Share

Bab 4

Author: Puput Gunawan
last update Last Updated: 2021-06-18 13:44:12

Dengan menahan amarah aku mengganti baju, mungkin ucapan bang Dion benar aku jadi bayangan Kak Sarah, tapi semua itu aku lakukan agar si kembar tidak melupakan sosok Bundanya.

 

Segera aku mengenakan pakaian miliki sendiri dan tidak akan pernah memakai baju milik kak Sarah, dengan terburu-buru aku menuju meja makan karena si kembar telah menungguku.

 

"Lho, kok Tante ganti baju?" tanya Zyona.

 

"Iya, baju yang tadi basah," jawabku.

 

"Kok bisa basah?" tanya Zyan.

 

"Ada air tumpah," jawabku lagi.

 

Kami menunggu bang Dion untuk sarapan, tapi si kembar  tersenyum begitu melihat ayahnya tiba di meja makan.

 

"Ayah, kenapa pipinya merah?" tanya Zyan.

 

"Paling kayak waktu itu Zyan," jawab Zyona.

 

"Waktu itu apa?" tanyaku bingung.

 

"Waktu itu Ayah di cium sama Bunda, jadi pipi Ayah merah," jawab Zyan.

 

"Iya, pasti Tante cium Ayah ya?" tanya Zyona.

 

"Kalian ini ...." ucapku sambil mengelus rambut si kembar.

 

Kulihat bang Dion tersenyum mendengar celoteh kedua anaknya. Walau senyuman itu kelihatan tidak tulus, seolah menutupi kesedihannya.

 

Aku tahu bang Dion pasti sedih, suami mana yang tidak sedih saat ditinggal istrinya untuk selamanya, mungkin saat ini bang Dion belum ikhlas jika Kak Sarah sudah pergi.

 

Kak Sarah meninggal karena kanker yang diidapnya dan kami baru tahu saat kak Sarah sudah dalam kondisi kritis, dia memang pintar menyembunyikan sesuatu hingga kami tidak tahu jika dia sedang sakit, bang Dion juga baru tau setelah kak Sarah tidak sadarkan diri.

 

Bang Dion syok saat tau kak Sarah sakit dan lebih syok lagi saat kak Sarah menyuruhnya untuk menikah denganku dalam sebuah surat yang ditulis kak Sarah sebelum meninggal mungkin surat yang sama seperti yang kak Sarah berikan untukku.

 

    *******

 

Sore ini hujan turun tidak deras, si kembar merengek ingin main hujan, karena aku pikir hujan tidak terlalu deras jadi aku izinkan mereka bermain hujan.

 

Kedua anak itu terlihat sangat senang, Zyan berlari dan Zyona melompat-lompat di genangan air hujan.

Tiba-tiba saja bang Dion pulang dari tempat kerjanya dan marah melihat kedua anaknya tengah mandi hujan.

 

"Zyona, Zyan, apa yang kalian lakukan!?" ucap bang Dion setengah berteriak.

 

Si kembar langsung terdiam dan memandang kearahku seolah meminta pertolongan.

 

"Biarkan saja bang, anak-anak senang bermain hujan!" ucapku.

 

"Sarah tidak pernah mengizinkan anak-anaknya bermain hujan," ucap bang Dion menatap tegas kearahku.

 

"Tapi aku bukan Kak Sarah, bukankah Abang bilang berhenti menjadi bayangan kak Sarah?" 

 

"Sarah menitipkan anak-anak kami untuk di asuh olehmu berharap agar kamu mengasuh sesuai dengan asuhannya!"

 

"Inilah caraku mengasuh si kembar, karena aku Safira!" ucapku yang langsung berlari menghampiri si kembar dan bermain hujan bersama mereka.

 

Bang Dion berlari menembus hujan ikut bermain bersama kami, si kembar terlihat sangat senang bisa bermain bersama ayahnya.

 

Kami berlarian, berkejaran serta melompat ke genangan air hujan, melihat bang Dion yang ikut bermain hujan dan tertawa lepas, aku berharap semoga air hujan yang menyiram tubuhnya berhasil membawa kesedihannya juga.

 

         *******

 

Malam mulai larut, aku beranjak pergi dari kamar bang Dion menuju ke kamar si kembar, aku memilih tidur disana dan datang saat si kembar sudah tertidur karena akan banyak pertanyaan yang sulit aku jelaskan jika aku tidur bersama mereka sebelum mereka terlelap.

 

Aku masuk ke dalam kamar dengan perlahan berharap agar si kembar tidak terbangun, tapi aku terkejut karena Zyona terlihat tidak sehat, tubuhnya berkeringat.

 

Buru-buru kuhampiri Zyona, kuusap perlahan kening Zyona dan terasa hangat, mungkinkah Zyona demam setelah bermain hujan tadi sore.

 

"Bunda .... Bunda," racau Zyona dalam tidurnya.

 

"Tante disini sayang," ucapku sambil mengelap keringat dikeningnya.

 

"Zyona mau Bunda," ucap gadis kecil itu sambil membuka matanya.

