Share

3. CLUB

Penulis: Vaya Diminim
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-16 22:11:33

“Ya, aku bisa melihatmu.” Anna menutup panggilan dari Sherin. Dia melihat sebuah mobil SUV berwarna hitam mendekat. Gadis berambut panjang bergelombang di dalam mobil itu membuka kaca mobil. “Ayo,” katanya. Anna langsung masuk mobil ketika mobil sudah berhenti. 

            Mobil melaju membelah jalanan kota yang ditemani langit senja. Mereka tiba di sebuah club paling terkenal di kota, Channel A Bar and Club. Suasananya sangat ramai dan berisik. “Ingat! Tidak ada kata sedih. Kita di sini bersenang-senang. Oke?” Sherin kembali mengingatkan sebelum mereka melangkah masuk.

            Suara musik yang begitu keras langsung terdengar. Lampu yang redup dan berkilauan sudah menyadarkan Anna kalau mereka memang tengah berada di club.

“Ayo!” Sherin menarik lengan Anna ke tengah kerumunan, menari hingga puas melampiaskan semua rasa sakitnya lalu kembali ke meja. Mereka langsung menenggak segelas wiski lagi dalam sekali tegukan.

 “Oh ya, tadi seorang pria mengajakku berkenalan, kau mau minum bareng?” tanya Sherin semangat. Entah dari mana dia mendapatkan semangat seperti itu.

            Anna menggeleng-geleng sambil mengibas-ngibaskan tangan, tak tertarik. Pandangannya mulai kabur. Sepertinya dia mulai kehilangan kesadarannya perlahan. Dentuman musik luruh ke lantai, terabaikan. Kepalanya sudah terhuyung-huyung meskipun dia berusaha menopangnya dengan sebelah tangan. “Aku anggap kau setuju ya,” ungkap Sherin memutuskan sepihak. Dia segera bangkit. Berlari-lari kecil menemui kembali pria yang mengajaknya tadi.

            “Kau tidak mabukkan?” Bisikan Sherin kembali menyadarkan Anna setelah temannya itu kembali duduk di sampingnya. Anna melihat dua orang pria sudah duduk di depan mereka. Satu berpakaian formal mengenakan jas. Satu lagi berpakaian casual dengan balutan kemeja hitam berleher rendah.  Anna menyerngitkan kening mencoba memfokuskan penglihatannya. Dia melihat seorang pria yang tak asing. Matanya membesar. Anna menggosok-gosok matanya dengan tangan, memastikan penglihatannya tak salah. “Kau…”

            “Kalian saling kenal?” Sherin jauh lebih senang dibandingkan Anna karena dia tak perlu repot-repot untuk mengenalkan mereka.

“Tidak kenal!”

“Tentu!”

Anna dan Eden menjawab serentak dengan jawaban yang berbeda. Sontak Sherin tersenyum dalam diam. Kesempatan bagus untuk menggoda temannya itu lebih jauh.

“Kalau begitu kalian bisa mengobrol lebih lama,” ucap Sherin sambil bangkit dan mengajak pria lain yang bersama mereka. Sontak Anna menoleh pada Sherin. Bisa-bisanya temannya itu meninggalkan mereka berdua saja di sana. Sungguh Anna mengutuk Sherin dalam hati.

            Sebelum pergi, Sherin mendekatkan wajahnya pada telinga pria yang di kenal Anna itu. “Temanku ini agak kesepian, jadi perlakukan dia dengan baik, oke?” bisik Sherin sambil tersenyum picik kemudian berlalu. “Hei,” teriak Anna mengalahkan suara music club.

            “Sepertinya kau tak senang bertemu denganku,” kata Eden santai sambil bersandar dan melipat tangan di dada. Anna menoleh tapi tak berani menatap matanya karena bingung dan juga canggung. Terlebih kesadarannya sekarang sudah mulai menipis.

Anna kembali menenggak wiski di gelasnya. Tak tertarik dengan Eden yang terus menatapnya sedari tadi. “Apa?” Gertak Anna kemudian bangkit. Dia ingin pergi ke kamar mandi.

