakak habis membayar baju?"

 

"Gak tau Fir!"

 

"Terus ini gimana? Masa aku harus mencuci piring di tempat makan ini!" ucapku panik.

 

Tiba-tiba datang seorang lelaki tampan yang menghampiri kami.

 

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya lelaki itu.

 

"Eh, itu, anu, enggak, Mas," jawab kak Sarah.

 

"Sepertinya kalian butuh bantuan?" tanya lelaki itu lagi.

 

"Kak, bagaimana ini?"

 

"Gini Mas, dompet kami ketinggalan di rumah jadi kami gak bisa bayar makanan ini," ucap Kak Sarah.

 

"Owh, jadi itu masalahnya, baiklah saya akan membayar makanan kalian."

 

"Maaf Mas saya tidak menerima bantuan dari orang asing," ucapku.

 

"Maaf, saya belum memperkenalkan diri, nama saya Dion dan saya bekerja di tempat ini!"

 

"Saya Sarah dan ini adik saya Safira, sebelumnya saya ucapkan terimakasih."

 

"Kak, dia kan orang asing!" ucapku.

 

"Sudahlah Fir, dari pada kamu disuruh cuci piring," ucap Kak Sarah.

 

Dion pun membayar apa yang aku makan tadi.

 

"Apa saya boleh minta no telepon kamu?" ucap kak Sarah.

 

"Buat apa sih Kak?" tanyaku.

 

"Biar Kakak bisa gantiin uang yang tadi dia pakai untuk membayar makanan kamu," ucap kak Sarah.

 

"Tidak usah Mbak, saya ikhlas kok."

 

"Tuh kan orangnya juga udah ikhlas."

 

"Itung-itung buat silaturahmi, karena udah baik sama kami," ucap kak Sarah.

 

Mereka pun bertukar nomor telepon, dan semenjak saat itu kami sering berjumpa dengan Dion.

 

    ******

 

Dion pria yang baik, sangat perhatian dan ramah, satu lagi dia itu tampan pasti sangat mudah menaklukkan hati wanita dengan ketampanannya tapi aku tidak menyukainya, entahlah menurutku jika laki-laki tampan itu sudah pasti playboy.

 

"Fir, kayaknya Dion suka sama kamu deh," ucap kak Sarah yang sedang berbaring di sampingku.

 

"Dih, apaan sih, dia itu playboy, Kak."

 

"Dia sering banget nanyain kamu, nih liat," ucap kak Sarah sambil memperlihatkan ponselnya di mana ada pesan dari Dion.

 

"Biasa Kak, modus itu mah," ucapku.

 

"Emangnya kamu gak suka sama dia?"

 

"Enggak."

 

"Kenapa? dia kan ganteng dan tempat makan waktu itu juga punya dia."

 

"Jangan-jangan Kakak yang suka sama dia?"

 

Kak Sarah tidak menjawab, tapi terlihat jelas di wajahnya jika dia menyukai Dion.

 

        **********

 

Hari-hari berlalu dengan cepat, Dion pun sering berkunjung ke rumah untuk bertemu denganku dan kak Sarah, hubungan kami bertiga semakin akrab.

 

Aku tahu jika kak Sarah menyukainya jadi saat Dion berkunjung ke rumah aku selalu punya alasan untuk meninggalkan mereka berdua, berharap mereka memiliki perasaan yang sama.

 

Tak butuh waktu lama hingga akhirnya Dion datang melamar, aku senang sekali saat Dion bicara pada kedua orang tuaku dan meminang Kak Sarah sebagai istrinya, kak Sarah juga sangat gembira, hingga dia terus tersenyum.

 

     *********

 

Hari akad nikah kak Sarah dan Dion pun digelar.

 

"Saya terima nikahnya Sarah Amalia binti Saepuloh, dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan tiga puluh gram emas di bayar tunai." ucap Dion dengan lantang.

 

"Sah," ucap para saksi.

 

Kuhampiri pasangan pengantin itu.

