Home / Romansa / UNFINISHED PAST / BAB 14 | Bertanggung jawab

Share

BAB 14 | Bertanggung jawab

last update Last Updated: 2021-10-28 14:51:56

Kinanti terbangun dengan memegang kepalanya yang pusing luar biasa. Ia mengingat-ngingat kejadian semalam.

"Hah?!" Ia terkejut, spontan menutup mulutnya.

Menoleh ke samping, tidak didapatinya pria yang semalam bersamanya. Lalu Kinanti memegang erat selimut yang menutupi tubuhnya tanpa busana.

"Apa yang aku lakukan?" tanyanya pada diri sendiri, sambil memijat-mijat kepalanya.

Tidak sulit untuk Kinanti mengingat kejadian semalam, ia menyodorkan tubuhnya pada pria dewasa, Ingat! MENYODORKAN!!

Ia menghela napas kasar, "Apa karna sudah lama?"

Tak lama pintu kamarnya diketuk, Kinanti langsung memilih bajunya random. "Sebentar."

Begitu dibuka, ternyata Ismi yang mengetuk pintunya.

"Ada apa Mbak?"

"Ayo sarapan, yang lain sudah pada nunggu."

Dalam hati, Kinanti mengumpat kesal. Kenapa harus ke bawah sih? Kenapa tidak diantar saja makanannya? Ia lupa kalau rombongannya bukan tamu VIP.

"Masuk dulu Mbak."

"Tunggu! Kamu baru bangun?"

Kinanti mengangguk lesu.

"Belum mandi?"

Kali ini Kinan menggeleng.

"Jangan bilang, kamu melewatkan sholat subuh?"

"Hehe ..." Kinanti hanya tersenyum menunjukkan giginya.

"Ada apa sih, kamu sama Pak Rayyan hari ini?"

Sontak saja Kinanti terkejut mendengar Ismi menyebut nama Rayyan. "Kenapa Mbak?"

"Pak Rayyan juga baru bangun tuh! Dan semalam, katanya dia gak ada di kamarnya, si Dito kaget tiba-tiba waktu subuh, Pak Rayyan sudah tidur di ranjangnya."

"Oh, gitu ..."

Ismi terkekeh, "Haha ... iya, sekarang dia lagi diintrogasi tuh, gara-gara Dito bilang semalam Pak Rayyan gak ada. Padahal itu karna kunci kamarnya dipegang Dito. Tapi itu anak, baru sadar waktu sudah pulang dari pantai. Dasar!"

"Ooh, ada-ada saja. Ya sudah, aku mandi dulu sebentar ya Mbak."

"Iya, santai saja. Mbak tunggu."

Sebenarnya Kinanti malas ikut sarapan, apalagi nanti harus bertatap muka dengan Rayyan, entah apa yang akan dilakukannya. Tapi perutnya memaksanya untuk ikut, benar-benar tidak bisa diajak kompromi.

***

"Oh, jadi semalam itu Pak Rayyan ada di kamar temennya?" tanya salah satu Dosen, sambil menyuapi anaknya.

"Iya, Bu."

"Trus, sekarang mana temennya?" timpal Pak Tio.

Mampus kau Rayyan ... kalau sudah berbohong satu kali, maka seterusnya akan terus berbohong. Kalau sudah begini, Rayyan hanya bisa mengikuti alur saja. Tidak mungkin kan, ia mengatakan kalau ia habis tidur dengan Kinanti? Bisa habis diceramahi dia!!

"Ehm, itu ... kebetulan, dia sudah chek out Pak."

"Oohh, gitu ..." ujar beberapa Dosen dengan serempak.

"Temennya cowok kan, Pak?" tanya Dito, memanasi.

Rayyan memelototkan matanya, "Diam Kau dit!" gumamnya mengancam Dito, sementara Dito hanya terkekeh geli.

"Ya cowok lah ..." lanjut Rayyan.

"Lah, Mba Ismi sama Kinanti kok baru dateng? Kita udah mau selesai." ucap salah satu Dosen, dengan logat Jawanya.

Reflek mereka melihat ke dua orang yang dimaksud Dosen tersebut. Termasuk Rayyan, ia melihat Kinanti berjalan di belakang Ismi.

Mereka tersenyum begitu para Dosen mempersilahkan. "Maaf, telat. Nih, tuan putri baru bangun." ujar Ismi, meledek Kinanti yang tersenyum malu.

