Home / Romansa / UNFINISHED PAST / BAB 2 | Kehiudupan Chaira

Share

BAB 2 | Kehiudupan Chaira

last update Last Updated: 2021-10-14 14:34:12

"Ingat ini, kamu bekerja hanya setengah hari daripada yang lainya. Jadi gajimu hanya delapan ratus ribu saja perbulan. Datang jam dua siang dan jaga sampai malam. Paham?"

"Saya mengerti Bu, terima kasih banyak."

Dengan erat Chaira menggenggam peralatan yang diperlukannya untuk bekerja besok.

_

Seharusnya sesudah sholat subuh Chaira tidak boleh tidur lagi. Tapi kebiasaan buruknya itu sudah mendarah daging hingga saat ini. meski dalam hati, ia selalu mengingatkan diri sendiri untuk mengubah kebiasaannya itu. Karena mulai sekarang, ia akan bekerja keras dan menjalani kuliah dengan sepenuh hati.

Chaira bersiap-siap memasak sebelum mandi, namun ternyata di dapur tidak ada bahan makanan yang memadai. Ada telur, tapi tidak ada beras atau roti. Bagaimana, dia bukan orang barat yang bisa memakan telur tanpa nasi.

Ia berjalan menuju rak paling atas. Baguslah, Chaira menemukan setengah lusin Energen disini.

Energen adalah penunda lapar terbaik.

"Karmila, kakak hanya membuat Energen, diminum ya..."

Hmm... adiknya itu bahkan belum bangun sama sekali. Jika begitu, tandanya Karmila memang tidak ingin sekolah.

Chaira menunduk sedih, semua orang menjadi sakit karenanya.

'Jika aku tidak memiliki keahlian, mengapa Tuhan menciptakanku?'

Protesnya dalam hati.

Ah, tidak-tidak. Ia pasti memiliki kelebihan walau seujung kuku pun.

***

"Eh, Jun Ki! Kanapa kemarin ayah lo datang ke sini?"

"Iya, lo udah kaya anak TK tau! Hahaha mau sekolah dianterin."

Teman-teman Jun Ki mencoba bertanya dengan nada ledekan. Meski ia tidak terlalu paham dengan kata-katanya, tapi ia yakin itu adalah ejekan untuknya.

Sial, kenapa teman-temannya itu malah bertanya hal seperti itu sih?

"Kalian pasti tau jawabannya." jawab Jun Ki.

"Iya, bapaknya Jun Ki datang, untuk ngoreksi perkataan dia. Kaya kemarin, dia bilang 'kemaluanku sangat besar' hahaha." celoteh seorang temanya yang bernama Sandi.

"Aishh."

Jun Ki hanya bisa mengumpat kesal.

"Kalian selalu meledekku."

"Jungki, lo gak cocok ngomong gitu. Sini-sini, gue ajarin,coba ngomongnya pake 'lo-gue' jangan 'aku-kamu' coba!" perintah Bian yang duduk di sebelah Jun Ki.

Temanya yang satu ini, bisa-bisanya memanggil Jun Ki dengan lafal seperti itu. Jelas beda dengan nama aslinya.

"Emang lo gue itu artinya apa?"

"Lo-gue." jelas Bian dengan menunjuk Jun Ki kemudian dirinya.

"Ohh.. lo-gue, aku-kamu."

"Iya! Coba."

Jun Ki terdiam sesaat, melihat teman-temannya, lalu berkata. "Lo ngapain masuk ke sini?"

"Lee Jun Ki!!"

Jun Ki sudah bagus memperagakan apa yang diajari temanya, tapi.. dia salah sasaran. Karena yang dia tunjuk adalah seorang dosen yang baru saja masuk ke ruangan itu.

Akibatnya, ia dan teman-temannya dihukum di kelas.

"Ini pelajaran ya untuk semuanya, jangan mengajari orang untuk berperilaku tidak sopan kepada yang lebih tua. Ingat! Sekarang kalian adalah mahasiswa, bukan siswa SMA lagi. Tidak pantas kalian bermain-main seperti ini pada dosen."

Bian, Sandi dan dua orang yang berkumpul tadi, hanya bisa meringis menahan malu.

***

Seorang gadis bersama 2 temannya datang ke kelas Chaira.