 

"Selamat ya kak, selamat ya Bang," ucapku.

 

"Sekarang panggil Dion Abang?" tanya kak Sarah.

 

"Iya donk, dia kan sudah jadi suami kakak, jadi dia Abangku," ucapku sambil tersenyum.

 

Bang Dion menatapku dengan tatapan yang sulit aku jelaskan.

 

*****

 

Hari beranjak siang, buru-buru aku mencari baju yang akan aku pakai untuk mengantar si kembar sekolah.

 

Kali ini aku memutuskan untuk memakai baju milik kak Sarah lagi, karena menurut ibu-ibu wali murid aku terlihat cantik.

 

"Tante cantik banget," ucap Zyona.

 

"Iya, mirip bunda," ucap Zyan.

 

Si kembar pun langsung keluar dari kamarku dan mereka menuju ruang makan untuk sarapan, saat aku hendak memakai jilbab datang bang Dion.

 

"Jadilah dirimu sendiri, jangan jadi bayangan Sarah," ucapnya.

 

Degh!

 

Ucapan bang Dion membuat dadaku panas dan mataku basah.

 

Plak!

 

"Aku dandan seperti ini bukan untukmu Bang, tapi untuk anak-anak, aku tidak ingin mereka kehilangan sosok Bundanya," ucapku dengan mata basah.

 

"Dengan kamu berdandan seperti itu akan membuat mereka sedih!"

 

"Mereka baru lima tahun, Bang, mereka belum mengerti hal itu."

 

"Sudahlah!" ucap bang Dion.

 

"Bukan mereka Bang yang sedih, tapi Abang," ucapku sambil mengusap air mata.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Turun Ranjang   Zyan

    Setelah mengucap salam aku langsung masuk ke dalam rumah tidak mencium tangan Bunda seperti biasanya. Beliau yang tengah duduk di teras pasti bingung melihatku. Aku sedang marah padanya. Akhir-akhir ini beliau pilih kasih. Sekarang aku merasa di anak tirikan. Ralat, aku memang anak tiri. Namun, perlakuan bunda membuatku merasa sebagai anak kandung.Masuk ke dalam kamar dan berganti baju. Duduk di pinggir ranjang sambil bermain game di ponsel. Pintu kamar terbuka, aku melirik malas melihat siapa yang masuk."Kamu kenapa, Zyan?" tanya Zyona, kembaranku."Gak apa-apa, lagi bete aja," jawabku asal."Bete sama Bunda?" tanyanya lagi."Hu'um," jawabku yang masih fokus pada game."Alasannya?" tanya Zyona lagi.Aku tidak menjawab pertanyaan Zyona. Aku pun tidak mengerti kenapa marah d

  • Turun Ranjang   Zyona

    Bunda," ucapku seraya memeluk bunda yang sedang duduk di teras."Kamu itu bukannya salam malah langsung peluk, ada masalah di sekolah?" tanya bunda.Beliau memang begitu mengerti dengan anak-anaknya. Bukan hanya sekedar sebagai seorang ibu, beliau juga adalah sahabatku. Aku tidak pernah menyembunyikan sesuatu darinya. Sekalipun aku sembunyikan beliau selalu bisa menebaknya."Bunda, aku tuh sebel banget sama temen di sekolah yang selalu gangguin," rengekku."Bully?" tanya bunda."Bukan, dia tuh kayak caper sama aku," ucapku sambil manyun.Bunda hanya tersenyum dan membelai lembut kepalaku. Beliau selalu melakukan hal itu saat aku sedang marah. Sebenarnya beliau bukan ibu kandungku. Beliau adalah Tante yang artinya adik dari ibu yang melahirkanku. Saat usiaku lima tahun ibuku meninggal dan ayah Menikah dengan Ta