Yah, lebih tepatnya malu-maluin. Lagi pula kenapa juga sih Ismi harus memberi tahu orang-orang, kalau Kinanti kesiangan?

Dito yang tengah menyantap makanan, seketika ingin merespon. Ia menunjuk Rayyan, namun sebelum ia berbicara, dengan cepat Rayyan menutup mulutnya.

"Makan saja yang kenyang, ya!"

Huh, kalau dibiarkan, anak itu pasti sudah mengatakan yang tidak-tidak di depan para Dosen, pikir Rayyan.

Beberapa Dosen sudah pergi dari restoran, namun ada juga yang menetap sambil menyantap beberapa buah atau puding yang tersedia.

Rayyan berdiri depan pantai, pikirannya melayang, ia harus segera berbicara dengan Kinanti. Yah, mau tidak mau, suka tidak suka, Rayyan harus segera bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya, sebelum terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Namun, sejak sarapan tadi, Kinanti tak sedikitpun melihat ke arahnya. Bahkan wanita itu terkesan menghindari tatapan Rayyan, apa ia sangat keterlaluan? Sampai-sampai Kinanti tak sudi membalas tatapannya sekalipun?

Beberapa jam kemudian, Rayyan memilih kembali ke hotel tanpa melakukan apapun.

"Pak! Gak mau berenang atau berjemur dulu gitu?" tanya Dito, begitu melihat Dosennya itu pergi begitu saja setelah lama berdiam diri.

"Untuk apa? Aku sudah eksotis." jawab Rayyan.

"Ah, Pak Rayyan gak asik."

Begitu memasuki hotel, Rayyan melihat wanita dengan dress selutut yang tampak cantik dikenakannya. Yah, itu adalah Kinanti.

Lalu Rayyan segera menyusulnya, "Kinan!" panggilnya.

Wanita cantik itu sempat menoleh, namun ia memilih mengabaikan panggilan itu, dan berjalan dengan cepat menuju lift.

"Ah!" Kinanti terkejut saat memasuki lift, seseorang meraih tangannya.

Dengan cepat, Kinanti melepas tangan besar itu, lalu masuk ke dalam lift. Dan sayangnya, Rayyan tak sempat mengikuti gadis itu.

Beberapa orang yang melewatinya memperhatikan dengan heran, membuat Rayyan malu, ia seperti sedang ditolak cintanya.

Begitu lift terbuka, ia segera masuk untuk menuju kamarnya. Rayyan memperhatikan pintu kamar di sebelahnya, haruskah ia masuk? Tapi kenapa juga Kinanti menghindarinya? Ini kan untuk kebaikan dia juga, kalau sampai wanita itu hamil bagaimana? Apa ada pilihan lain selain menikahi gadis itu?

Apa Kinanti marah padanya? Benar, pasti itu yang membuat Kinanti  menghindarinya, Pikir Rayyan.

Segala kemungkinan memenuhi pikirannya. Tapi, bagaimanapun, mereka harus bicara bukan? Kalau Kinan marah, maka Rayyan akan meminta maaf. Nah, kalau dia saja menghindari Rayyan, bagaimana Rayyan bisa meminta maaf? Aneh sekali.

Namun sampai esok harinya, dan berbagai tempat wisata yang mereka kunjungi, tak ada sedikitpun waktu untuk sekedar berbicara berdua antara Kinanti dan Rayyan. Hanya bisa saling diam berpura-pura menikmati waktu, berdua di tengah keramaian, jarak yang dekat namun terasa jauh, tenggelam dalam suasana kebisingan.

***

Rayyan duduk di bangku di kantin, dengan seseorang yang sudah menunggunya.

"Nih, dimakan ya." ucap Rayyan sembari menyodorkan tote bag berisi oleh-oleh dari Bali.

Jun Ki menerima bingkisan tersebut, "Makasih."

"Betah kuliah disini?"

"Tidak ada alasan untuk tidak betah sih."

Rayyan terkekeh, ini memang bukan pertama kalinya keponakannya itu sekolah di Indonesia. Namun insiden kecil waktu pertama kali Jun Ki ke kampus, teringat di kepalanya begitu saja.