            “Sudah mau pergi?” tanya Eden terdengar seperti menggoda Anna. “Padahal aku mau mengajakmu ke hotel,” desisnya.

            “Apa?” Anna merasa geli lalu segera meninggalkan Eden di sana. “Dasar mesum!” gumam Anna pelan.

Tak lama setelah Anna menjauh, ponsel Eden bergetar di meja. Ia meraihnya. Panggilan tak terjawab dari Nyonya Arini. Tidak sekali tetapi lima kali. Wajar saja jika ia tak mendengar ponselnya yang berbunyi mengingat musik club yang begitu keras. Eden berdiri dan berjalan agak dekat dengan pintu keluar. Tempat dimana musik tak terdengar begitu keras. Dia menghubungi kembali Nyonya Arini. Jika tidak, bisa-bisa ibunya ngamuk lagi.

            “Hallo,” sapa Eden ramah. Sebelah tangannya terangkat menutup telinganya yang tak ditempeli ponsel.

            “Kenapa tak mengangkat panggilan ibu dari tadi?” teriak ibunya dari seberang sana. “Kau dimana? Berisik sekali.”

            “Club,” jawab Eden singkat. “Kenapa Ibu meneleponku?” tanya Eden tak berbasa-basi.

            “Oh ya, jangan datang malam ini ya, ibu dan ayahmu masih sibuk mengurus pekerjaan kantor. Aku takut nanti pulang kemalaman, datang besok pagi saja, kita sarapan bersama atau mungkin mengajaknya minum teh bersama,” terang ibunya.

            “Apanya? Aku tak pernah bilang mau datang.” Eden bingung dengan permintaan ibunya. Seingatnya dia tak membuat janji akan pulang ke rumah dengan Nyonya Arini atau pun Tuan Teddy.

            “Aku sudah mengundang gadismu ke rumah. Oh ya, sampaikan juga permintaan maaf ibu padanya karena menunda perjanjian awal, padahal ibu yang mengajaknya,” jelas ibunya lagi terdengar sedikit kecewa.

            “Apa? Ga-gadisku?” Eden semakin bingung. Kini dia keluar dari club agar bisa mendengar ibunya dengan jelas. Sekarang scenario apa lagi yang dilakukan oleh Nyonya Arini. Ibunya tak pernah kapok jika sudah menyangkut pernikahan Eden.

            “Apa maksud ibu? Gadis siapa?”

            “Gadis yang bersamamu di hotel kemarin.”

            “Hm? Siapa? Aku tak bersa…..” Kalimat Eden terpotong. Dia teringat kejadian kemarin. Jangan-jangan ibunya melihat Anna masuk ke mobilnya kemarin. Eden memijat-mijat pelipisnya. “Dia bukan gadisku, bu.” Eden berusaha menjelaskan agar ibunya tak terus salah paham.

            “Oh ya? Ibu lihat kemarin dia masuk ke mobilmu, tapi kenapa kau menurunkannya di tepi jalan? Ibu sampai melihatnya menangis kemarin.”

            “Ibu mengikutiku?” Eden semakin terkejut dengan ibunya yang terdengar seperti mengetahui persis kejadian kemarin.

            “Masalah itu tak terlalu penting, pastikan saja kau membawanya pulang besok pagi, akan ibu siapkan sarapan terbaik untuknya,” pinta ibunya. Kini suaranya terdengar lebih tegas dan serius.

            “Sepertinya ibu salah paham, aku tak bisa membawanya pulang, aku bahkan tak begitu mengenalnya,” tolak Eden masih tak terlalu peduli dengan permintaan ibunya. 

            “Begitukah? Baiklah, begini saja, kalau kau bisa membawanya pulang besok pagi, aku berjanji tak akan memaksamu untuk menikah lagi. Seperti yang kau inginkan, aku tak akan ikut campur lagi. Bagaimana?” Nyonya Arini memberi pilihan dari balik ponsel.