  • Turun Ranjang   Ending

    kiri dikit, Yah," ucap Zyona."Kanan, Yah," ucap Zyan."Yang benar yang mana sih kalian ini?" tanya Bang Dion."Itu sudah benar, Bang," ucapku yang sedari tadi melihat mereka.Bang Dion segera turun dari tangga yang sedari tadi aku pegangi. Untung saja si kembar kecil sedang tertidur jadi aku bisa membantu suami memasang foto keluarga kami. Terlihat dalam gambar aku tengah menggendong Abiandra dan Bang Dion menggendong Abisatya. Sementara Zyona dan Zyan berdiri di depan kami. Foto keluarga yang bahagia.Abiandra dan Abisatya, nama bayi kembar kami yang sekarang berusia Sembilan bulan. Bang Dion yang mencarikan nama-nama indah itu.Kupandangi foto keluarga kami yang bersebelahan dengan foto keluarga sebelumnya. Di mana belum ada aku dan si kembar kecil. Di sana hanya ada kak Sarah, Bang Dion, Zyona serta Zyan.

  • Turun Ranjang   Bab 24

    Rumah di dekorasi sedemikian rupa untuk acara pengajian tujuh bulanan kehamilanku. Walaupun baru tujuh bulan, tapi perutku sudah sangat besar. Maklum saja bayi yang aku kandung ada dua orang."Ade bayi, lagi apa?" tanya Zyona mengelus perutku.Bayiku menendang dan itu dirasakan oleh Zyona, Anak itu tertawa girang."Gerak-gerak, Bunda," ucapnya sambil mencium lembut."Zyan, ayo ke sini!" teriaknya begitu melihat saudara kembarnya melintas.Kedua anak berwajah serupa ini memelukku, kepalanya tepat berada di perut. Mereka mendengarkan suara adik-adiknya yang masih berada di rahimku."Ada suaranya?" tanyaku.Zyona dan Zyan hanya senyam-senyum. Sepertinya mereka mendengar suara perutku yang keroncongan karena belum sempat makan. Umi menghampiriku dengan membawa sepiring nasi lengkap den

  • Turun Ranjang   POV Haikal

    Melihatmu bahagia, aku juga bahagia, Fir," ucapku melihat wanita cantik yang tengah duduk tidak jauh dari tempatku.Dia hanya tersenyum mendengar apa yang aku ucapkan barusan. Wajahnya pucat, tapi entah kenapa terlihat sangat cantik dan berbeda. Mungkin pengaruh kondisinya sekarang. Dia tengah hamil. Seandainya, ah aku tidak mau berandai-andai. Ini takdir dan harus kujalani. Seperti ucapanku barusan bahagia melihatnya bahagia. Cinta itu tidak harus memiliki."Makasih, Haikal," ucap Safira."Untuk apa?" tanyaku bingung."Untuk semuanya. Kamu sudah membantu banyak hal hingga aku menjadi seperti sekarang.""Tidak, Fir. Itu semua karena kamu menyadari perasaanmu sendiri. Aku merasa kurang ajar saat bicara kalau aku masih mengharapkanmu waktu itu.""Tidak apa, di situ aku mulai sadar akan perasaanku terhadap bang D

  • Turun Ranjang   Bab 23

    Si kembar dan bang Dion terlihat begitu senang karena janinku kembar. Tak sabar rasanya membagi kabar bahagia ini kepada Abah dan Umi. Setelah dari dokter kandungan kami langsung menuju rumah mereka.Sepanjang perjalanan si kembar terus berbicara kalau adik-adik mereka akan diajak bermain sesuai jenis kelamin mereka. Padahal dokter belum bisa menebak jenis kelamin bayi dalam kandunganku."Adik yang cowok akan aku ajak bermain tembak-tembakan," ucap Zyan antusias."Main bola juga," timpal bang Dion."Yang cewek akan aku pakaikan jepitan dan gaun. Terus main putri-putrian," ucap Zyona.Mereka semua berharap bayi ini kembar sepasang seperti Zyan dan Zyona. Tidak memikirkan perasaanku saat ini yang tengah bingung harus bagaimana. Bisakah nanti berbagi kasih sayang dengan ke empat orang anak? Aku takut tidak bisa berbuat adil.

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status