Home / Romansa / Twogether / 8. KENANGAN BODOH

Share

8. KENANGAN BODOH

Author: Vaya Diminim
last update Last Updated: 2024-07-07 21:34:13

Anna menyelam di tengah gelapnya kamar. Sherin masih belum pulang karena masih pukul delapan malam. Mungkin jam segini masih siang padanya.

            Gadis yang belum berganti pakaian semenjak siang tadi merebahkan badannya di ranjang. Terlalu malas untuk berjalan ke arah pintu untuk menghidupkan lampu. Berbagai pikiran menjalari benaknya.

            Langit langit kamar sunyi. Hanya sayub-sayub klakson mobil di jalan bawah sana yang menyelinap masuk. Anna mendesah lantas mengangkat sebelah tangan menutupi wajah. Apakah keputusannya sekarang sudah benar. Jawaban Eden atas pertanyaannya cukup untuk mengoyak hati Anna yang sudah terluka.

            “Tapi bagaimana jika mereka benar-benar ingin kita menikah?” Anna bertanya setengah panik.

            Eden terkekeh pelan. “Tidak semua pasangan yang berkencan berakhir dengan pernikahan. Jangan bilang kalau selama ini kau berpikiran seperti itu?” Eden melirik Anna yang menatap lurus ke depan. “Apa kau juga mengharapkan sebuah pernikahan setelah berkencan dengan pria itu?”

            Anna masih diam, enggan untuk menanggapi. “Memangnya apa yang kau harapkan dari berkencan dari seorang pria. Kita tidak bisa tahu dia tulus atau hanya bermain-main. Toh, kau juga sudah tau kalau kau hanya mainan baginya dan sudah melihatnya dengan langsung.  Sepertiya dia juga tak berniat untuk mengajakmu menikah.”

            Air mata Anna sudah melarikan dari mata. Dia terisak. Hidungnya merah dan penuh dengan ingus. Dia teringat akan kenangan manisnya bersama Kevin dan menyadari betapa bodoh dirinya waktu itu. Entah mengapa dia berharap begitu banyak pada Kevin sementara dialah yang paling banyak berkorban. Anna bahkan selalu mengalah jika mereka bertengkar, selalu memberikan hadiah pada setiap peringatan hari jadi mereka walau Kevin tak pernah mengingatnya. Anna juga selalu datang jika Kevin menghubunginya lebih dulu, tak pernah bertanya apalagi membantah. Dia mengasihani dirinya karena semua tingkah bodohnya dulu.

            “Hei! Kenapa kau menangis?” Eden menjadi salah tingkah setelah mendengar tangisan Anna yang mulai keras. Akhirnya dia menghentikan mobilnya di tepi jalan. “Buat apa kau menangis? Karena pria itu lagi?” tebak Eden asal. Hanya itu alasan yang mungkin kenapa Anna menangis.

            Anna keluar dari mobil lalu bersandar di pintu. Dia menangis semakin keras. Ini kedua kalinya dia menangis di tengah keramaian setelah kejadian di halte waktu itu. Bedanya kali ini dia di temani oleh Eden.

            Matahari tepat berada di atas kepala, namun angin sepo-sepoi membuatnya menjadi sejuk. Menetralkan rasa panas yang membakar kepala. Eden ikut turun dari mobil dan mendapati Anna menutupi wajahnya dengan kedua tangan.

            “Sejujurnya dia tak layak untuk kau tangisi. Tapi… ya menangislah sepuasnya.” Eden menutupi wajah Anna dengan jas yang baru saja di bukanya lantas tangannya beralih menepuk pelan pundak gadis yang mulai terguncang itu.

            Anna mengusap wajah setelah dering ponsel membuatnya kembali tersadar. Dia meraih ponsel yang masih berada di dalam tas. Terpaksa dia duduk karena tak menemukan ponsel yang terus berbunyi – hampir saja dia mengutuk siapa yang menelepon. Kini dia malah tersenyum melihat nama yang tertera di layar.

            “Hallo.” Anna menyapa dengan ramah dan hangat.

            “Suaramu kenapa lesu begitu?” Anna ketahuan oleh neneknya. Dia memang tak bisa berbohong, lihatlah. Neneknya langsung tahu kalau Anna sedang tidak baik-baik saja hanya dengan suara.