            Hening sejenak, tawaran ibunya terdengar begitu menarik. Ini juga kesempatan baginya agar bisa lepas dari ibunya, tapi ia tak bisa membawa Anna dengan mudah. Siapa yang mau diajak pulang oleh orang asing? Tidak ada yang mau kecuali dia sudah kehilangan akal sehat.

“Eden! Kau mendengarku?” Nyonya Arini memastikan kalau ia masih terhubung dengan putranya. “Bagaimana? Kalau kau tidak bisa, maka kau harus ikut kencan buta yang ibu atur lusa.”

“Ibu!” seru Eden spontan. Ibunya selalu melakukan hal-hal yang tak pernah disetujuinya. Dengan berat hati, akhirnya Eden menuruti kemauan ibunya. Setidaknya dia harus mencoba terlepas dari apa hasilnya nanti. “Baiklah. Pastikan saja ibu menepati janji ibu.” Eden memutus percakapan. Dia berjalan mondar-mandir di depan club. Memikirkan bagaimana caranya agar bisa membawa Anna pulang besok pagi.

****

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Twogether   104. ENDING PAGE

    Pagi itu matahari bersinar lebih cerah dari biasanya. Seolah mendukung acara suci yang akan diadakan hari itu. Bahkan cuaca sangat bersahabat. Hari yang dinanti-nanti telah tiba. Ruangan yang sebelumnya kosong kini telah dihiasi dengan berbagai interior berwarna putih. Setiap meja telah tersaji minuman dan juga makanan ringan. Tampak beberapa orang waiter muda mondar mandir menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan. Termasuk Nyonya Arini yang sibuk kesana kemarin menyambut tamu undangan. “Kau gugup?” Ibu Anna merapikan slayer putih miliknya yang tengah menghadap kaca besar. Anna mengangguk pelan sebagai jawaban. Ibu Anna tersenyum hangat. Dia mengerti perasaan putrinya walau tidak sepenuhnya. Karena dulu dia juga pernah berada pada posisi Anna sekarang. “Semuanya akan berjalan seperti yang kau rencanakan nak. Rasa gugup, canggung, atau bahkan takut mungkin kau merasakannya sekarang. Tapi percayalah ini semua perjalanan menu

  • Twogether   103. DUA KELUARGA

    Tiga orang waiters baru saja menyelesaikan sajian makan malam di sebuah ruangan privat hotel bintang lima itu. Akhirnya pertemuan keluarga itu terlaksana. Sesuai perkataan Eden beberapa hari yang lalu. Kedua keluarga saling duduk berhadapan. Anna duduk bersebelahan dengan Eden yang berada di sisi keluarga Anna. Sementara di sisi seberang Eden duduk Nyonya Arini, Tuan Teddy dan juga nenek Eden. Di samping Anna ada ibu, nenek dan juga Ayah Anna. Persamaan kombinasi yang cukup mengejutkan saat mereka pertama kali memasuki ruangan itu. “Terima kasih sudah menjamu kami makan malam Tuan.” Ayah Anna memulai percakapan di meja makan. Dia tampak jauh lebih santai dibanding Ibu Anna dan juga ibu mertuanya. “Ah, tidak usah bilang seperti itu. Anggap saja ini seperti pertemuan keluarga,” sahut Ayah Eden tak kalah ramah. “Mari makan,” tangannya mulai bergerak mengambil mangkuk soto yang tersaji di atas meja. Mereka memang makan di hotel bintang lima, tapi menu m

