Share

BAB 1 | Hari Pertama Chaira Kuliah

BAB 1 | Hari Pertama Chaira Kuliah 

Hujan

Ada yang berbeda dengan hujan kali ini..

Cara langit menumpahkan air, di mataku tampak tak biasa.

Kadang dengan lembut mereka turun, lalu bertambah kian deras.

Ah, bukankah hanya air yang datang secara bersamaan? Mengapa aku merasa terusik?

Rupanya, hujan kali ini hadir diringi kenangan.

Menyaksikanya, aku bagai bercermin dengan masa lalu.

Kala itu, aku tengah termenung, tanganku menengadah ke atas, rintikan hujan beramai-ramai membasahiku. Tak terkecuali wajahku, yang sesekali menatap bagaimana air itu terjun ke bumi. Sudah menjadi hobi untukku, berlama-lama memandang hujan. Bedanya kali ini, aku lebih berani memperhatikannya, karena ia berhasil membuatku melamun, dan dengan lancangnya mengingatkanku pada secarik masa lalu..

Hujan malam itu menggambarkan dengan jelas, waktu aku merasa benar-benar rapuh, serta dilema akan suatu masalah.

Saat itu aku memilih pergi dari orang yang kucinta. Bukan tanpa alasan, banyak sebab aku memilih keputusan tersebut.

Namun dia terlanjur kecewa, marah lebih tepatnya. Karena sejak saat itu, dia tak pernah mau menemuiku atau bahkan melihat ke arahku.

Namun takdir berkata lain, kami malah dipertemukan secara 'paksa' . Kami dijodohkan oleh orang tua, aku ingat betul tatapan matanya saat tau orang yang akan menjadi istrinya adalah aku, wanita yang pernah mengecewakannya. Dengan lantang ia berkata, "Ayah mau menikahkan aku dengan orang yang menolakku?"

Tentu saja perkataannya itu mengundang tanya  orang tua kami, aku memilih menunduk lesu. Bagaimanapun, pernikahan itu tetap terjadi.

Sekarang, dengan segala penyesalan, ia bersikap tak acuh padaku, waktu kutanya kenapa ia begitu membenciku, ia bilang, "Aku menyesal tetap menerima perjodohan ini, dan lebih menyesal bertemu denganmu."

***

Tidak hanya di SMA, kuliah pun hampir sama suasananya dengan sekolah dulu, apalagi bagi anak-anak yang baru menginjak kampus. ada yang tengah ribut, ada yang bergosip, ada pula yang tengah berdandan ria. Bedanya, kini di kampus, para cewek bebas memakai make up, tidak seperti waktu di SMA. Yah, asal jangan pas ada dosen saja dandannya.

Selain itu, tak sedikit juga yang senang menyendiri seolah tidak ada teman yang mau menemani. Seperti gadis berjilbab di pojok bangku ke-tiga, alih-alih bergabung dengan teman barunya, gadis yang bernama Chaira itu lebih memilih menonton drama korea kesukaannya.

Beberapa saat kemudian, salah satu dosen datang memasuki kelas.

Anak-anak yang baru melihatnya, membuat ekspresi kagum pada ketampanan dosen muda itu. Tak terkecuali Chaira, gadis itu tampak mengingat-ngingat beberapa aktor Korea yang menurutnya ada kemiripan dengan dosennya itu.

Dosen tersebut tidak sendirian, di belakangnya berdiri seorang lelaki paruh baya dan anak laki-laki yang sepertinya mahasiswa juga.

Aneh, Chaira belum pernah melihatnya waktu ospek. Maklum, sifat keingintahuannya terhadap orang-orang good looking memaksanya untuk memperhatikan satu-persatu manusia yang ada waktu ospek saat itu. Yah, tak hanya perempuan, sebagai cewek normal, Chaira juga kerap memperhatikan cowok-cowok good looking kok!

Lebih aneh lagi, orang yang datang bersama pak dosen, wajahnya tipikal Korea banget, membuat Chaira dan teman-temannya penasaran.

"Assalamualaikum, selamat pagi semuanya.. kenalkan ini Lee Jun Ki, teman kelas kalian. Ia tidak mengikuti ospek seperti yang lain, karena baru datang dari Korea. Dan di samping saya, adalah ayah dari Lee Jun Ki."

Pak dosen yang tampan itu memperkenalkan lelaki yang bersamanya. Lalu menyuruh mahasiswa itu untuk menyapa teman barunya.

"Hallo, aku Lee Jun Ki, aku baru pulang dari Korea, jadi baru sempat bertemu dengan teman-teman semua. Aku bahkan tidak ikut ospek seperti teman-teman. Kemaluanku sangat besar."