            “Lesu? Tidak.” Anna mengelak sambil tertawa pelan. Ia kini bisa mendengar neneknya ikut tertawa di seberang sana. “Kau baik-baik saja nek? Kalau Kakek sehat?”

            “Hm. Kami baik-baik saja.”

            “Ada apa menelepon?”

            “Begini…” Suara neneknya terdengar agak ragu.

            “Ada apa nek?”

            “Ibumu tadi datang ke sini.”

            Pupil mata Anna bergetar. Sudah lama dia tak mendengar kabar dari ibunya. Anna pikir ibunya benar-benar memutuskan hubungan mereka semenjak Anna menolak bergabung menjadi bagian keluarga setelah ibunya menikah lagi. Justru Anna tak menyangka kalau ibunya akan menemui nenek di pinggir kota padahal tak pernah menelepon hanya untuk bertanya kabar.

            “Dia bertanya keberadaanmu sekarang. Maaf aku memberitahunya tanpa mengabarimu lebih dulu.” Suara neneknya berubah menyesal.

            Anna tersenyum pelan meskipun tak terlihat olehnya. “Tidak apa-apa nek. Buat apa meminta maaf, toh itu bukanlah kesalahan. Nenek hanya menjawab pertanyaannya, kan? Tidak apa. Tak masalah. Aku tinggal bertemu dengannya nanti jika memang dia datang ke rumahku nanti.” Anna membalasnya dengan nada suara yang terdengar ceria. Supaya neneknya tak terlalu khawatir karena melakukan hal-hal yang dibenci oleh Anna.

            Bisa dibilang Anna adalah anak yang tak diakui secara hukum dalam keluarga Arasely. Dan tentu saja banyak saudara tiri terutama ibu tirinya sangat tak menyukai dirinya, terlebih semenjak ibu Anna menjadi istri kedua dari ayah tirinya saat ini. Hanya kakak keduanya yang bersikap baik padanya, sementara kakak laki-lakinya yang lain justru sangat membenci Anna. Takut jika ayahnya akan menjadikan Anna sebagai pewaris tunggal padahal tidak memiliki hubungan darah sedikit pun.

***

            Seketika Anna ingin minum bir. Dia berjalan ke dapur dan membuka pintu kulkas. Untuk kesekian kalinya Anna mendesah. Sherin menghabiskan semuanya tanpa mengisi kembali. Tak berpikir panjang, Anna bersiap pergi ke supermarket. Dia sangat ingin minum malam itu.

            Malam kota Jakarta tak pernah tidur. Kehidupan malam baru saja di mulai. Jalanan masih padat dan penuh dengan kepul asap yang menggumpal di belakang. Supermarket dua puluh jam tak jauh dari apartemen Anna. Hanya butuh sepuluh menit dengan berjalan kaki.

            Seorang kasir yang masih muda baru saja menyapanya tepat setelah Anna mendorong pintu supermarket. Anna membalasnya dengan sebuah senyuman dan anggukan kecil. Lantas dia langsung berjalan menuju rak bagian alkohol. Tak sengaja Anna melihat sebuah roti dengan merek dagang perusahaan ayahnya.

            Ah, dia merasa malas sekali lantas segera mengalihkan pandangan. Perusahaan keluarga Anna bergerak di berbagai bidang. Mulai dari makanan, pakaian hingga properti. Tak heran jika dia menemukannya dimana-mana.

            Anna mengambil sebotol bir dari kulkas lalu segera ke kasir dan membayarnya. Dia tak langsung kembali ke apartemen, tetapi memilih duduk di bangku plastic di depan supermarket. Duduk bersantai barang sebentar saja menatap bintang di langit meski tak bersinar seterang biasanya. Apakah dia ikut menertawakan keadaan Anna yang sekarang?

            Huft! Anna menghela nafas berat setelah menenggak bir. Matanya mulai berair karena angin malam yang berhembus. Payung meja tempat duduknya tak membantu untuk menghadang hembusan angin.

            “Oh, Anna!” Sherin berseru memanggil namanya dari kejauhan. Jarak mereka masih beberapa langkah, Sherin melambaikan tangan dengan semangat. Sepertinya dia mabuk berat.