 

"Bunda udah di surga," ucap Zyan yang terbangun.

 

"Huaaa, Zyona mau Bunda," ucap Zyona menangis.

 

"Sayang jangan menangis!, ada Tante disini, Tante akan menjagamu," ucapku sambil memeluk Zyona.

 

"Tapi Tante bukan Bunda!" ucap Zyona.

 

"Bener kata Zyona kalau kamu bukan bundanya," ucap bang Dion yang tiba-tiba muncul.

 

"Bang aku minta maaf, mungkin gara-gara tadi sore Zyona hujan-hujanan jadi sekarang dia demam," ucapku.

 

Bang Dion tidak merespon ucapanku, dia langsung menghampiri Zyona dan memeluknya.

 

"Bukan salah Tante, Zyona memang suka demam jika habis mandi hujan," ucap Zyan mengusap air mataku yang tiba-tiba menetes.

 

Jadi ini sebabnya kak Sarah tidak pernah mengizinkan si kembar bermain hujan-hujanan, aku sungguh merasa bersalah.

 

Semalaman aku tidak bisa tidur, aku menemani Zyan sementara bang Dion menemani Zyona yang sedang demam.

 

Pagi hari menjelang, segera kuusap kening Zyona, dan alhamdulillah demamnya sudah reda. Bang Dion yang tidur di samping Zyona pun terbangun, tanpa melihatku dia segera beranjak pergi.

 

"Maaf bang, aku bukan ibu yang baik!" ucapku.

 

"Karena kamu bukan ibunya," ucap bang Dion seraya meninggalkan aku.

 

Ingin rasanya aku menangis, tapi aku tahan karena ucapannya benar aku bukan ibu si kembar.

 

      ********

 

Syukurlah, Zyona sudah sembuh, semalam mungkin dia masuk angin dan sekarang dia bermain seperti biasanya, kebetulan hari ini si kembar libur karena hari Minggu.

 

"Tante, semalam aku bertemu Bunda," ucap Zyona.

 

"Kamu ketemu bunda dimana?" tanya Zyan.

 

"Mimpi." Jawabnya.

 

"Semalam kamu bermimpi ketemu bunda?" tanyaku.

 

"Iya, Bunda sangat cantik," ucap Zyona yang sedang asyik bermain.

 

'Kak, saat anakmu sakit pun kamu datang' ucapku dalam hati.

 

      ******

 

Hari beranjak malam, si kembar sudah tertidur, waktu menunjukkan pukul sembilan tapi Bang Dion belum pulang dari tempat kerjanya.

 

Sebagai pemilik rumah makan, kemungkinan sibuk jika weekend.

 

Tiba-tiba bang Dion masuk ke dalam rumah dengan terhuyung, yang artinya dia mabuk lagi.

Buru-buru kupapah dan membantunya berjalan ke kamar.

 

Ingin tahu aku memarahinya, namun apa daya aku tidak punya hak atas itu, aku hanya istri di atas kertas dan hanya sebagai pengasuh anak-anak.

 

Kubantu dia melepas bajunya yang bau tidak karuan.

 

"Bang, bukan seperti ini cara melupakan kesedihan," ucapku.

 

"Hmmm."

 

Aku tahu bang Dion sangat mencintai kak Sarah dan dia tidak tau bagaimana caranya melupakan kesedihannya hingga cara seperti ini yang dia ambil.

 

"Sarah, maaf," ucap bang Dion.

 

"Aku Safira bang."

 

Saat aku hendak meninggalkan bang Dion, tiba-tiba saja dia memegang tanganku.

Lagi-lagi tatapan itu, tatapan tulus yang tidak aku mengerti.

 

"Safira." ucap bang Dion tersenyum lembut.

 

Bersambung.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Turun Ranjang   Zyan

    Setelah mengucap salam aku langsung masuk ke dalam rumah tidak mencium tangan Bunda seperti biasanya. Beliau yang tengah duduk di teras pasti bingung melihatku. Aku sedang marah padanya. Akhir-akhir ini beliau pilih kasih. Sekarang aku merasa di anak tirikan. Ralat, aku memang anak tiri. Namun, perlakuan bunda membuatku merasa sebagai anak kandung.Masuk ke dalam kamar dan berganti baju. Duduk di pinggir ranjang sambil bermain game di ponsel. Pintu kamar terbuka, aku melirik malas melihat siapa yang masuk."Kamu kenapa, Zyan?" tanya Zyona, kembaranku."Gak apa-apa, lagi bete aja," jawabku asal."Bete sama Bunda?" tanyanya lagi."Hu'um," jawabku yang masih fokus pada game."Alasannya?" tanya Zyona lagi.Aku tidak menjawab pertanyaan Zyona. Aku pun tidak mengerti kenapa marah d