Gadis cantik yang ternyata adalah senior di kampus Chaira, menghampiri Sandi yang tengah mengobrol dengan Jun Ki dan Bian.

"Nih, catetan yang lo mau."

"Ya, makasih ya Rik."

"Eh, temen lu ada yang ganteng gini kenalin kek sama gue." ucap senior yang bernama Rika kepada Sandi.

"Oh ini si Jun Ki dia dari Korea, kenalan aja sana."

Sambil tersenyum, Rika mengulurkan tanganya pada Jun Ki. Dan langsung dibalas oleh Jun Ki.

"Rika."

"Aku Jun Ki." Jawab Lee Jun Ki dengan sopan.

Gadis itu terkekeh mendengar jawaban Jun Ki.

"Gue gak tau sih, dia itu sopan atau polos." ujar Rika pada temanya.

"Jun Ki, kan gue udah ajarin lo. Kalo sama murid kaya kita mah gak papa, tapi kalo sama guru, jangan." ucap Bian pada Jun Ki.

Namun dengan cepat Jun Ki melambaikan tanganya. " gak gak! Aku gak mau lagi."

Mereka pun tertawa melihat ekspresi Jun Ki seolah baru pertama kali mendapat hukuman.

"Eh, lo bawa kamus gak? Gue lupa nih." tanya Rika.

"Ya nggak lah, ngapain gue bawa kamus." jawab Sandi.

Lalu Rika melemparkan pertanyaan yang sama pada bian dan Jun Ki.

"Masalahnya cuma gue yang gak bawa, si Ani sama si Ica juga pada bawa."

keluh Rika menunjuk dua temanya.

"Anak-anak lain pada ke mana? Gue mau pinjem sama temen lo deh, gak ada waktu lagi nih."

"Pada ke kantin. Soalnya hari ini ada dua matkul." Jawab Sandi.

"Tuh, ada Chaira yang cantik. Biar gue samperin ah.." ucap Bian, lalu bergegas menghampiri Chaira yang tengah asik dengan ponselnya.

Sementara yang lain hanya memperhatikan Bian dari jauh.

"Chaira, bawa kamus gak?"

"Eh, kenapa? Kamus? Bukanya sekarang jadwalnya Statistik Ekonomi dan Bisnis ya?" jawab chaira setelah melepaskan earphone nya.

"Ini, sepupu gue mau minjem kalo lo bawa, dia lupa gak bawa."

"Oh, maaf. Aku juga gak bawa." ucap Chaira seraya tersenyum saat mengetahui ternyata salah satu seniornya ada di ruangan yang sama.

"Kalau nomor WA bawa kan?" goda Bian pada Chaira.

Chaira hanya tersenyum menanggapinya.

"Sini lo, sini." Sandi menarik Bian dengan paksa.

"Apaan sih?"

"Ck ck, lo tau aja sama yang cantik-cantik." ucap Sandi sambil mendecakkan lidah.

"Lagian, siapa yang sepupu lo? Hah? Siapa? Si Rika itu sepupu gue."

"Alah, sepupu aja diributin, udah kaya pacar aja lo."

Mereka berdua berpura-pura berkelahi.

"Yaudah gue duluan ya!" Pamit Rika dan teman-temannya.

"Yaaa." jawab Sandi.

Chaira tertawa melihat tingkah dua teman barunya itu. Ia menggelengkan kepalanya.

'Benar-benar seperti anak kecil.' ucapnya dalam hati.

***

Hari ini adalah hari pertama Chaira bekerja paruh waktu. Maka setelah kuliah usai, Chaira segera membereskan buku-bukunya, lalu pergi bekerja.

Ia tidak boleh telat, hari pertamanya bekerja, ia harus memperlihatkan kesan baik.

"Chaira.."

"Yah?"

Di tengah Chaira membereskan mejanya, seorang lelaki bernama Bian menghampirinya.

"Rumah kamu di mana? Mau saya anter gak?"

"Gak perlu, makasih." jawab Chaira.

"Bener nih? Kalau ... diisiin kuota mau kan? Mana sini nomornya." pinta Bian.

"Ah, gak usah. makasih." tolak Chaira lagi.

Sementara Bian hanya mengusap kepala belakangnya. Merasa malu karena sudah ditolak dua kali.

"Hallo, assalamualaikum ..." sapa Chaira begitu ia mendapat telpon dari nomor yang tidak dikenal.