            Anna segera bangkit dan berlari menghampiri Sherin – hampir saja gadis itu tersungkur ke tanah karena pijakannya yang tak kuat. “Astaga! Kau mabuk berat.” Anna memapah Sherin menuju tempat duduknya tadi. Dia kembali masuk ke dalam supermarket dan membelikan sebotol minuman penghilang pengar dan sebotol air putih.

            Rencananya ingin mabuk malam itu pun batal. Jika dia ikutan mabuk, bagaimana mereka akan pulang. Tidak ada yang beres jika mereka berdua sudah mabuk.

            “Ini.” Anna membuat tangan Sherin mencengkram botol yang sudah di buka. Menyuruh gadis itu segera meminumanya agar segera tersadar. “Eeih, kebiasaan sekali. Sekarang dengan siapa lagi?” Bodohnya Anna mengomeli Sherin yang tak fokus.

            “Tampaknya temanmu mabuk berat ya?” Suara seorang laki-laki datang dari belakangnya dan membuat Anna berbalik.

            Matanya langsung membesar, “Eden?”

            ****

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Twogether   104. ENDING PAGE

    Pagi itu matahari bersinar lebih cerah dari biasanya. Seolah mendukung acara suci yang akan diadakan hari itu. Bahkan cuaca sangat bersahabat. Hari yang dinanti-nanti telah tiba. Ruangan yang sebelumnya kosong kini telah dihiasi dengan berbagai interior berwarna putih. Setiap meja telah tersaji minuman dan juga makanan ringan. Tampak beberapa orang waiter muda mondar mandir menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan. Termasuk Nyonya Arini yang sibuk kesana kemarin menyambut tamu undangan. “Kau gugup?” Ibu Anna merapikan slayer putih miliknya yang tengah menghadap kaca besar. Anna mengangguk pelan sebagai jawaban. Ibu Anna tersenyum hangat. Dia mengerti perasaan putrinya walau tidak sepenuhnya. Karena dulu dia juga pernah berada pada posisi Anna sekarang. “Semuanya akan berjalan seperti yang kau rencanakan nak. Rasa gugup, canggung, atau bahkan takut mungkin kau merasakannya sekarang. Tapi percayalah ini semua perjalanan menu

  • Twogether   103. DUA KELUARGA

    Tiga orang waiters baru saja menyelesaikan sajian makan malam di sebuah ruangan privat hotel bintang lima itu. Akhirnya pertemuan keluarga itu terlaksana. Sesuai perkataan Eden beberapa hari yang lalu. Kedua keluarga saling duduk berhadapan. Anna duduk bersebelahan dengan Eden yang berada di sisi keluarga Anna. Sementara di sisi seberang Eden duduk Nyonya Arini, Tuan Teddy dan juga nenek Eden. Di samping Anna ada ibu, nenek dan juga Ayah Anna. Persamaan kombinasi yang cukup mengejutkan saat mereka pertama kali memasuki ruangan itu. “Terima kasih sudah menjamu kami makan malam Tuan.” Ayah Anna memulai percakapan di meja makan. Dia tampak jauh lebih santai dibanding Ibu Anna dan juga ibu mertuanya. “Ah, tidak usah bilang seperti itu. Anggap saja ini seperti pertemuan keluarga,” sahut Ayah Eden tak kalah ramah. “Mari makan,” tangannya mulai bergerak mengambil mangkuk soto yang tersaji di atas meja. Mereka memang makan di hotel bintang lima, tapi menu m

  • Twogether   102. GEDUNG PERNIKAHAN

    Anna menarik lengan Eden agar pria itu menghentikan langkahnya. “Eden,” panggilnya. Usaha pertamanya gagal, pria yang dipanggilnya itu terus saja berjalan meninggalkan rumah dengan tangan yang masih berpegangan erat.“Eden!” Akhirnya Anna berhasil melepaskan tangannya dari Eden hingga pria itu membalikkan badan. “Kenapa?” katanya dengan suara yang mulai meninggi. Awalnya Anna sedikit terlonjak kaget. Itu pertama kalinya Eden meninggikan suara padanya. Tapi dia tak boleh teralihkan. Masalah utama mereka sekarang adalah ucapan dari Tuan Teddy beberapa menit yang lalu. “Kau tidak boleh seperti itu. Setidaknya kau harus mendengarkan penjelasan ayahmu dulu!” seru Anna balas berteriak. Eden terlonjak kaget saat Anna berseru marah. Keningnya berkerut mencoba memahami situasi saat ini. Jangan bilang kalau gadis di depannya ini setuju dengan pendapat orang tuanya? “Kau setuju dengan rencana ayah?” “Rencana apa?”