  • Twogether   102. GEDUNG PERNIKAHAN

    Anna menarik lengan Eden agar pria itu menghentikan langkahnya. “Eden,” panggilnya. Usaha pertamanya gagal, pria yang dipanggilnya itu terus saja berjalan meninggalkan rumah dengan tangan yang masih berpegangan erat.“Eden!” Akhirnya Anna berhasil melepaskan tangannya dari Eden hingga pria itu membalikkan badan. “Kenapa?” katanya dengan suara yang mulai meninggi. Awalnya Anna sedikit terlonjak kaget. Itu pertama kalinya Eden meninggikan suara padanya. Tapi dia tak boleh teralihkan. Masalah utama mereka sekarang adalah ucapan dari Tuan Teddy beberapa menit yang lalu. “Kau tidak boleh seperti itu. Setidaknya kau harus mendengarkan penjelasan ayahmu dulu!” seru Anna balas berteriak. Eden terlonjak kaget saat Anna berseru marah. Keningnya berkerut mencoba memahami situasi saat ini. Jangan bilang kalau gadis di depannya ini setuju dengan pendapat orang tuanya? “Kau setuju dengan rencana ayah?” “Rencana apa?”

  • Twogether   101. GAGAL TOTAL

    “Selamat pagi semuanya,” seru Eden dari depan pintu. Suaranya terdengar penuh semangat, suasana hatinya cerah, secerah mentari pagi di luar sana. Ya. Hari libur adalah kesempatan Anna dan Eden berkunjung ke rumah orang tuanya. Ada hal penting yang harus segera di lakukan. Terlepas dari acara resmi yang memang harus mereka persiapkan. “Oh kalian sudah tiba?” Ayah Eden, Teddy sudah berada di depan pintu menyambut kedatangan Eden dan Anna. “Ibu mana ayah?” Eden melihat sekeliling rumah namun tidak menemukan orang yang dicarinya itu. “Jangan bilang ibu sudah berada di kantor di hari libur ini dan sepagi ini?” Eden menebak asal mengingat kejadian terakhir kali saat pulang ke rumah. “Selamat datang juga Anna,” sapa Tuan Teddy beralih pada calon menantunya itu sambil merentangkan kedua tangan yang disambut sebuah pelukan hangat oleh Anna. Harus Anna akui bahwa Eden memiliki keluarga yang penuh dengan kehangatan jika kita menghilangkan unsur tra

  • Twogether   100. SERANGAN PANIK

    “Jadi kau bekerja dimana tadi?” sela ayah Anna lagi di tengah perbincangan santai mereka yang berhasil membuat Eden tersedak. “Ayah,” sahut Anna mengingatkan. Ayahnya itu sudah bertanya untuk yang ketiga kali. Entahlah apa karena dia tak yakin setelah melihat penampilan Eden atau mungkin dia hanya butuh validasi demi masa depan putrinya itu. “Dokter ayah,” terang Eden sekali lagi. Setelahnya dia meneguk air putih di gelasnya hingga kosong. “Ah iya, dokter. Hebat sekali.” Dan itu adalah pujian yang ketiga kalinya. “Sudahlah ayah, jangan bahas tentang pekerjaan lagi.” “Baiklah. Ayah mengerti.” Ayahnya tersenyum menyudahi interogasi mini untuk calon menantunya itu. “Ngomong-ngomong kapan kita bisa bertemu dengan keluargamu?” Ayah Anna mengedikkan bahu. “Lebih cepat lebih baik bukan?” “Oh tentu saja ayah. Aku akan menjadwalkan secepatnya.” “Bukankah ayah harus bertemu dengan ibu lebih dulu?” An

  • Twogether   99. PRIVATE ROOM

    “Sepertinya suasana hatinya sedang bagus sekali,” gumam Eden pelan. Eden bersandar pada mobilnya yang terparkir di depan gedung apartemen Anna. Senyumnya merekah saat mendapati seorang gadis memasuki halaman gedung. Anna segera berlari dan memeluk pria yang sudah lebih dulu membentangkan kedua tangannya. “Sudah lama? Kenapa tidak menelfonku, kan jadinya kau menunggu lama di sini.” Gadis itu membenamkan kepalanya pada dada bidang milik Eden. Aroma parfum Eden yang khas begitu menenangkan. “Tak masalah. Aku tidak ingin mengganggu waktumu yang berharga.” Kening Anna terlipat. “Kau tau aku pergi menemui siapa?” “Tentu tidak. Tapi kau bilang kau akan menemui orang penting, jadi ya.. aku tak ingin menganggumu.” Anna tersenyum lalu menggenggam tangan Eden. “Mau jalan-jalan sebentar?” “Kau tidak lelah?” tanya Eden sambil merapikan rambut Anna yang sedikit berantakan. Anna menggeleng. “Ada yang ingin kubilang,”