"Wa'alaikum salam."

Sontak Chaira dan Bian terkerjut karna si penelepon ternyata temanya sendiri, yaitu sandi.

Jun Ki dan Sandi tertawa melihat ekspresi Bian, lalu dengan percaya diri, Sandi memamerkan ponselnya yang berisi nomor Chaira pada Bian.

"Sial, gue kalah start. Sini lo!"

Bian mengejar Sandi yang berlari keluar kelas.

Yang tidak diketahui Bian, bahwa semua nomor mahasiswa seangkatannya sudah tertulis di buku kelas.

"Hahaha ..."

Tawa Chaira terhenti melihat Jun Ki tengah menertawakan temanya juga.

Chaira benar-benar takjub melihat pemandangan di depannya. Mata setengah sipit, giginya rapih dan putih, wajah berseri, bahkan suara tawanya terdengar seksi di telinga Chaira.

Astaghfirullah!! Kenapa Chaira malah memikirkan hal-hal itu sih? Benar-benar di luar dugaan!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • UNFINISHED PAST   BAB 29 | Gugur

    "Cepat siapkan mobil saya Pak!" perintah Arsen yang langsung dituruti Pak Adi.Adi melajukan mobil sambil bercerita. "Tadi saya lagi nongkrong tuh Pak, di pangkalan sini, dekat mamang penjual sate. Tiba-tiba Non Yasmin telpon, tapi ternyata itu orang lain, bilang kalo yang punya HP kecelakaan di lampu merah jalan Purnama sakti." jelasnya."Kenapa orang itu gak telpon saya?" tanya Arsen penasaran. Teman-temannya tidak ikut serta karna sudah larut. Apalagi Ardi yang sudah berkeluarga."Saya kurang tau Pak, tapi biasanya kan yang dihubungi itu nomor panggilan terakhir. Saya ingat tadi waktu mau ngantar teman-temannya Pak Arsen, Non Yasmin sempat telpon saya untuk jemput. Tapi saya sudah disuruh antar teman Pak arsen, jadi saya tidak bisa." tutur Adi.Arsen merutuki kebodohannya. Kalau sudah seperti ini, hanya penyesalan yang dirasakannya sekarang. Dalam hati, ia terus menggumamkan maaf untuk Yasmin. Tangan kanannya mengusap wajah kasar. Bi Narti tidak ikut serta karna wanita itu di rumah

  • UNFINISHED PAST   BAB 28 | Kecelakaan kecil

    "Apa kabar Bu?" Yasmin berhambur ke pelukan ibunya. Menyalurkan rasa rindu sekaligus perasaan sedih yang tengah dialaminya saat ini. Yah, suasana hatinya sedang tidak baik.Fatimah-Ibu Yasmin, membalas pelukan anaknya setelah menaruh barang. "Ibu baik, kamu sehat?" Ia menatap wajah putri semata wayangnya itu dengan baik. Sudah dewasa. Fatimah bahkan lupa kapan terakhir kali ia memandang putrinya seperti ini.Hampir tujuh tahun lamanya Fatimah merantau di negeri orang. Dengan tekad yang kuat, ia memaksakan keinginannya meski suaminya tidak mengizinkan. Saat itu Yasmin masih duduk di kelas enam SD. Posisinya waktu itu, ia tidak terlalu mengerti mengapa Ibunya harus pergi sangat jauh hanya untuk bekerja. Namun semakin dewasa, Yasmin mengerti, semua dilakukan untuknya juga.Mereka sudah berada di dalam taksi. Fatimah bersandar pada kursi mobil, tangannya tak henti mengusap kepala Yasmin dengan sayang. "Ibu hanya pergi lama, tapi tidak cukup membe

  • UNFINISHED PAST   BAB 27 | Khawatir

    "Nikah yuk!" Ajakan itu bukan pertama kalinya Rayyan lontarkan, tapi berhasil membuat Kinanti tak berkutik. Kenapa? Bukankah ini yang ditunggu sedari tadi? Apa karna kali ini Kinanti menantikannya? Jika yang mengucapkannya itu Gibran, pasti Kinanti akan lebih terkejut sekaligus senang berkali-kali lipat. Tapi tidak, Ia tidak boleh memikirkan lelaki itu lagi. Sudah dapat berlian, kenapa harus memungut batu? Akhinya, dengan percaya diri, Kinanti berkata, "Ayok!" Rayyan mengalihkan pandangan sambil mengulum senyum, "Jangan senyum seperti itu." perintahnya. Setengah terkejut karna baru sekarang Kinanti tersenyum, saat di mobil tadi hanya diam saja. "Kenapa? Aku cantik ya?" Rayyan mengeratkan genggamannya seraya tertawa lepas. Ledekan demi ledekan mereka terima sepanjang hari. Baik itu berasal dari dosen, maupun para mahasiswa._ Rayyan tersenyum melihat Kinanti yang tengah fokus dengan ko