"Sepertinya, ponakanku ini sangat nyaman berada disini ya?" ujarnya sambil Rayyan menepuk-nepuk punggung Jun Ki.

"Hentikan, malu kalau ada yang lihat."

"Biar semua orang tau, kalau kita berdua memiliki ketampanan yang sama." ucap Rayyan seraya membuat ekspresi imut, membuat Jun Ki tidak betah lama-lama di dekat pamannya itu.

"Aku pergi dulu."

"Hei!"

Lelaki bertubuh tinggi itu sedikit berlari menjauh dari hadapan Rayyan.

"Huh, dasar!"

Rayyan memutuskan kembali ke ruang dosen, namun tak sengaja ia melihat Kinanti dengan pakaian manisnya seperti biasa.

Apakah aku termasuk orang yang beruntung? Sudah pernah menikmatinya? ucapnya dalam hati.

Tidak tidak!! Fokus Rayyan!

"Kinan, ayo kita menikah! Aku akan bertanggungjawab."

***

restianiastuti48

Jangan lupa vote, coment dan berlangganan ya!

| Like
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • UNFINISHED PAST   BAB 29 | Gugur

    "Cepat siapkan mobil saya Pak!" perintah Arsen yang langsung dituruti Pak Adi.Adi melajukan mobil sambil bercerita. "Tadi saya lagi nongkrong tuh Pak, di pangkalan sini, dekat mamang penjual sate. Tiba-tiba Non Yasmin telpon, tapi ternyata itu orang lain, bilang kalo yang punya HP kecelakaan di lampu merah jalan Purnama sakti." jelasnya."Kenapa orang itu gak telpon saya?" tanya Arsen penasaran. Teman-temannya tidak ikut serta karna sudah larut. Apalagi Ardi yang sudah berkeluarga."Saya kurang tau Pak, tapi biasanya kan yang dihubungi itu nomor panggilan terakhir. Saya ingat tadi waktu mau ngantar teman-temannya Pak Arsen, Non Yasmin sempat telpon saya untuk jemput. Tapi saya sudah disuruh antar teman Pak arsen, jadi saya tidak bisa." tutur Adi.Arsen merutuki kebodohannya. Kalau sudah seperti ini, hanya penyesalan yang dirasakannya sekarang. Dalam hati, ia terus menggumamkan maaf untuk Yasmin. Tangan kanannya mengusap wajah kasar. Bi Narti tidak ikut serta karna wanita itu di rumah

  • UNFINISHED PAST   BAB 28 | Kecelakaan kecil

    "Apa kabar Bu?" Yasmin berhambur ke pelukan ibunya. Menyalurkan rasa rindu sekaligus perasaan sedih yang tengah dialaminya saat ini. Yah, suasana hatinya sedang tidak baik.Fatimah-Ibu Yasmin, membalas pelukan anaknya setelah menaruh barang. "Ibu baik, kamu sehat?" Ia menatap wajah putri semata wayangnya itu dengan baik. Sudah dewasa. Fatimah bahkan lupa kapan terakhir kali ia memandang putrinya seperti ini.Hampir tujuh tahun lamanya Fatimah merantau di negeri orang. Dengan tekad yang kuat, ia memaksakan keinginannya meski suaminya tidak mengizinkan. Saat itu Yasmin masih duduk di kelas enam SD. Posisinya waktu itu, ia tidak terlalu mengerti mengapa Ibunya harus pergi sangat jauh hanya untuk bekerja. Namun semakin dewasa, Yasmin mengerti, semua dilakukan untuknya juga.Mereka sudah berada di dalam taksi. Fatimah bersandar pada kursi mobil, tangannya tak henti mengusap kepala Yasmin dengan sayang. "Ibu hanya pergi lama, tapi tidak cukup membe

  • UNFINISHED PAST   BAB 27 | Khawatir

    "Nikah yuk!" Ajakan itu bukan pertama kalinya Rayyan lontarkan, tapi berhasil membuat Kinanti tak berkutik. Kenapa? Bukankah ini yang ditunggu sedari tadi? Apa karna kali ini Kinanti menantikannya? Jika yang mengucapkannya itu Gibran, pasti Kinanti akan lebih terkejut sekaligus senang berkali-kali lipat. Tapi tidak, Ia tidak boleh memikirkan lelaki itu lagi. Sudah dapat berlian, kenapa harus memungut batu? Akhinya, dengan percaya diri, Kinanti berkata, "Ayok!" Rayyan mengalihkan pandangan sambil mengulum senyum, "Jangan senyum seperti itu." perintahnya. Setengah terkejut karna baru sekarang Kinanti tersenyum, saat di mobil tadi hanya diam saja. "Kenapa? Aku cantik ya?" Rayyan mengeratkan genggamannya seraya tertawa lepas. Ledekan demi ledekan mereka terima sepanjang hari. Baik itu berasal dari dosen, maupun para mahasiswa._ Rayyan tersenyum melihat Kinanti yang tengah fokus dengan ko