  • Twogether   98. KEBENARAN KEDUA

    Langkah kaki Anna terasa berat namun badannya enggan untuk berbalik. Ada perasaan takut yang bersarang di dalam hati kecilnya. Bercampur dengan rasa marah yang hendak meledak kapan saja jika menatap wajah pria yang masih setiap berdiri di belakangnya itu. Namun gadis yang mengenakan skirt itu terlonjak kaget saat pria paruh baya itu sudah tiba dihadapannya. Pupilnya bergetar tapi masih belum berani menatap wajah pria itu. “Maaf kau salah orang,” katanya pelan hendak pergi meninggalkan tempat itu secepatnya. Hanya itu yang bisa diucapkannya, padahal banyak hal yang ingin dikatakannya. “Tidak.” Jawaban pria itu kembali berhasil menghentikan langkahnya. “Kau putriku, Anna,” panggil pria itu lagi. Tanpa sadar air mata Anna sudah menetes membasahi pipi. Sebenarnya dia tak ingin bertemu dengan orang yang sudah meninggalkannya dan juga ibunya. Dia tak ingin lagi berurusan dengan orang tak bertanggung jawab ini. Tapi demi Eden dan juga keluargany

  • Twogether   97. AYAH

    “Kau dari mana pagi-pagi sekali?” “Tidak ada, aku keluar memang mau menemuimu,” Eden langsung melingkarkan tangan dan menarik Anna ke dalam dekapannya. “Bohong!” Anna mencubit manja hidung mancung milik Eden. “Mana ada, pakaianmu saja lengkap seperti ini. Kau habis dari mana?” “Rumah orang tuaku,” Anna menjauhkan badan dan mengangkat kepala. “Kenapa? Apa terjadi sesuatu di rumah?” Suara Anna terdengar khawatir. Eden menggeleng. Dia kembali memeluk Anna, kali ini lebih erat. “Bisa izin aja gak hari ini? Kerjanya,” “Tidak bisa, aku sudah terlalu sering tidak masuk. Tidak enak jika terus merepotkan Rian yang harus menggantikan shiftku terus. Tapi memangnya di rumahmu terjadi sesuatu? Sampai-sampai kau harus pulang sepagi ini? Tumben banget.” “Tidak ada. Atau kau mau berhenti bekerja saja?” Eden terus saja mengalihkan topik pembicaraan. “Hei!” Kali ini Anna mendorong tubuh Eden cukup jauh hingg

  • Twogether   96. RESTU RESMI

    “Ya. Aku memang bertengkar hebat di Departemen Store waktu itu,” jawab Nyonya Arini dengan suara yang lantang. “Tapi bukan dengan Anna,” lanjutnya lagi, suaranya mulai melunak. “Lalu?” “Aku tidak tau masalah mereka apa, tapi tiba-tiba saja seorang gadis menampar Anna bahkan menjambak rambutnya. Aku tidak terima dia mengatakan hal-hal buruk padanya di tengah keramaian seperti itu.” “Apa?” Eden mendengus tidak percaya. Siapa yang berani beraninya menampar kekasihnya itu. “Bagaimana dengan Anna? Dia tidak mungkin diam saja kan? Apa dia terluka?” “Tentu saja tidak, justru Anna balas menampar gadis itu. Aku segera berlari menghampirinya. Awalnya berniat untuk membantu tapi saat Anna memanggilku dengan sebutan ibu, gadis gila itu justru ikut menarik rambut Anna sambil mengatakan kalau aku tidak mendidik anakku dengan baik.” Nyonya Arini tertawa getir. Dia ingat betul bagaimana kata-kata itu meluncur dari mulut gadis yang berlagak sombong itu.

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status