Sontak semua yang ada  di kelas itu tertawa mendengar kalimat perkenalan Lee Jun Ki. Namun dengan cepat ayah dari Lee Jun Ki menjelaskan.

"Maafkan Lee Jun Ki, ia sangat lama tinggal dikorea, jadi bahasa Indonesianya masih harus banyak yang dikoreksi. Semoga kalian bisa membantu anak saya perihal ini. Tapi meski begitu, Lee Jun Ki berkewaganegaraan Indonesia seperti saya. Dia hanya beberapa kali sekolah di Korea."

Ucap pria paruh baya itu dengan sedikit cemas.

"Maksud perkataannya barusan adalah, dia merasa malu dan tidak enak karena tidak mengikuti ospek seperti kalian." Lanjutnya.

Sementara Lee Jun Ki yang tampak salah tingkah, hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Oke adik-adik, mohon bantuannya ya untuk teman baru kita ini, semoga kalian bisa saling menjalin silaturahmi, dan menambah banyak teman di sini."

Setelah itu, ayah dari mahasiswa baru dan pak dosen yang diketahui bernama Rayyan, keluar dari kelas meninggalkan Jun Ki yang sudah duduk manis di bangku terakhir baris kedua.

Di dekatnya, teman baru Jun Ki terus saja mengucapkan 'annyeong' dengan logat asal-asalan seolah menggodanya. Jun Ki hanya terkekeh.

"Annyeong haseyo Oppa." sapa salah satu gadis di dekat bangkunya. Jun Ki menundukkan kepalanya seraya menjawab, "ne."

Lantas seorang lelaki di depannya mencoba ikut menyapanya dengan candaan.

"Anying!" Ucapnya sambil melambaikan tangan ke depan wajah Jun Ki. Membuat semua yang ada di ruangan itu tertawa melihatnya.

Sementara Jun Ki yang tidak mengerti, hanya bisa ikut tertawa bersama teman barunya.

Tersenyum, tertawa seraya memperhatikan orang-orang yang ada dikelas itu. Dan tanpa sengaja, matanya bertemu dengan seorang gadis dipojok bangku ke tiga, yang justru melihatnya dengan tatapan heran.

Mata Chaira terkesiap saat cowok Korea itu mengetahui ia sedang memperhatikannya. Langsung saja Chaira berbalik lalu menutupi wajahnya, meski hal itu tidak perlu dilakukan karena dengan berbalik saja ia tidak akan terlihat wajahnya oleh Lee Jun Ki dari arah belakang.

Ah, entahlah Chaira hanya malu dan kesal. Suruh siapa lelaki itu menciduknya saat Chaira sedang memperhatikannya.

Tidak, Chaira tidak boleh lagi memperhatikannya. Bisa-bisa dia kegeeran mengira Chaira menyukainya.

***

Chaira menjatuhkan tasnya, terkejut dengan pemandangan di depannya.

Ayahnya tengah meringis kesakitan, dengan wajah yang babak belur seperti habis dipukuli banyak orang.

"Pak, bapak kenapa Pak?"

Chaira segera menghampiri ayahnya lalu dengan sigap ia beralih mengobati luka di sekujur tubuh sang ayah.

"Chaira, kamu gak usah khawatirkan bapak. Bapak gak papa kok."

Prangg!!

Tampak dari dapur, suara piring pecah terdengar jelas.

Chaira dan ayahnya saling bertatapan. lalu tak lama, Karmila-adik perempuan Chaira, keluar dari dapur dan bergegas masuk ke kamarnya setelah bertatapan dengan Chaira beberapa saat.

Tatapan itu.. tatapan sedih, sendu atau bahkan lebih ke.. kecewa.

Chaira tidak tau apa yang terjadi sebenarnya, apa kesalahan yang sudah dilakukannya sehingga membuat adiknya itu memberi tatapan ambigu padanya.

"Bapak harus istirahat." Dengan penuh tenaga, Chaira membantu ayahnya menuju kamar.

Beberapa kali Chaira mengetuk pintu kamar adiknya seraya memanggilnya. Namun Karmila tak menghiraukan kakaknya sedari tadi.

"Karmila, kamu kenapa? Buka dong pintu-"

Belum selesai Chaira bicara, akhirnya adiknya membuka pintu kamar dengan lebar.

Setelah menutup pintu, Chaira menghampiri adiknya yang tengah sibuk dengan tugas sekolahnya.

Chaira mengusap punggung Karmila,

"Ada apa?"

Lagi-lagi Karmila memberi tatapan kecewa pada Chaira, lalu tatapan itu berubah menjadi sinis.

"Mungkin aku adalah anak tiri di sini."

"Karmila, kenapa kamu ngomong gitu?"

Bisa-bisanya adiknya yang satu itu berbicara begitu. Chaira kecewa mendengarnya.