  • UNFINISHED PAST    BAB 26 | Berusaha Lagi

    Tidak ada hari yang indah. Bagi Kinanti, tidak ada lagi hari yang indah setelah semua keinginannya melebur. Setelah takdir ternyata tak berpihak padanya. Wanita itu berdiri tepat di depan jendela kamar yang terbuka, menatap kosong apapun di hadapannya. Sial, bahkan di saat seperti ini, kenangan itu terus keluar menyeruak dari ingatannya, masuk ke dalam pikirannya yang sedang kosong. "Kamu cantik sekali. Kamu tau, kata teman-temanku, kamu adalah idaman semua pria. Aku beruntung memiliki kamu." Gibran mengecup lembut tangan Kinanti seraya menatap matanya. Mengerling dengan pandangan nakal. Kinanti mengalihkan pandangan, semburat merah bisa menjelaskan sipu malu yang dirasakannya. "Kamu tidak berniat menjadi model?" Seharusnya Kinanti sadar dengan pertanyaan sederhana yang dilontarkan Gibran waktu itu. Lelaki itu berharap Kinanti menjadi model? Kenapa seseorang yang mencintainya rela mem

  • UNFINISHED PAST   BAB 25 | Hubungan Yang Terbuka

    "Hih, dasar anak Korea! gitu aja marah. jadi laki kok gak ada pengertiannya." Chaira terpaksa bejalan sendirian, karna Jun Ki meninggalkannya. Tak lama, Bian dan Sandi menghampiri Chaira."Ra, emang kalian benean pacaran ya?" Chaira menoleh sekilas, tidak tertarik dengan pertanyaan yang dilontakan Bian. Mereka berjalan beriringan ke tempat parkir. "Harus ya, aku kasih tau?" jawab Chaira dengan malas. "Jelas dong, kalau kalian menutupi sebuah hubungan, efeknya gak akan baik." jelas Sandi. Chaira mengernyit, "Kenapa?" Sandi sampai berhenti bejalan sebentar untuk menjelaskan masudnya. Chaira dan Bian ikut berhenti."Presentasi orang ketiga akan meningkat. Menutupi sebuah hubungan akan membuat kalian didekati banyak orang, tanpa tau kalau kalian sudah punya pasangan." "Susah ya jelasinnya, tapi aku ngerti kok. Makasih ya." tutup Chaira.Ia menyadari perkataan Sandi memang ada benarnya. Memangnya Chai

  • UNFINISHED PAST   BAB 24 | Hubungan Yang Terbuka

    "Kamu ngapain sih, masih di sini?" Chaira berkacak pinggang, sambil terus memperhatikan lelaki yang duduk di sampingnya. Ini kali pertamanya Jun ki menemani Chaira bekerja, lebih tepatnya sih merecoki. Bahkan cowok itu dengan lantangnya mengatakan, bersedia menemani Chaira setiap hari. Hmm, pacarnya itu membuat pusing saja. Masalahnya, bukan bantuan yang dia berikan, tapi gangguan. Selain merecoki saat Chaira meracik, Jun ki kerap digoda oleh pelanggan wanita. Menambah Chaira kesal, sehingga membuat bibirnya maju beberapa senti. Jelas hal itu sangat mengganggu Chaira, bagaimana kalo bosnya datang? Jun ki tidak tau saja watak bosnya Chaira yang sangat tegas dan nyaris tidak pernah tersenyum. "Sayang, kalau kamu cemburu bilang saja ... nanti kalau ada gadis pelanggan, aku akan bersembunyi." "Apa kamu bilang?" Chaira duduk kembali di kursinya. Sial, Jun ki selalu mengatakan hal-hal yang tidak biasa didengar oleh Chaira. Ia bing

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status