  • Turun Ranjang   Zyona

    Bunda," ucapku seraya memeluk bunda yang sedang duduk di teras."Kamu itu bukannya salam malah langsung peluk, ada masalah di sekolah?" tanya bunda.Beliau memang begitu mengerti dengan anak-anaknya. Bukan hanya sekedar sebagai seorang ibu, beliau juga adalah sahabatku. Aku tidak pernah menyembunyikan sesuatu darinya. Sekalipun aku sembunyikan beliau selalu bisa menebaknya."Bunda, aku tuh sebel banget sama temen di sekolah yang selalu gangguin," rengekku."Bully?" tanya bunda."Bukan, dia tuh kayak caper sama aku," ucapku sambil manyun.Bunda hanya tersenyum dan membelai lembut kepalaku. Beliau selalu melakukan hal itu saat aku sedang marah. Sebenarnya beliau bukan ibu kandungku. Beliau adalah Tante yang artinya adik dari ibu yang melahirkanku. Saat usiaku lima tahun ibuku meninggal dan ayah Menikah dengan Ta

  • Turun Ranjang   Ending

    kiri dikit, Yah," ucap Zyona."Kanan, Yah," ucap Zyan."Yang benar yang mana sih kalian ini?" tanya Bang Dion."Itu sudah benar, Bang," ucapku yang sedari tadi melihat mereka.Bang Dion segera turun dari tangga yang sedari tadi aku pegangi. Untung saja si kembar kecil sedang tertidur jadi aku bisa membantu suami memasang foto keluarga kami. Terlihat dalam gambar aku tengah menggendong Abiandra dan Bang Dion menggendong Abisatya. Sementara Zyona dan Zyan berdiri di depan kami. Foto keluarga yang bahagia.Abiandra dan Abisatya, nama bayi kembar kami yang sekarang berusia Sembilan bulan. Bang Dion yang mencarikan nama-nama indah itu.Kupandangi foto keluarga kami yang bersebelahan dengan foto keluarga sebelumnya. Di mana belum ada aku dan si kembar kecil. Di sana hanya ada kak Sarah, Bang Dion, Zyona serta Zyan.

  • Turun Ranjang   Bab 24

    Rumah di dekorasi sedemikian rupa untuk acara pengajian tujuh bulanan kehamilanku. Walaupun baru tujuh bulan, tapi perutku sudah sangat besar. Maklum saja bayi yang aku kandung ada dua orang."Ade bayi, lagi apa?" tanya Zyona mengelus perutku.Bayiku menendang dan itu dirasakan oleh Zyona, Anak itu tertawa girang."Gerak-gerak, Bunda," ucapnya sambil mencium lembut."Zyan, ayo ke sini!" teriaknya begitu melihat saudara kembarnya melintas.Kedua anak berwajah serupa ini memelukku, kepalanya tepat berada di perut. Mereka mendengarkan suara adik-adiknya yang masih berada di rahimku."Ada suaranya?" tanyaku.Zyona dan Zyan hanya senyam-senyum. Sepertinya mereka mendengar suara perutku yang keroncongan karena belum sempat makan. Umi menghampiriku dengan membawa sepiring nasi lengkap den

  • Turun Ranjang   POV Haikal

    Melihatmu bahagia, aku juga bahagia, Fir," ucapku melihat wanita cantik yang tengah duduk tidak jauh dari tempatku.Dia hanya tersenyum mendengar apa yang aku ucapkan barusan. Wajahnya pucat, tapi entah kenapa terlihat sangat cantik dan berbeda. Mungkin pengaruh kondisinya sekarang. Dia tengah hamil. Seandainya, ah aku tidak mau berandai-andai. Ini takdir dan harus kujalani. Seperti ucapanku barusan bahagia melihatnya bahagia. Cinta itu tidak harus memiliki."Makasih, Haikal," ucap Safira."Untuk apa?" tanyaku bingung."Untuk semuanya. Kamu sudah membantu banyak hal hingga aku menjadi seperti sekarang.""Tidak, Fir. Itu semua karena kamu menyadari perasaanmu sendiri. Aku merasa kurang ajar saat bicara kalau aku masih mengharapkanmu waktu itu.""Tidak apa, di situ aku mulai sadar akan perasaanku terhadap bang D

  • Turun Ranjang   Bab 23

    Si kembar dan bang Dion terlihat begitu senang karena janinku kembar. Tak sabar rasanya membagi kabar bahagia ini kepada Abah dan Umi. Setelah dari dokter kandungan kami langsung menuju rumah mereka.Sepanjang perjalanan si kembar terus berbicara kalau adik-adik mereka akan diajak bermain sesuai jenis kelamin mereka. Padahal dokter belum bisa menebak jenis kelamin bayi dalam kandunganku."Adik yang cowok akan aku ajak bermain tembak-tembakan," ucap Zyan antusias."Main bola juga," timpal bang Dion."Yang cewek akan aku pakaikan jepitan dan gaun. Terus main putri-putrian," ucap Zyona.Mereka semua berharap bayi ini kembar sepasang seperti Zyan dan Zyona. Tidak memikirkan perasaanku saat ini yang tengah bingung harus bagaimana. Bisakah nanti berbagi kasih sayang dengan ke empat orang anak? Aku takut tidak bisa berbuat adil.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status