"Kakak tau? Bapak hampir mati tadi!"

"Maksud kamu apa?!? Kenapa kamu ngomong gitu?"

Setelah menunggu beberapa saat, jawaban yang didapat chaira malah suara tangis yang sangat menyedihkan.

"Karmila, coba cerita sama kakak, ada apa sebenarnya? Apa yang terjadi sama bapak?"

Dengan sesenggukan, Karmila akhirnya menceritakan semuanya.

"Bapak rela-relain meminjam uang pada bosnya yang pelit itu, untuk membiayai kuliah kakak, tanpa mencari solusi gimana nanti bapak akan bayar hutang puluhan juta itu, yang nominalnya membesar setiap harinya. Kakak gak tau kan?"

Chaira terkejut mendengar cerita adiknya. Ayahnya selama ini hanya bekerja sebagai tukang bangunan yang job-nya kadang padat kadang senggang. Itu pun bayarannya harus disetor dahulu pada bosnya yang mencarikan pekerjaan tersebut.

Chaira tidak terlalu mengerti bagaimana konsepnya, hanya saja, beberapa kali ayahnya meyakinkan Chaira untuk lanjut kuliah, berdalih bahwa ayahnya punya cukup uang untuk membiayai kuliah putrinya itu.

"Tapi bapak bilang, itu ... uang tabungannya."

"Dengan bodohnya kakak percaya? Bapak punya tabungan puluhan juta dengan gaji yang bahkan untuk makan sehari-hari saja susah! Yang mengecewakan adalah, aku beberapa kali minta untuk ikut lomba matematika dengan biaya yang tak seberapa, tapi bapak selalu bilang tak punya uang."

"A-apa?"

"Kenapa bapak pilih kasih? Kenapa? Bapak hanya mementingkan cita-cita kakak saja, yang bahkan tidak punya keahlian sama sekali! Setidaknya aku punya bakat di salahsatu pelajaran! Orang-orang selalu memuji keahlian matematikaku! Aku hanya ingin pengalaman, aku ingin dikenang sebagai orang yang pintar matematika di sekolah!"

Benar, Chaira tidak punya keahlian apapun, walaupun semua nilai mata pelajaranya di atas rata-rata, tapi tidak ada satupun yang unggul dari semua mata pelajaran itu. Ia bahkan tidak punya bakat apapun diluar pelajaran sekolah. Setidaknya adiknya punya bakat melukis, dan temannya-Yasmin, selain pintar dalam pelajaran, ia juga berbakat menulis.

Tapi Chaira? Tidak! Dia benar-benar tidak punya bakat ataupun keahlian. Hobinya hanya menghambur-hamburkan kuota untuk menonton film.

Dengan lesu, Chaira keluar dari kamar adiknya. Mulai sekarang, ia bertekad untuk bekerja keras dan menabung, agar bisa membantu melunasi hutang ayahnya.

Lagi pula, kenapa ia baru tau saat ini? Setelah ia lulus masuk kampus, dan mulai menjadi mahasiswa di sana.

Jika saja ia tau dari dulu, ia lebih memilih untuk bekerja saja seperti Yasmin.

***

Cuaca hari ini cerah, hanya suasana hati chaira saja yang mendung.

Duh, padahal chaira punya banyak cerita yang ingin ia sampaikan pada Karmila. Tapi nyatanya malah ada kejadian tak terduga.

Padahal mulutnya sudah gatal ingin bercerita banyak pada adiknya itu. Sedangkan Yasmin, entah bagaimana kabarnya sahabatnya itu. Terakhir kali bertemu, Yasmin bilang ia sudah dijodohkan, Chaira jadi penasaran lelaki seperti apa yang dijodohkan dengan Yasmin.

"Duh! Apaan sih ini!"

Apa lagi ini? Kenapa ada saja yang membuat Chaira kesal hari ini.

Chaira mengambil kertas yang tertiup angin dan mendarat tepat di wajahnya.

Ada yang melihatnya gak ya? Bisa malu Chaira kalau ada yang melihatnya tertabrak kertas tipis itu!

"Apa ini? Apa ini? Bisa-bisanya kertas jelek ini menabrak wajahku yang tidak cantik ini! Mari kita lihat, apa ini?" gumam Chaira sambil mencari tempat duduk nyaman untuk melihat apa isi kertas tersebut.

Namun setelah melihat dengan seksama tulisan yang mewarnai kertas itu, Chaira senang luar biasa. Tiba-tiba saja Chaira merasa ada malaikat penolong menghampiri nya.

"Yeeay!! I'am coming!!"

Sementara itu, di balik kaca jendela mobil, seseorang tengah memperhatikan chaira dengan senyum di bibirnya.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status