  • Twogether   101. GAGAL TOTAL

    “Selamat pagi semuanya,” seru Eden dari depan pintu. Suaranya terdengar penuh semangat, suasana hatinya cerah, secerah mentari pagi di luar sana. Ya. Hari libur adalah kesempatan Anna dan Eden berkunjung ke rumah orang tuanya. Ada hal penting yang harus segera di lakukan. Terlepas dari acara resmi yang memang harus mereka persiapkan. “Oh kalian sudah tiba?” Ayah Eden, Teddy sudah berada di depan pintu menyambut kedatangan Eden dan Anna. “Ibu mana ayah?” Eden melihat sekeliling rumah namun tidak menemukan orang yang dicarinya itu. “Jangan bilang ibu sudah berada di kantor di hari libur ini dan sepagi ini?” Eden menebak asal mengingat kejadian terakhir kali saat pulang ke rumah. “Selamat datang juga Anna,” sapa Tuan Teddy beralih pada calon menantunya itu sambil merentangkan kedua tangan yang disambut sebuah pelukan hangat oleh Anna. Harus Anna akui bahwa Eden memiliki keluarga yang penuh dengan kehangatan jika kita menghilangkan unsur tra

  • Twogether   100. SERANGAN PANIK

    “Jadi kau bekerja dimana tadi?” sela ayah Anna lagi di tengah perbincangan santai mereka yang berhasil membuat Eden tersedak. “Ayah,” sahut Anna mengingatkan. Ayahnya itu sudah bertanya untuk yang ketiga kali. Entahlah apa karena dia tak yakin setelah melihat penampilan Eden atau mungkin dia hanya butuh validasi demi masa depan putrinya itu. “Dokter ayah,” terang Eden sekali lagi. Setelahnya dia meneguk air putih di gelasnya hingga kosong. “Ah iya, dokter. Hebat sekali.” Dan itu adalah pujian yang ketiga kalinya. “Sudahlah ayah, jangan bahas tentang pekerjaan lagi.” “Baiklah. Ayah mengerti.” Ayahnya tersenyum menyudahi interogasi mini untuk calon menantunya itu. “Ngomong-ngomong kapan kita bisa bertemu dengan keluargamu?” Ayah Anna mengedikkan bahu. “Lebih cepat lebih baik bukan?” “Oh tentu saja ayah. Aku akan menjadwalkan secepatnya.” “Bukankah ayah harus bertemu dengan ibu lebih dulu?” An

  • Twogether   99. PRIVATE ROOM

    “Sepertinya suasana hatinya sedang bagus sekali,” gumam Eden pelan. Eden bersandar pada mobilnya yang terparkir di depan gedung apartemen Anna. Senyumnya merekah saat mendapati seorang gadis memasuki halaman gedung. Anna segera berlari dan memeluk pria yang sudah lebih dulu membentangkan kedua tangannya. “Sudah lama? Kenapa tidak menelfonku, kan jadinya kau menunggu lama di sini.” Gadis itu membenamkan kepalanya pada dada bidang milik Eden. Aroma parfum Eden yang khas begitu menenangkan. “Tak masalah. Aku tidak ingin mengganggu waktumu yang berharga.” Kening Anna terlipat. “Kau tau aku pergi menemui siapa?” “Tentu tidak. Tapi kau bilang kau akan menemui orang penting, jadi ya.. aku tak ingin menganggumu.” Anna tersenyum lalu menggenggam tangan Eden. “Mau jalan-jalan sebentar?” “Kau tidak lelah?” tanya Eden sambil merapikan rambut Anna yang sedikit berantakan. Anna menggeleng. “Ada yang ingin kubilang,”

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status