  • UNFINISHED PAST    BAB 26 | Berusaha Lagi

    Tidak ada hari yang indah. Bagi Kinanti, tidak ada lagi hari yang indah setelah semua keinginannya melebur. Setelah takdir ternyata tak berpihak padanya. Wanita itu berdiri tepat di depan jendela kamar yang terbuka, menatap kosong apapun di hadapannya. Sial, bahkan di saat seperti ini, kenangan itu terus keluar menyeruak dari ingatannya, masuk ke dalam pikirannya yang sedang kosong. "Kamu cantik sekali. Kamu tau, kata teman-temanku, kamu adalah idaman semua pria. Aku beruntung memiliki kamu." Gibran mengecup lembut tangan Kinanti seraya menatap matanya. Mengerling dengan pandangan nakal. Kinanti mengalihkan pandangan, semburat merah bisa menjelaskan sipu malu yang dirasakannya. "Kamu tidak berniat menjadi model?" Seharusnya Kinanti sadar dengan pertanyaan sederhana yang dilontarkan Gibran waktu itu. Lelaki itu berharap Kinanti menjadi model? Kenapa seseorang yang mencintainya rela mem

  • UNFINISHED PAST   BAB 25 | Hubungan Yang Terbuka

    "Hih, dasar anak Korea! gitu aja marah. jadi laki kok gak ada pengertiannya." Chaira terpaksa bejalan sendirian, karna Jun Ki meninggalkannya. Tak lama, Bian dan Sandi menghampiri Chaira."Ra, emang kalian benean pacaran ya?" Chaira menoleh sekilas, tidak tertarik dengan pertanyaan yang dilontakan Bian. Mereka berjalan beriringan ke tempat parkir. "Harus ya, aku kasih tau?" jawab Chaira dengan malas. "Jelas dong, kalau kalian menutupi sebuah hubungan, efeknya gak akan baik." jelas Sandi. Chaira mengernyit, "Kenapa?" Sandi sampai berhenti bejalan sebentar untuk menjelaskan masudnya. Chaira dan Bian ikut berhenti."Presentasi orang ketiga akan meningkat. Menutupi sebuah hubungan akan membuat kalian didekati banyak orang, tanpa tau kalau kalian sudah punya pasangan." "Susah ya jelasinnya, tapi aku ngerti kok. Makasih ya." tutup Chaira.Ia menyadari perkataan Sandi memang ada benarnya. Memangnya Chai

  • UNFINISHED PAST   BAB 24 | Hubungan Yang Terbuka

    "Kamu ngapain sih, masih di sini?" Chaira berkacak pinggang, sambil terus memperhatikan lelaki yang duduk di sampingnya. Ini kali pertamanya Jun ki menemani Chaira bekerja, lebih tepatnya sih merecoki. Bahkan cowok itu dengan lantangnya mengatakan, bersedia menemani Chaira setiap hari. Hmm, pacarnya itu membuat pusing saja. Masalahnya, bukan bantuan yang dia berikan, tapi gangguan. Selain merecoki saat Chaira meracik, Jun ki kerap digoda oleh pelanggan wanita. Menambah Chaira kesal, sehingga membuat bibirnya maju beberapa senti. Jelas hal itu sangat mengganggu Chaira, bagaimana kalo bosnya datang? Jun ki tidak tau saja watak bosnya Chaira yang sangat tegas dan nyaris tidak pernah tersenyum. "Sayang, kalau kamu cemburu bilang saja ... nanti kalau ada gadis pelanggan, aku akan bersembunyi." "Apa kamu bilang?" Chaira duduk kembali di kursinya. Sial, Jun ki selalu mengatakan hal-hal yang tidak biasa didengar oleh Chaira. Ia bing

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status